Mohon tunggu...
Hazimah
Hazimah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jembatan Keledai

23 Mei 2024   22:53 Diperbarui: 24 Mei 2024   21:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sudah ya, Ma," Lila menyingkirkan susunya yang masih tersisa setengah.

Mama yang sedang mengoleskan selai cokelat ke roti memandangnya heran. "Tadi rotinya enggak habis. Sekarang susunya jugaa," Keluh Mama.

Lila memaksakan senyum, "Perutku sudah enggak muat lagi nih Ma."

Mama menghela napas maklum. Dia tahu, Lila hari ini akan ulangan matematika. Lila jika mau ulangan selalu begitu. Nafsu makannya mendadak seperti hilang. Untungnya setelah ulangan, nafsu makan anak semata wayangnya itu akan kembali seperti biasa.

"Ya, sudah. Nih, bawa roti buat bekal saja, ya. Nanti kalo udah selesai ulangan, kamu bisa makan." Bujuk Mama.

Lila mengangguk lemah. Pikirannya benar-benar tersita ke ulangan nanti.

"Kamu kan sudah belajar semalam," Celetuk Kak Ai di hadapannya.

Mama tersenyum maklum sambil mengangkat bahu "Lila gitu, lho. Dia memang selalu kayak gitu kalo mau ulangan."

Lila mengangguk membenarkan. "Iya, aku sudah berusaha. Tapi kok rasanya, susah jadi juara kelas, ya."

"Kamu sudah bagus Loh, La. Sudah lima besar. Kan, sudah lumayan. Iya, enggak?" Mama mengingatkan.

"Betul La." Sahut Kak Ai mengiyakan.

Kak Ai adalah sepupu Lila dari Bogor. Ia baru saja datang semalam. Kabarnya, sepupunya ini baru saja mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Nah, sebelum berangkat, ia mau sekalian pamit dulu kepada Mama dan Papa Lila.

"Waktu SD, malahan kakak nggak masuk sepuluh besar di kelas," lanjut Kak Ai. "Tapi sesudah punya mantra ajaib, baru deh..."

"Hah... mantra ajaib? Mau dong, Kak!"

Kak Ai tersenyum. "Nanti siang ya. Kamu sekarang kan, harus ke sekolah."

"Tapi kan, aku butuhnya sekarang, Kak." Kata Lila tak sabar.

Mama dan Kak Ai tersenyum melihat tingkah Lila.

"Nah, sekarang ilmu pembukanya dulu. Sebelum ulangan Tarik napas. Tenang. Katakan aku bisa. Jangan lupa berdoa. Itu dulu, deh." Urai Kak Ai.

Lila mendengarkan baik-baik perkataan sepupunya itu. Dia menarik napas panjang dan tersenyum.

Ting... tong...

"Nah, itu pak Mamat dah datang," Mama mengingatkan.

"Sampai nanti, ya Kak!" Lila melambaikan tangan sambil berjalan santai menuju mobil jemputannya.

***

Pulang sekolah, Lila memeriksa kamar tidur tamu di lantai atas. Kosong. Sepertinya Kak Ai belum pulang.

"Yah, gimana dong. Padahal aku mau menagih janji mantra Kak Ai." Gumamnya. Dia teringat, dua hari lagi dia akan melaksanakan ulangan IPA.

Akhirnya, Lila duduk saja di meja belajarnya. Dia berusaha untuk berkonsentrasi, tapi rasanya masih banyak hal yang belum bisa dihafalnya dengan baik.

"Sim salabim! Abrakadabra!"

Lila gelagapan. Dicarinya sumber suara tadi. Loh, kenapa Kak Ai sudah berpakaian seperti Aladin gitu?

"Nah, minum!" Kak Ai menyodorkan segelas air. Warnanya kelabu, keruh, seperti air selokan. Tapi yang ini lebih kental.

"Apa ini Kak?" Lila mengernyit muka menerima gelas itu. Didekatinya ke hidung, huek... baunya nggak enak. Dia pun spontan menjauhkannya dari hidung.

"Ayo," desak Kak Ai.

"Huk, huk..." belum juga air terminum, Lila terbatuk. Gelagapan mencari udara segar.

Lila masih terus terbatuk. Kak Ai membantu menenangkannya. Tapi... ah sepertinya aku tadi bermimpi, bisik Lila dalam hati.

Dia memperhatikan sepupunya itu. Tidak ada lagi baju Aladin seperti yang dikenakannya tadi.

Cukup lama Lila terbatuk, sebelum akhirnya bisa menenangkan diri. Sepertinya tadi ia tertidur lalu terbangun sampai dia jadi terbatuk,

"Bagaimana?" tegur Kak Ai.

Lila tersipu malu. "Ayo, Kak. Katanya mau mengajarkan aku mantra." Lila mengalihkan perhatian.

"Oke, mana yang mau kamu hafalkan?" Kak Ai membalik buku di hadapan Lila. "Sains memang banyak hafalannya, ya?"

"IPS juga Kak. Bahasa apalagi. Ah, semuanya deh. Mungkin Cuma matematika yang tidak. Eh... tapi enggak juga, sih. Menghafal satuan, itu aku juga masih sering tertukar." Serentetan kalimat berhamburan keluar dari mulut Lila.

Kak Ai tersenyum menanggapi.

"Ini nih, Kak." Lila menunjuk halaman buku yang akan dihafalnya. "Aku dari tadi nggak bisa kehafal alat-alat ekskresi pada manusia."

Lila memang merasa kesulitan. Ada saja hafalan yang tertinggal. Paling sering yang ketinggalan itu hati. Menurutnya,mengingat kulit, ginjal, dan paru-paru lebih mudah karena bisa dibayangkan sehari-hari.

"Pahaku gatal." Terdengar suara dari Kak Ai.

Spontan, Lila melihat ke kaki Kak Ai. Katanya gatal, tapi kok, tidak digaruk. Dia hanya memperhatikan buku yang dibuka Lila. Tak terlihat kalau pahanya memang gatal.

"Apa Kak?" tanya Lila bingung.

"Pahaku gatal," jawab Kak Ai singkat.

"Digaruk dong, Kak. Mungkin tadi digigit nyamuk. Tetapi memakai celana setebal itu, kok masih bisa digigit nyamuk ya?" Lila heran melihat celana jeans tebal yang sedang digunakan Kak Ai.

Kak Ai menoleh menatap Lila. Sepertinya, dia kebingungan mendengar ucapan Lila. Tangannya bergerak menunjuk halaman buku yang terbuka.

"Ini lho, PAru-paru, HAti, KUlit, dan GinjAL bisa disingkat jadi PAHAKU GATAL." Urai Kak Ai.

Awalnya Lila tak mengerti. Untunglah kakak sepupunya itu mengulanginya sekali lagi. Ternyata membuat singkatan dari beberapa hal yang akan dihafal bisa memudahkan dalam menghafal.

"Oh, jadi itu mantranya!" seru Lila senang. Ia kini mengerti apa yang dimaksud dengan mantra ajaib oleh Kak Ai.

Kak Ai lalu memberikan contoh-contoh mantra ajaib lainnya seperti mantra MEVEBUMAJUSAUNEP untuk urutan planet. Ada juga mantra MEJIKUHIBINIU untuk warna-warna yang ada pada pelangi.

Ternyata, setiap orang bisa menciptakan mantranya sendiri-sendiri. Tidak harus sama dengan orang lain. Yang penting, kita mengerti apayang disingkat dan bisa memudahkan untuk menghafal dengan baik. Cara ini juga dikenal sebagai jembatan keledai.

"Memangnya mana keledainya, Kak?" celetuk Lila.

"Entahlah. Tapi yang penting cara ini bisa membantu kita menghafal apa pun dengan lebih mudah."

"Asyik. Aku mau ah, bikin mantra yang banyak. Supaya aku bisa menjadi juara kelas." seru Lila senang.

Oleh : Alifa Ghinayatul At Silah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun