Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi: Startifikasi Sosial

11 Desember 2021   14:37 Diperbarui: 11 Desember 2021   15:10 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam struktur sosial lazim dijumpai adanya ketidaksamaan sosial. Ketidaksamaan sosial umumnya dilihat dalam dua aspek, yaitu ketidaksamaan sosial secara vertikal (perbedaan antar individu atau kelompok dalam masyarakat yang menunjukkan adanya tingkatan lebih rendah atau lebih tinggi) yang disebut stratifikasi sosial, dan ketidaksamaan sosial secara horizontal (perbedaan antar individu atau kelompok dalam masyarakat yang tidak menunjukkan adanya tingkatan yang lebih tinggi atau lebih rendah) yang disebut diferensiasi sosial. 

Stratifikasi berasal dari kata strata atau tingkatan. Stratifikasi sosial adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan (strata). Pitirim A. Sorokin (1970) mengatakan: "stratification is the differentiation of a given population into hierarchically superposed classes." bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarki). Dalam sosiologi pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya dinamakan stratifikasi sosial (social stratifications).

Pembedaan masyarakat menjadi berbagai lapisan, merupakan gejala universal dalam sistem sosial masyarakat. Kapan pun dan di mana pun, pelapisan sosial selalu ada, baik di dalam masyarakat tradisional (pedesaan) maupun di dalam masyarakat modern. Hal ini terjadi karena di dalam diri individu selalu ada kecenderungan untuk mengklasifikasikan segala sesuatu berdasarkan standar nilai yang dimilikinya. Pada zaman Yunani kuno, seorang ahli filsuf bernama Aristoteles mengatakan bahwa, di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, yang miskin, dan yang berada di tengah-tengahnya. Pendapat tersebut sedikit banyak membuktikan bahwa pada zaman itu dan sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat.

Pada masyarakat homogen seperti masyarakat pedesaan/tradisional, sistem stratifikasi masih belum banyak diterapkan. Masyarakat homogen hanya dibedakan atas dasar perbedaan usia, kekuasaan, dan senioritas. Hal ini terjadi karena pembagian peran pada masyarakat homogen masih cenderung sedikit, dan hampir semua orang melakukan peran yang sama, seperti masyarakat desa nelayan atau masyarakat desa petani. Sedangkan pada masyarakat kota yang heterogen, dengan populasi yang besar, dan menjalani kehidupan yang modern, maka sistem pelapisan dalam masyarakatnya semakin kompleks. Keadaan ini mudah untuk dimengerti, karena dengan jumlah anggota masyarakat yang sangat banyak, maka pembagian tugas-kerja, hak-hak, kewajiban, serta tanggung jawab sosial menjadi semakin kompleks pula. Oleh karena itu, meskipun penggolongan penduduk secara berjenjang masih berdasarkan perbedaan usia, kekuasaan, dan senioritas, namun ditambah juga dengan perbedaan kepemilikan, ekonomi, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan hak-hak istimewa seseorang.

Dapat dikatakan bahwa, stratifikasi yang diterapkan di dalam masyarakat homogen, sifatnya alamiah (tidak disengaja), sementara di dalam masyarakat heterogen, selain menerapkan stratifikasi yang terjadi secara alamiah, juga stratifikasi yang memang sengaja dibuat, dengan tujuan agar pendistribusian hak dan kewajiban dapat dilakukan dengan efisien dan efektif.  

Jenis Stratifikasi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto (1992), dilihat dari sifatnya, pelapisan sosialnya dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.

Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)

Stratifikasi ini adalah stratifikasi di mana anggota dari setiap strata sulit mengubah status sosialnya. Hal ini menunjukkan, bahwa sistem stratifikasi sosial tertutup tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lainnya (atas maupun bawah). Satu-satunya jalan adalah melalui kelahiran dari perkawinan antar strata. Contoh Sistem stratifikasi tertutup terlihat pada masyarakat India yang berkasta, atau di dalam masyarakat yang menganut sistem feodal. Di India, sebenarnya ada lima kasta, namun seiring dengan adanya doktrin tradisional yang menyebutkan bahwa kasta hanya empat,  maka golongan yang tidak memiliki kasta disebut Hariyan.

Apabila ditelaah yang terjadi pada masyarakat India, akan ditemui sistem lapisan yang sangat kaku, dan klan menjelma dalam tubuh kasta-kasta dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1)   Keanggotaan pada kasta diperoleh karena kewarisan/kelahiran. Anak yang lahir memperoleh kedudukan orang tuanya.

2)  Keanggotaan yang diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena seseorang tak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya.

3)   Perkawinan bersifat endogami, artinya perkawinan dilaksanakan antar orang yang sekasta.

4)   Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.

5)  Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang ditetapkan secara tradisional.

6)   Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.

Contoh lain dari sistem lapisan tertutup juga terjadi di Amerika Serikat, di mana terdapat pemisahan yang tajam antara golongan kulit putih dengan golongan kulit berwarna terutama orang-orang kulit hitam. Sistem tersebut dikenal dengan segregation yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem apartheid di Uni Afrika Selatan, yang memisahkan golongan kulit putih dengan golongan asli (pribumi).

Sistem lapisan yang tertutup, dalam batas-batas tertentu, juga dijumpai pada masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi dalam empat lapisan, yaitu Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra.' ketiga lapisan pertama biasa disebut triwangsa, sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan lapisan dengan jumlah warga terbanyak. Keempat lapisan tersebut terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus, yang ditandai dengan gelar yang  diwariskan menurut garis keturunan laki-laki (patrilineal). Gelar tersebut berhubungan erat dengan pekerjaan orang-orang yang bersangkutan. Walaupun gelar tersebut tidak memisahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat berpengaruh dalam penataan tata krama pergaulan. Disamping itu hukum adat juga menetapkan hak-hak bagi si pemakai gelar, misalnya, dalam hal memakai tanda-tanda, perhiasan-perhiasan, pakaian tertentu dan lain-lain.

Kehidupan sistem kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Seorang gadis suatu kasta tertentu, umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta yang lebih rendah. Adapun gelar-gelar orang berdasar kasta di Bali adalah sebagai berikut.

  • Gelar di dalam kasta Brahmana, antara lain Ida Bagus (laki-laki) dan Ida Ayu (perempuan).
  • Gelar di dalam kasta Ksatria, antara lain: Cokorda yang sering disingkat Cok, Anak Agung yang sering disingkat Gung, dan Desak. Beberapa anggota kasta juga menggunakan nama Dewa (laki-laki) atau Dewa Ayu (perempuan).
  • Gelar di dalam kasta Waisya, antara lain: Ngakan, Kompyang, Sang, dan Si.
  •  Sudra adalah kasta terendah dalam masyarakat Bali. Keturunan kasta ini tidak mempunyai gelar, dan pemberian nama kepada anak mengacu pada urutan kelahiran, misalnya Wayan untuk anak pertama, Made untuk anak kedua, dan Nyoman untuk anak ketiga. Akan tetapi, sekarang ditemukan gelar-gelar yang digunakan oleh orang Bali dengan kasta Sudra, seperti: Pande, Kbon, Pasek dan sebagainya.

Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)

Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat tinggi. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan perubahan status sosial, baik meningkat maupun menurun. Contoh: Untuk dapat dipilih menjadi menteri, terdapat kriteria-kriteria yang harus dimiliki seseorang. Apabila kriteria tersebut dapat dipenuhi, maka terbuka kesempatan baginya untuk terpilih menjadi menteri.

Stratifikasi Sosial Campuran

Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, orang Bali berkasta sudra yang dianggap kasta terendah di dalam masyarakat Bali, kemudian pindah ke kota Surabaya. Di Surabaya dia berhasil mengembangkan bisnisnya, sehingga dia dikenal dan dihormati warga Surabaya sebagai individu yang sukses di bidang ekonomi. Meskipun status yang didapatnya di Surabaya merupakan status yang tinggi, namun tidak mengubah statusnya dalam sistem kekastaan di dalam masyarakat Bali.

Dasar Pembentukkan Stratifikasi Sosial

Ukuran atau kriteria yang dapat dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan, adalah sebagai berikut.

Ukuran kekayaan

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada. Individu yang memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan digolongkan pada lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial. Demikian pula sebaliknya, individu yang tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaian, maupun kebiasaan dalam berbelanja, serta kemampuannya dalam berbagi kepada sesama.

Ukuran kekuasaan dan wewenang

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas pada sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

Ukuran kehormatan

 Ukuran ini tidak terlepas dari ukuran kekuasaan atau kekayaan. Orang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat akan menempati lapisan atas dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, seperti para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku baik dan berbudi luhur.

Ukuran ilmu pengetahuan 

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, sarjana, master, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor.

Bentuk Stratifikasi Sosial

Bentuk stratifikasi sosial erat kaitannya dengan proses timbulnya pelapisan dalam masyarakat. Adapun stratifikasi sosial dapat terbentuk dengan sendirinya, dan dapat pula dibentuk secara sengaja  untuk memenuhi suatu tujuan bersama.

Stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya 

stratifikasi usia (age stratification). Dalam sistem ini, anggota masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban berbeda dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Dalam hukum adat masyarakat tertentu, anak sulung memperoleh prioritas dalam pewarisan harta atau kekuasaan. Contohnya: Elizabeth yang merupakan putri sulung raja Inggris George, diangkat menjadi ratu kerajaan Inggris, tatkala ayahnya meninggal dunia pada tahun 1952.

Stratifikasi jenis kelamin (sex stratification) juga didasarkan pada faktor perolehan: sejak lahir laki-laki dan perempuan memperoleh hak dan kewajiban yang berbeda, dan perbedaan tersebut sering mengarah ke suatu hierarki. Dalam banyak masyarakat, status laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Laki-laki sering memperoleh pendidikan formal lebih tinggi daripada perempuan. Partisipasi perempuan dalam dunia kerja relatif lebih terbatas dibandingkan dengan laki-laki.

Stratifikasi kekerabatan (family stratification). Dalam keluarga (family), setidaknya terdapat dua bentuk keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family), yang tediri atas suami, istri, dan keturunan langsung, serta keluarga besar (extended family) yang terdiri atas sejumlah keluarga di luar keluarga inti, seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan sebagainya. Di dalam keluarga inti dan keluarga besar, terdapat perbedaan antara hak dan kewajiban berbentuk hierarki.

Stratifikasi keagamaan (religious stratification). Stratifikasi jenis ini terkait dengan kedudukan agama atau kepercayaan yang dianut oleh anggota masyarakat. Di dalam masyarakat majemuk, didapati perbedaan antara agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat dengan agama yang dianut oleh masyarakat minoritas.

Stratifikasi etnik (ethnic stratification) atau stratifikasi ras (racial stratification). Pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat berdasarkan warna kulit atau kebudayaan yang dapat kita jumpai antara lain di Israel, di mana orang Palestina dan Arab tidak mempunyai hak yang sama dengan orang Yahudi. Di Jepang dijumpai perbedaan antara hak dan kewajiban orang Jepang asli dan orang keturunan Korea. Tatkala di Afrika Selatan masih berlaku sistem apartheid, dijumpai pembedaan hak dan kewajiban antara orang kulit hitam dan orang kulit putih.

Stratifikasi yang sengaja dibentuk 

Stratifikasi sosial bisa dibentuk dengan sengaja demi kepentingan bersama. Adapun stratifikasi yang dibentuk, didasari atas tingkat pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi/kekayaan.

stratifikasi pendidikan (educational stratification): hak dan kewajiban warga masyarakat sering dibeda-bedakan atas dasar tingkat pendidikan formal yang mereka raih. Dengan kata lain, stratifikasi pendidikan melibatkan gelar akademis yang dimiliki individu.

Stratifikasi pekerjaan (occupational stratification). Di bidang pekerjaan modern kita mengenal berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya pembedaan antara manajer serta tenaga eksekutif dengan tenaga administratif; antara lektor dengan guru besar; antara tamtama dengan perwira.

Stratifikasi ekonomi (economic stratification), yaitu pembedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan kepemilikan materi yang merupakan suatu kenyataan sehari-hari. Dalam kaitan ini kita mengenal, antara lain, pembedaan warga masyarakat berdasarkan penghasilan dan kekayaan yang diklasifikasikan menjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam masyarakat kita terdapat sejumlah besar warga yang tidak mampu memenuhi keperluan minimum manusia untuk hidup layak, karena penghasilan dan miliknya sangat terbatas. Di sisi lain, terdapat warga masyarakat yang memiliki kekayaan yang sangat besar. Di kalangan petani di pedesaan juga kita menjumpai pembedaan antara petani pemilik tanah dan buruh tani.

Konsekuensi Stratifikasi Sosial

Sebagai konsekuensi adanya stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:

Timbulnya kelas sosial

Stratifikasi sosial menggolongkan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Kelompok sosial atas akan mengembangkan pola-pola tertentu dan akan sangat membatasi anggotanya agar berbeda dari kelompok lainnya. Sebaliknya, kelompok yang ada di bawahnya akan berusaha meniru kelompok sosial yang berada di atasnya.

Kelompok yang berada di atas adalah kelompok yang mempunyai kekuatan ekonomi, yaitu kelompok orang kaya. Mereka mengukur segala sesuatu dengan harta. Prestise atau gengsi menjadi bagian dari hidupnya. Mereka ingin menjadi kelompok yang dipandang tinggi, sehingga tidak segan menghamburkan harta demi menjaga gengsinya tersebut. Untuk menjaga eksistensinya mereka akan membuat simbol-simbol status tertentu.

Kesenjangan sosial

Konsekuensi lain sebagai akibat dari stratifikasi sosial adalah kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial merupakan perbedaan jarak antara kelompok atas dengan kelompok bawah. Tentu saja kesenjangan sosial lebih didominasi oleh perbedaan tingkat ekonomi. Kelompok atas yang kaya, dengan kekayaannya akan semakin kuat untuk bertahan hidup. Sebaliknya, kelompok bawah yang miskin akan menjadi kelompok yang terpinggirkan. Dan mereka yang merasa terpinggirkan tersebut merasa tidak diperlakukan secara adil dalam berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mereka memiliki kecemburuan sosial terhadap kelompok atas, dan menganggap bahwa kelompok atas telah mengambil sebagian haknya dalam bidang ekonomi. Sebaliknya, kelompok atas akan selalu mencurigai keberadaan kelompok bawah. Jika terjadi kejahatan, maka kelompok bawahlah yang sering dituduh sebagai pelakunya. Hal inilah yang lama kelamaan akan menjadi sumber koflik secara vertikal.

Polarisasi kekuatan

Polarisasi berarti pembagian suatu unsur menjadi dua bagian yang saling berlawanan. Jadi, polarisasi kekuatan dapat didefinisikan sebagai kondisi terbentuknya dua kutub kekuatan yang berlawanan. Dalam sosiologi, polarisasi kekuatan dimaknai sebagai pembagian masyarakat menjadi dua kelas, yaitu kelas atas dan kelas bawah, yang tidak lagi didasarkan hanya pada kehormatan saja, akan tetapi lebih cenderung pada unsur kepentingan dan kekuatan dari dua kelompok masyarakat yang saling berlawanan.

Peta kekuatan dari kelas atas, meliputi bidang ekonomi, politik, dan hukum.

  • Ekonomi: kelas atas merupakan kelas yang mengendalikan jalan dan lajunya perekonomian. Mereka memiliki uang dan harta benda lainnya dalam jumlah yang banyak. Orang-orang yang termasuk dalam kelas atas dapat dikatakan sebagai pemikir-pemikir ekonomi, dan dianggap sebagai mesin uang yang akan terus mengeruk harta benda dari orang atau kelompok lain, tanpa memperdulikan akibat dari perbuatannya tersebut.
  • Politik, kelas atas akan terus berpikir dan bertindak, serta menerapkan langkah-langkah ekonomis dan politis untuk mempertahankan atau bahkan memperbesar jumlah perolehan pundi-pundi kekayaannya. Dengan bekal pengetahuan dan pendidikan yang memadai, mereka begitu pintar menyusun strategi-strategi politik guna mendukung segala kepentingan dan kebutuhannya. Mereka tahu betul langkah politik yang akan diambil beserta resiko-resiko hukum yang mungkin akan timbul dari langkahnya tersebut.
  • Hukum, kelas atas acapkali melibatkan hukum untuk menakuti kelas bawah, agar tunduk pada kepentingan kelas atas. Bentuk nyata adanya kebijakan kelas atas untuk mencapai kebutuhan dan kepentingannya adalah dominasi dan penindasan terhadap orang-orang yang tergolong dalam kelas bawah. Kelas bawah yang terdiri dari orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang rendah serta tanpa adanya kepemilikan modal, cenderung akan tunduk pada segala perlakuan yang ditujukan padanya, terutama oleh golongan kelas atas. Karena semua aktivitas yang dilakukan oleh golongan kelas bawah cenderung mengandalkan kekuatan fisik saja, maka mereka lebih mudah dieksploitasi oleh orang kelas atas. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, secara otomatis kekuatan dan wewenang kelompok bawah juga terbatas dan bahkan tidak ada sama sekali. Pekerjaan dan penghasilan buruh begitu dieksploitasi oleh para pemilik perusahaan (golongan atas). Banyak perusahaan yang mengharuskan para buruhnya untuk bekerja keras tanpa mengenal batas-batas kemanusiaan, sedangkan tingkat kesejahteraannya tidak begitu diperhatikan.

Perlunya Sistem Pelapisan Masyarakat

Setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada posisi tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota. Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan si individu, dan sesuai pula dengan kemampuannya, maka persoalannya tidak akan terlalu sulit untuk diselesaikan. Tetapi kenyataan tidaklah demikian. Kedudukan dan peranan tertentu memerlukan kemampuan dan latihan-latihan tertentu. Pentingnya kedudukan dan peranan tersebut juga tidak selalu sama. Oleh karena itu masyarakat harus menyediakan beberapa macam sistem pemberian penghargaan sebagai pendorong agar setiap individu mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan posisinya dalam masyarakat. Penghargaan dapat berupa insentif di bidang ekonomi, estetik atau mungkin juga secara simbolik.

Referensi:

Piritim. A Sorokin . 1970. Social and Cultural Dynamics: A Study of Change in Major Systems of Art, Truth, Ethics, Law and Social Relationships. Boston. Extending Horizons Books.

Soekanto, Soerjono. 1992. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta. Rajawali Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun