"Presiden harus turun tangan menegakkan kembali peradaban hukum di Indonesia. Terlebih semua aspek lembaga di yudikatif mengalami masalah berat. Tanpa campur tangan Presiden, sulit mengharapkan penegakan hukum di Indonesia akan berjalan lebih baik," tandasnya.Â
Menurut Prof Otto, jika presiden tidak turun tangan langsung, maka kondisi darurat peradaban hukum seperti sekarang ini tidak akan pernah bisa diselesaikan.
Menurutnya, law enforcement adalah suatu keniscayaan untuk memajukan bangsa. Sebab, kalau masyarakatnya tidak tertib, banyak korupsi, pungli, dan sebagainya, lantas siapa yang mau berinvestasi di Indonesia?
Bagaimana agar peradaban hukum kembali "ke jalan yang lurus dan benar"? Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana DR. Hartanto mengatakan, Presiden harus melakukan diskresi dalam upayanya menegakkan peradaban hukum.
"Dalam seminar ini kami akan memberikan rekomendasi dan masukan kepada presiden tentang diskresi ini," kata Hartanto.Â
Sementara itu, dalam sambutannya, Rektor Unkris Prof. Ayub Muktiono mengajak sivitas akademika untuk mengembangkan paradigma kritis guna memajukan pendidikan. Termasuk permasalahan di bidang hukum.
Ayub tidak memungkiri, di segala sisi kehidupan dari hulu ke hilir dalam kondisi darurat. Peradaban hukum kita dalam kondisi darurat.
Lihat saja, pengacara banyak yang dipidana, polisi juga yang melanggar hukum. Polisi Bintang tapi terlibat narkoba.Â
Waketum KPK juga mundur, Kejagung OTT KPK. Dan yang amat merontokkan martabat hukum dengan ditetapkannya hakim agung sebagai tersangka.
"Bagaimana reformasi hukum, apakah harus ada UU dulu baru reformasi. Seminar ini mencoba memberikan masukan kepada presiden untuk  selamatkan bangsa dan negara," tukasnya.
Unkris sendiri memiliki perhatian tinggi terhadap masalah hukum di Indonesia sejak awal didirikan hingga sekarang. Karena itu, secara berkala, para akademisi di bidang hukum melakukan kajian-kajian terhadap persoalan hukum terkini.