Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kemerdekaan Nelayan dalam Perspektif Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

25 Agustus 2023   07:26 Diperbarui: 25 Agustus 2023   16:41 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://oceanofish.com

Tujuh puluh delapan tahun silam tatkala Indonesia memproklamasikan diri sebagai bangsa yang merdeka tentu dengan harapan bahwa selanjutnya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri secara ekonomi, berkepribadian secara kebudayaan, dan memiliki kedaulatan secara politik serta kesejahteraan masyarakat. 

Bung Karno senantiasa mengatakan bahwa kemerdekaan adalah gerbang emas menuju kesejahteraan masyarakat. Hal senada juga disampaikan oleh Bung Hatta bahwa Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat.

Pesan proklamator kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan pesan tentang hakekat sebuah kemerdekaan suatu bangsa untuk itu sebag bangsa, kita harus terus berupaya  memperjuangkan hadirnya kebahagiaan, kemakmuran, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,  karena kemerdekaan tanpa kesejahteraan rakyat sevara menyeluruh adalah sebuah hal yang sia-sia. 

Nelayan sebagai masyarakat yang hadir dan hidup dalam bingkai kehidupan sektor kelautan dan perikanan adalah obyek dari usaha bangsa Indonesia mewujudkan kemerdekaan secara utuh dalam sektor tersebut

Semua tahu bahwa sektor kelautan dan perikanan merupakan sektor yang sangat besar dengan segala potensi yang ada tentunya selain sebagai sektor pendongkrak ekonomi sektor ini juga harus mampu mensejahterakan masyaraklat khususnya nelayan. 

Pemerintah saat ini menggulirkan sebuah kebijakan yang mengatur tata kelola sub sektor perikanan tangkap yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan ikan terukur (PIT). 

Melalui kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT), Pemerintah sedang merancang era baru transformasi tata kelola perikanan tangkap yang muara dari semua itu adalah upaya mewujudkan komitmen untuk menghadirkan perlindungan terhadap nelayan kecil.  Kebijakan PIT memberikan ruang besar melalui keistimewaan hak akses pemanfaatan sumber daya dan pemberdayaan nelayan kecil dengan memberikan kemudahan administratif dan teknis.

Ada sebuah ungkapan yang lazim kita dengar yaitu tidak ada sebuah kebijakan yang bisa membahagiakan semua golongan, hal itu tentu berlaku pula pada kebijakan penangkapan ikan terukur yaitu munculnya arus besar kritik dan kekhawatiran publik, seperti skeptisme dampak kebijakan tersebut bagi perbaikan nasib nelayan kecil di tengah upaya penguatan industri perikanan tangkap yang sedang dilakukan oleh Pemerintah. 

Tentunya hal tersebut didasari dengan sikapa yang tidak menginginkan, nelayan kecil hanya menjadi penonton atau bahkan terpinggirkan di tengah upaya kita untuk memperkuat sektor perikanan tangkap dari hulu sampai hilir.

Kegelisahan tersebut dilihat dengan kaca mata besar oleh kebijakan PIT tersebut, jika kita membaca substansi pengaturan terkait dengan nelayan kecil di dalam Peraturan Pemerintah tentang PIT tersebut maka kita dapat melihat secara jelas semangat perlindungan nelayan kecil melalui berbagai 'privilege', seperti keistimewaan hak akses sumber daya ikan dan pemberdayaan nelayan serta serta kemudahan administratif dan teknis. Untuk itu kebijakan tersebut harus bisa dipahami secara komperehensif sehingga semua pihak mampu berperan dan berkontribusi untuk mendukung kebijakan tersebut sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja yang dimaksud dengan Nelayan kecil adalah orang yang memiliki mata pencaharian melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan kapal penangkap ikan maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan. 

Definisi tersebut merupakan salah satu perubahan yang cukup mendasar dari definisi nelayan pada Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009, dimana digunakannya frasa "maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap ikan", hal tersebut dapat membangun pemahaman baru bahwa nelayan kecil tidak diasosiasikan secara mutlak dengan kapal penangkap ikan.

Dari segi perizinan kebijakan PIT memudahkan para nelayan kecil. merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang menetapkan jenis usaha dari sisi penilaian tingkat bahaya, penilaian potensi terjadinya bahaya, tingkat risiko, dan peringkat skala usaha kegiatan usaha, maka nelayan kecil termasuk dalam kategori kegiatan usaha skala usaha mikro dengan parameter menggunakan kapal dengan ukuran kumulatif maksimal 5 GT atau tidak menggunakan kapal. Perizinan usaha yang dipersyaratkan adalah Nomor Induk Berusaha (NIB) dan sertifikat standar.

Pemahaman terkait perubahan terminologi hukum tersebut mendorong kita untuk dapat melihat secara jelas, siapa dan bagaimana penyelenggaraan perizinan untuk nelayan kecil, serta kepada siapa keistimewaan hak akses serta kemudahan administrasi dan teknis dalam penyelenggaraan kebijakan tersebut diberikan. Keberpihakan tersebut harus jelas mengarah pada siapa dan bagaimana mengawal kebijakan tersebut agar tetap berada pada jalur yang tepat yaitu sebuah upaya mensejahterakan nelayan kecil.

Sumber: https://oceanofish.com
Sumber: https://oceanofish.com

Upaya Pemberdayaan Nelayan

Penangkapan ikan terukur merupakan kebijakan yang memberikan keistimewaan hak akses pemanfaatan sumber daya perikanan kepada nelayan kecil di tengah upaya pemerintah untuk mengatur pemanfaatan sumber daya ikan agar tetap lestari.

Keberpihakan terhadapa nelayan kecil tersebut dapat dilihat dari izin memanfaatkan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Terbatas, keleluasaan beroperasi antar zona penangkapan ikan dan daerah penangkapan ikan. 

Dimana Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Terbatas adalah Daerah Penangkapan Ikan yang diperuntukkan bagi ukuran kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan, dan/atau waktu tertentu (Pasal 1 angka 5). Tujuan dari penetapan DPI terbatas adalah untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan di suatu wilayah yang karena kondisi tertentu sehingga memerlukan intervensi melalui pembatasan pemanfaatan.

Nelayan kecil menjadi salah satu yang diizinkan melakukan pemanfaatan DPI terbatas selain kegiatan penangkapan ikan bukan untuk tujuan komersial yang dilakukan oleh orang, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah hal tersebut bisa dilihat dalam ketentuan pada Pasal 4 ayat (1).

Pemanfaatan DPI Terbatas oleh nelayan kecil ini dapat dimaknai sebagai bentuk pengakuan terhadap hak-hak nelayan kecil yang secara tradisional sudah melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah DPI Terbatas tersebut. 

Dalam konteks ini, Pemerintah berniat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan DPI terbatas yang perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, dengan hak pemanfaatan oleh Nelayan Kecil.

Kebijakan PIT membagi zona penangkapan ikan menjadi 6 zona yaitu Zona 01 (WPP 711), Zona 02 (WPP 716 dan WPP 717), Zona 03 (WPP 715, WPP 718 dan WPP 714), Zona 04 (WPP 572 dan WPP 573), Zona 05 (WPP 571) dan Zona 06 (WPP 712 dan WPP 713). 

Dalam konteks zonasi penangkapan ikan, Nelayan kecil juga diberikan keleluasaan melakukan penangkapan ikan antar zona penangkapan ikan karena tidak dibatasi di satu zona penangkapan ikan terukur sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1). Keleluasaan tersebut menjadikan Nelayan Kecil sebagai armada penangkapan ikan yang bisa bergerak antar satu zona penangkapan ikan ke zona penangkapan ikan yang lain.

Selain itu, kebijakan PIT juga memberikan akses nelayan kecil pada Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di atas 12 mil laut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat (2). Lazimnya, kapal yang diizinkan beroperasi di atas 12 mil laut merupakan kapal penangkap ikan di atas 30 GT. 

Dalam hal ini Pemerintah memberikan ruang besar bagi nelayan kecil, namun hal tersebut juga harus dibarengi dengan pengaturan serta penerapan standar kelaikan teknis agar aspek keselamatan nelayan kecil dapat tetap terjamin ketika beroperasi antarzona, atau bahkan di atas 12 mil laut.

Kebijakan PIT merupakan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota. Dalam konteks kuota penangkapan Nelayan kecil mendapat keistimewaan hak akses sumber daya ikan, dengan adanya konsentrasi usaha pemberdayaan dan perlindungan terhadap nelayan kecil. 

Hal tersebut dapat dilihat pendekatan ekonomi kerakyatan yang didorong melalui koperasi serta kewajiban Pemerintah sebagai fasilitator bagi nelayan kecil, sebagaimana diatur pada Pasal 8 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (3). Hal tersebut merupakan usaha pemerintah dalam upaya penguatan ekonomi kerakyatan dan peningkatan kesejahteraan secara kolektif, dimana Pemerintah berupaya memberdayakan nelayan dalam suatu sistem ekonomi berdikari melalui koperasi.

Pemberian kuota terhadap nelayan kecil dimandatkan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (9) dan Pasal 9 Ayat (8). Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi pemberian kuota industri kepada nelayan kecil, dan kuota Nelayan Lokal kepada orang perseorangan yang merupakan Nelayan Kecil. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kehadiran negara untuk memastikan Nelayan Kecil mendapatkan ruang yang memadai dalam pelaksanaan kuota penangkapan ikan terukur.

Permudah Akses Administratif dan Teknis

Kebijakan penangkapan ikan terukur adalah keseriusan Pemerintah dalam upaya memberikan kemudahan akses pelaku usaha pada aspek administratif dan teknis penangkapan ikan melalui pembebasan segala bentuk pungutan perikanan dan pemasangan sistem pemantauan kapal perikanan, serta fleksibilitas untuk mendaratkan di sentra nelayan.

Pasal 13 Ayat (2) memberikan pembebasan nelayan kecil dari segala pungutan perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah sangat memahami konsepsi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak selayaknya dijadikan objek pungutan perikanan oleh negara, selain itu ini penting dilakukan dalam kerangka perlindungan terhadap nelayan kecil. Nelayan kecil juga dikecualikan dari kewajiban untuk pemasangan dan pengaktifan transmitter Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Ayat (3). Pengecualian ini tentu diambil dengan berdasarkan pada pertimbangan teknis dan non-teknis secara matang.

Nelayan kecil juga diberikan kelonggaran dalam pelaksanaan kewajiban mendaratkan hasil tangkapan di Pelabuhan Pangkalan. Dimana dalam Pasal 18 pada ayat (1), Pemerintah memberikan kelonggaran bahwa kewajiban mendaratkan ikan di Pelabuhan Pangkalan bagi nelayan kecil dapat dilakukan di sentra nelayan. 

Adapun sentra nelayan ini sendiri dijelaskan sebagai lokasi pendaratan ikan yang belum memenuhi kriteria Pelabuhan Perikanan. Hal tersebut memperhatikan banyak pertimbangan, termasuk ketersediaan pelabuhan pangkalan yang cukup aman untuk armada kapal nelayan kecil serta sebaran armada nelayan kecil yang sangat luas sehingga akan sangat sulit apabila dikonsentrasikan di satu titik pelabuhan pangkalan.

Pemberdayaan sejalan dengan Pengelolaan Sumberdaya 

Pemberian keistimewaan kepada nelayan kecil dalam usaha memanfaatkan sumberdaya perikanan adalah wujud keberpihakan negara terhadap masyarakat. Program pemberdayaan sangat tepat dilakukan, namun hal tersebut juga harus mampu melihat secara komperehensif bahwa sektor kelautan dan perikanan juga harus memiliki andil yang besar bagi peningkatan ekonomi nasional untuk itu pemberdayaan nelayan harus sejalan dengan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan  terpadu.

Pertama, Pemberian akses penangkapan ikan nelayan kecil diwilayah DPI terbatas, liontas zona dan zonma diatas 12 mil harus memlalui berbagai tahapan kajian serta riset yang mendalam agar keistimewaan tersebut benar-benar bermanfaat buat masyarakat serta tidak terjadi permasalahan lain yang bisa mengganggu upaya pengelolaan perikanan. 

Semua pihak harus dilibatkan dalam proses pengelolaan perikanan khususnya yang berhubungan dengan akses penangkapan ikanm untuk nelayan kecil selain itu juga harus dipastikan keamanan usaha dan kemaanan kerja bagi nelayan kecil dengan pengaturan dan penerapan standar kerja yang tepat agar nelayan kecil bisa melakukan aktivitas penangkapan secara aman.

Kedua, Penyiapan wadah usaha, sarana dan prasarana yang memadai kepada nelayan kecil harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan kebutuhan nelayan kecil seperti pembentukan koperasi, atau kelompok usaha, intervensi pendidikan dan pelatihan baik terkait usaha maupun keselamatan kerja, serta fasilitas usaha yang menjamin kemanan kerja serta keberlanjutan usaha nelayan kecil.

Ketiga, terkait sistem pemantauan kapal nelayan kecil juga harus diperhatikan, dimana hal ini berhubungan dengan keistimewaan bahwa nelayan kecil tidak diwajibkan memasang transmitter SPKP. Kita harus memahami bahwa sistem pemantauan kapal perikanan tidak semata-mata terkait dengan aspek kepatuhan operasional saja. 

Banyak kepentingan tata kelola perlunya penerapan teknologi pemantauan kapal perikanan, termasuk untuk melihat bagaimana tingkat ekploitasi di zona penangkapan ikan terukur yang tentunya penting kaitannya dengan monitoring status kuota yang dimanfaatkan dan keberlanjutan pengelolaan kuota. 

Selain itu, dalam banyak kasus, sistem pemantauan ini juga menjadi salah satu instrumen yang cukup membantu untuk memberikan pertolongan dan tindakan lebih lanjut ketika kapal mengalami kondisi darurat di laut seperti kecelakaan, tenggelam, dan kondisi darurat lainnya.

Keempat, pemberian kemudahan nelayan kecil dalam mendaratkan ikan juga harus dibarengi sebuah upaya yang lebih terintegrasi terkait proses pendataan hasil tangkapan untuk itu dalam konteks pentingnya pencatatan data hasil tangkapan sebagai bagian dari pengelolaan kuota penangkapan ikan, menjadi penting tentunya untuk mengantisipasi potensi hasil tangkapan yang tidak dilaporkan (unreported fishing).

Kelima, Pengawasan dan pendampingan terhadap usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan kecil harus dilakukan secara menyeluruh dna terintegrasi hal ini untuk memastikan pemberian keistimewaan tersebut benar-benar dimanfaatkan oleh nelayan kecil, sertab sebagai upaya menjamin produktivitas nelayan kecil serta keseimbangan pengelolaan perikanan tangkan secara ekonomi dan ekologi.

Dengan berbagai kerangka hukum yang saat ini telah diatur dalam PP Nomor 11 tahun 2023, kita bisa melihat keseriusan pemerintah dalam upaya mengelola sektor perikanan secara komperhensif dengan fokus utama kesejahteraan nelayan serta meningkatkan kontribusi sektor perikanan  terhadap peningkatan ekonomi nasional. 

Tentunya hal penting yang perlu dilakukan adalah bagaimana mendesain kebijakanm turunan dari Peraturan pemerintah trersebut dalam peraturan teknis yang benar-benar mengawal upaya mensejahterakan nelayan dan meningkatkan pendapatan sektor kelautan dan perikanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun