Kajian Islam Ahad Subuh (KISAH) Masjid Al Ihsan Permata Depok, Minggu, 6 Maret 2022, melanjutkan kajian tafsir surat 68 Al Qalam ayat 17 - 33. Disampaikan oleh Ustadz H. Ahmad Badruddin.
Sebagaimana disampaikan pada pertemuan sebelumnya, Al-Qalam memiliki arti 'pena'. Dinamakan Al-Qalam karena diambil dari kata Al-Qalam pada ayat pertama dalam surat ini.
Surat al-Qalam ini surat yang menurut banyak pendapat adalah surat kedua yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Setelah 5 ayat pertama dari surat al-Alaq diterima oleh Nabi SAW, kemudian turunlah surat al-Qalam ini.
Kisah yang terdapat surat ini mengenai orang kaya yang terpedaya oleh hartanya.
Allah SWT menurunkan surat ini untuk menguji penduduk Mekah. Apakah mereka mensyukuri nikmat-nikmat Allah lalu mengimani Rasulullah Saw yang diutus oleh Allah sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan?
Atau mereka justru mendustakannya, mengufuri risalahnya, mengingkari hak Allah yang menjadi kewajiban mereka? Kemudian mereka akan dibalas dengan apa yang menjadi hak mereka, sebagaimana para pemilik kebun diberi pembalasan.
Allah memberikan perumpaan dengan kisah para pemilik kebun. Sebelumnya, kebun ini milik salah seorang lelaki dari suku Tsaqif, seorang Muslim. Memiliki ladang kurma dan tanaman di dekat Shan'a (Yaman).
Dari hasil ladangnya itu, dia menjadikan satu bagian yang banyak untuk orang-orang fakir ketika musim panen tiba. Bahkan membiarkan fakir miskin tersebut memasuki kebun-kebunnya untuk mencicipi hasilnya.
Sebelum meninggal, ia berpesan untuk menyisihkan hasil panen untuk fakir miskin seperti yang sudah dijalaninya selama ini.
Ketika dia meninggal, anak-anaknya pun mewarisi kebun tersebut. Namun, amanat ini tidak dijalankan oleh sebagian besar anaknya.
"Keluarga kita banyak, sedang harta kita sedikit. Kita tidak mungkin memberi orang-orang miskin sebagaimana yang dilakukan oleh ayah kita," begitu katanya.
Lalu pada saat musim panen tiba, mereka (para pemilik kebun) berbisik-bisik antara mereka. Malam-malam mereka menyusun rencana agar fakir miskin tidak mendapat bagian.
Mereka bersumpah untuk memetik habis hasil kebun mereka pada pagi hari, agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin, supaya mereka mendapatkan untung yang sangat banyak dan tidak mengeluarkan sedekahnya barang sedikitpun.
Dengan kesombongannya, mereka pun tidak mengucapkan Insya Allah dalam sumpah mereka. Tapi rupanya rencana mereka tidak seperti yang direncanakan. Sebelum mereka menjalankan rencana itu, Allah menimpakan bencana pada kebun itu.
Belum juga tiba waktu shubuh, saat para pemilik kebun masih tertidur lelap, di malam harinya, Allah Swt. timpakan hukuman kepada mereka. Kebun mereka dilahap api sehingga tanah dan pepohonannya menjadi gosong.
Allah berfirman:
Sungguh, Kami telah menguji mereka (orang musyrik Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari" (ayat 17)
tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan berucap, "Insya Allah"). (ayat 18)
Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (ayat 19)
Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, (ayat 20)
Mereka belum mengetahui jika kebun mereka sudah hangus. Untuk memastikan rencananya, mereka kembali saling mengingatkan ketika subuh tiba.
Tujuannya, supaya mereka dapat memetik semua hasil kebun dan tidak berencana menyisakan bagian bagi orang-orang fakir sebagaimana bapak mereka dahulu lakukan.
Mereka bertekad akan berbuat kikir kepada orang-orang fakir yang amat membutuhkan pertolongan padahal mereka mampu menolongnya.
Lalu pada pagi hari mereka saling memanggil (ayat 21)
"Pergilah pagi-pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik hasil." (ayat 22)
Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik. (ayat 23)
"Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu! (ayat 24)
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). (ayat 25)
Ketika mereka sampai di kebun, betapa terkejutnya mereka. Tidak ada satupun buah yang bisa mereka petik hasilnya.
Alih-alih rencana mereka berhasil, justru mereka tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kebunnya.
Melihat hal itu, para pemilik kebun kemudian menyesal dan mengakui perbuatan mereka itu salah.
Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang sesat, (ayat 26)
bahkan kita tidak memperoleh apa pun." (ayat 27)
Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)." (ayat 28)
Mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim)" (ayat 29)
Lalu mereka saling berhadapan dan saling menyalahkan. (ayat 30)
Di antara mereka terjadi percekcokan, saling menyalahkan.
"Kamulah yang menunjukkan pada kami pendapat ini." Â
"Kamu menakut-nakuti dengan kefakiran." "Kamulah yang membuatku senang mengumpulkan harta."
Setelah itu, akhirnya para pemilik kebun bertobat dengan ikhlas menyesali perbuatannya. Mereka menyadari kesalahan mereka.
Mereka berkata, "Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas. (ayat 31)
Mudah-mudah Tuhan memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita." (ayat 32)
Mereka pun berjanji. "Jika Allah menggantikan kepada kami suatu yang lebih baik dari kebun yang terbakar, kami akan melakukan seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kami."
Seperti itulah adzab (di dunia). Dan sungguh, adzab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui." (ayat 33)
Lalu, mereka berdoa kepada Allah dan berserah diri. Allah kemudian memberikan pengganti yang lebih baik dari yang hilang.
Demikianlah, jika Allah berkehendak, tidak ada seorangpun yang mampu menghalangi.
"Seperti kisah tetangga saya di Pondok Terong. Dia mendapatkan uang pesangon ratusan juta, cash. Lalu disimpan di mobil. Ketika sebentar lagi mau sampai di rumah, uangnya itu digondol penjahat. Padahal, jaraknya tidak sampai 100 meter," cerita ustadz. Â
Dalam ayat 17-33 turun sebagai perumpamaan yang dialamatkan kepada kaum kafir Quraisy yang telah diberi rahmat besar oleh Allah Ta'ala, yaitu dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW kepada mereka, namun mereka menyambutnya dengan pendustaan dan perlawanan.
Kesimpulannya, sudah sepatutnya mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan tidak lupa untuk memberikan hak orang-orang fakir miskin. Tidak lupa pula untuk selalu mengucapkan "Insya Allah" dalam setiap rencana.
Kita jangan sampai dilalaikan atau disombongkan oleh harta benda kita, anak-anak kita (karena keturunan yang baik-baik atau anak-anak yang sukses), dan lainnya.
Nasib yang dialami pemilik-pemilik kebun sebagaimana dikisahkan dalam surat Al Qalam ini sebagai contoh orang-orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah.
Al Quran tidak hanya menyerukan untuk terus berbuat kebaikan. Namun, juga berisi kisah-kisah yang dapat menjadi pembelajaran bagi umat muslim di seluruh dunia.
Demikianlah. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah para pemilik kebun ini.
Wallahu a'lam bisshowab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H