Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Cerpen | Vriendschap

7 September 2017   10:12 Diperbarui: 7 September 2017   11:50 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mas, jangan bicara seperti itu!" Wanita  yang berada ditengah dua pria menegur. "Nanti aku panggil dokter Weng Zi ke sini untuk menolong mas Danu."

"Hai,, Qi di mana dia?" Batara yang sudah berjalan agak jauh, bertanya dengan tenang pada gadis yang seharusnya mengantarnya pada pasien yang ia bicarakan tadi. Pria tinggi itu tak peduli dengan kata-kata pria yang lebih pendek darinya, Walau kata-kata itu untuk menghinanya. Yang ia pikirkan adalah apakah ia bisa menolong orang yang di bawa sahabat baiknya itu, atau ia akan berkata kejam lagi seperti tadi?

"Ah, dia ada di barat, di tenda ke 3. Aku antar Raden Batara?"

"Tidak usah, kau panggil dokter lain ke sini saja." Batara berjalan ke  arah barat lapang yang penuh dengan orang terluka, perawat dan mayat yang belum dipindahkan. Ini adalah garis belakang medan perang yang digunakan palang merah untuk menarik pejuang yang terluka dengan pasukan rakyat tionghoa, palang biru yang bertugas untuk ke garis depan dan menarik para pejuang ke garis belakang.

Ini adalah perang untuk bertahan, tapi ia tak suka. Ya, Tak seorang pun suka perang namun baginya lebih berat. Ayahnya adalah seorang keturunan bangsawan, ia memiliki gelar bangsawan maka Batara bisa sekolah di sekolah Belanda di tambah ibunya adalah anak dari Belanda. Kakeknya adalah Belanda, nenek dari ibu Jawa asli. Itulah kenapa  tubuhya lebih tinggi dari orang jawa lain, juga wajahnya sedikit keeropaan.

Itu membuatnya sulit diterima warga lokal. Ia diragukan, waktu kecil juga sering diejek oleh anak-anak di  sekitar rumah neneknya. Ia juga diejek di sekolah karena batara adalah warga lokal, walau tidak seratus persen.

Hidupnya adalah buah simalakama.

"Xiao Qi!" Batara menyapa seorang prajurit yang memakai seragam berbeda dengan pejuang lain. Seorang pemuda bertubuh kecil tapi berotot, wajahnya sangat oriental, matanya seperti garis lurus. Batara tak yakin apa dengan mata segaris itu bisa melihat dengan baik?

Qi, tersenyum saat tahu Batara datang, "Hai, Dokter Batara." dahi Batara sendiki mengerut, ia tak suka saat sahabat baiknya itu menyebut gelarnya. Lagi pula itu hanya untuk mengejek, balasan karena memanggilnya Xiao, yang aslinya digunakan untuk orang yang lebih tua pada anak-anak.

"Mana pejuang yang kau bawa?" pemuda tinggi itu bertanya ketika ia sudah berhadapan dengan Qi.

Qi menujuk ke arah dalam tenda dengan ibu jarinya. "di bangsal 4, ayo. Kelihatnya cuma tertembak di paha tapi  darahnya banyak sekali keluar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun