"Keluarga kita banyak, sedang harta kita sedikit. Kita tidak mungkin memberi orang-orang miskin sebagaimana yang dilakukan oleh ayah kita," begitu katanya.
Lalu pada saat musim panen tiba, mereka (para pemilik kebun) berbisik-bisik antara mereka. Malam-malam mereka menyusun rencana agar fakir miskin tidak mendapat bagian.
Mereka bersumpah untuk memetik habis hasil kebun mereka pada pagi hari, agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin, supaya mereka mendapatkan untung yang sangat banyak dan tidak mengeluarkan sedekahnya barang sedikitpun.
Dengan kesombongannya, mereka pun tidak mengucapkan Insya Allah dalam sumpah mereka. Tapi rupanya rencana mereka tidak seperti yang direncanakan. Sebelum mereka menjalankan rencana itu, Allah menimpakan bencana pada kebun itu.
Belum juga tiba waktu shubuh, saat para pemilik kebun masih tertidur lelap, di malam harinya, Allah Swt. timpakan hukuman kepada mereka. Kebun mereka dilahap api sehingga tanah dan pepohonannya menjadi gosong.
Allah berfirman:
Sungguh, Kami telah menguji mereka (orang musyrik Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari" (ayat 17)
tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan berucap, "Insya Allah"). (ayat 18)
Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (ayat 19)
Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, (ayat 20)
Mereka belum mengetahui jika kebun mereka sudah hangus. Untuk memastikan rencananya, mereka kembali saling mengingatkan ketika subuh tiba.