"Peradaban negara hukum berada dalam keadaan genting keadaan darurat. Karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk perbaikan dengan menghimpun ide-ide cemerlang dari para pakar dari dunia perguruan tinggi dan juga praktisi," lanjut Prof. Jimly.
Menurutnya, keadaan darurat itu bukan saja terjadi secara sektoral, yang dapat dilihat sepenggal-sepenggal. Melainkan sudah menyeluruh. Mulai dari lini dan jaringan fungsi-fungsi pembentukan hukum (law making functions).
Termasuk juga fungsi-fungsi penerapan hukum (law applying functions), sampai ke lini dan jaringan fungsi-fungsi penegakan hukum (law enforcing functions).
Padahal ketiga fungsi tersebut sebagai suatu kolektifitas peradaban Negara Hukum Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
"Hukum adalah panglima tertinggi dalam kegiatan bernegara. Namun, prinsip negara hukum Indonesia dewasa ini harus diakui sedang menghadapi ancaman baru," kata Guru Besar Hukum Tata Negara ini.
Ancaman baru yang dimaksud yaitu dinamika politik dan ekonomi pasar bebas -- sering juga disebut demokrasi dan ekonomi pasar. Dinamika ini mengakibatkan semua kekayaan dan semua jenis jabatan bernegara menjadi komoditas yang diperebutkan melalui mekanisme pasar bebas," kata Prof Jimly.
Situasi peradaban negara hukum yang berada dalam keadaan darurat ini, lanjut Prof Jimly, membutuhkan langkah-langkah perbaikan.Â
"Kalau Presiden tidak turun gunung menyelesaikan berbagai persoalan di lembaga-lembaga yudikatif ini, dikhawatirkan penegakan hukum di Indonesia mengalami chaos," kata Prof Jimly, begawan hukum ini.
Menurutnya, tahun ini menunjukkan penegakan hukum menuju kesuraman. Padahal, secara kewenangan sebagai Pemimpin Negara, Presiden harusnya bisa turun langsung.
Presiden harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan aturan-aturan hukum di Indonesia. Tidak cukup dengan sekedar menasihati, tapi butuh action dan ketegasan.Â