"Tidak pernah ...."
"Lantas bagaimana kau tahu?"
"Tunggu ya, biarkan aku menghabiskan kunyahanku ...."
Daesi menekan tawanya menutupi mulutnya dengan tangan, sangat lucu melihat Liza wanita yang telah dikarunia dua buah hati itu meskipun umurnya sudah tak lagi mudah, namun ia seperti kelihatan umur 35 tahun.
"Jangan kau ketawai, wanita ini. Daesi ... kau sangat penasaran sepertiny? Asal kau tahu, si cantik Dara dulu adalah tetanggaku."
"Terus?"
"Hemmm ... aku sangat prihatin bila mengingatnya, kalau menceritakan tentang kehidupannya seperti menggali sebuah kenangan yang telah terkubur."
Liza menghentikan ceritanya, ia meneguk teh hangat yang ada di hadapannya. Dia harus menguatkan hati bila ingin melanjutkan cerita tentang Dara, ah wanita cantik itu sangat malang sekali. Andai saja di ijinkan untuk mengadopsi, mungkin dia sudah menjadi sebagian keluarganya. Tapi ia tak ada keberania untuk mengambil Dara kecil, sering kali melihatnya menangis karena dia lapar.Â
Namun di dalam rumah itu tak ada satu orang pun, ada seorang abang pun kerjaannya hanya suka minuman keras. Sedangkan seorang ibu dan ayah yang ia harapkan tak pernah peduli tentang Dara, hingga suatu siang ketika ia sepulang dari sekolah, Ibunya Lisa menemukan Dara yang pingsan di depan rumahnya.
"Dia sudah cukup menderita oleh ulah kedua orang tuanya, walaupun ia sibuk entah dengan kantornya atau teman bisnisnya. Bisakah meluangkan sedikit waktu untuk bersamanya?"
Tak terasa Daesi meresapi cerita yang Liza terangkan, sungguh beruntungnya dia mempunyai orang tua yang begitu menyayanginya. Uang bukanlah segalanya untuk anak-anak, namun kasih sayanglah yang mereka butuhkan bukan uang.