Dia memperhatikan sepupunya itu. Tidak ada lagi baju Aladin seperti yang dikenakannya tadi.
Cukup lama Lila terbatuk, sebelum akhirnya bisa menenangkan diri. Sepertinya tadi ia tertidur lalu terbangun sampai dia jadi terbatuk,
"Bagaimana?" tegur Kak Ai.
Lila tersipu malu. "Ayo, Kak. Katanya mau mengajarkan aku mantra." Lila mengalihkan perhatian.
"Oke, mana yang mau kamu hafalkan?" Kak Ai membalik buku di hadapan Lila. "Sains memang banyak hafalannya, ya?"
"IPS juga Kak. Bahasa apalagi. Ah, semuanya deh. Mungkin Cuma matematika yang tidak. Eh... tapi enggak juga, sih. Menghafal satuan, itu aku juga masih sering tertukar." Serentetan kalimat berhamburan keluar dari mulut Lila.
Kak Ai tersenyum menanggapi.
"Ini nih, Kak." Lila menunjuk halaman buku yang akan dihafalnya. "Aku dari tadi nggak bisa kehafal alat-alat ekskresi pada manusia."
Lila memang merasa kesulitan. Ada saja hafalan yang tertinggal. Paling sering yang ketinggalan itu hati. Menurutnya,mengingat kulit, ginjal, dan paru-paru lebih mudah karena bisa dibayangkan sehari-hari.
"Pahaku gatal." Terdengar suara dari Kak Ai.
Spontan, Lila melihat ke kaki Kak Ai. Katanya gatal, tapi kok, tidak digaruk. Dia hanya memperhatikan buku yang dibuka Lila. Tak terlihat kalau pahanya memang gatal.