"Kenalkan, Ini Om Angga suami Tante dan itu Arga anak angkat Tante," Jelasnya seraya menggenggam tanganku.
"Arga sebanarnya putra sulung Bundamu, karena waktu itu Bunda sakit keras setelah melahirkan jadi Arga ikut tante ke Jerman. Sudah lama sekali Tante ingin memberitahu kalian, tapi kesibukan selalu jadi penghalang. Di tambah ayah dan bundamu menganggap sepele hal ini." papar tante Ami.
Aku masih diam... dan ... dia... nafasku tercekat, jantungku seakan lepas dari tempatnya. Pikiranku beradu, entah satu pengharapan yang mustakhil di mana persandinganku dengannya selalu aku semogakan.
"Jadi...." Ucapanku tertahan, suaraku tercekat di tenggorokan. Bahkan air mata pun mengalir tanpa kompromi.
"Ya... Arga Kakak kandungmu," ucap tante Ami menjawab kebingunganku.
Aku melangkah dan berdiri di hadapan Arga. Seakan menerima kenyataan yang sudah di takdirkan.
Aku menarik tangan kanannya, "Apa kabar Kakakku?" ucapku dengan senyum gamang.
"Kakak baik," ucapnya dingin seraya menatapku.
Kata 'tidak' seolah berontak dalam benak. Nafasku naik turun tak stabil, keheningan mengukur jarak. Pertemuan dengan Arga yang aku impikan terpatahkan oleh keadaan.
***
Bukan sekedar semu. Bahkan rindu pun menderu. Tertahan bak gelombang menghantam terumbu. Kuletakkan penaku yang merupakan antalogi rindu dan aku hanyalah petrichor nada yang tak kunjung reda. Aku hanya sekedar menahan rindu yang tergenggam, tersekat bahkan menikam. Mengukir senyum sesaat.