Mohon tunggu...
Nasya Azzahra
Nasya Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengembangan Penulisan Cerita Rakyat Bermuatan Nilai Karakter Profil Pancasila

22 November 2024   10:35 Diperbarui: 22 November 2024   10:39 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Pendahuluan

Pendidikan dan pengembangan karakter bangsa yang terefleksi dari cerita rakyat, selayaknya tetap terdokumentasi dengan baik dan tetap menjadi bagian dari Pendidikan karakter bangsa. Pembentukan karakter bangsa sudah dengan tegas dimasukkan dalam nilai-nilai yang dianut masyarakat bahkan bagian dari falsafah hidup bagi bangsa. Melalaui falsafah Pancasila, nilai-nilai karakter ditonjolkan untuk menjadi pedoman hidup. Oleh sebab itu, ada tanggung jawab yang besar dalam pendidikan karakter dilakukan oleh kepedulian seluruh masyarakat pemilik budaya, salah satunya budaya berupa cerita rakyat.

Berkenaan dengan bentuk kepedulian mempertahankan karakter-karakter baik dan kepedulian mengembangkan program pendidikan karakter, bentuk kepedulian juga dapat melalui penguatan literasi. Salah satu kecerdasan dasar literasi adalah literasi budaya dan literasi kewarganegaraan. Penguatan karakter dalam rangka pendidikan karakter dapat dilalui dengan penguatan literasi budaya dan kewargaan. Literasi budaya /kewarganegaraan dapat diperkuat dengan mendengarkan atau membaca cerita-cerita rakyat. Selain itu, penguatan literasi budaya dapat dilakukan dengan program menuliskan kembali cerita rakyat. dengan demikian, dengan cerita rakyat yang dituliskan ulang, masyarakat mendapatkan kemanfaatan mengenal cerita rakyat, mengenal pendidikan karakter yang dibawa cerita rakyat, mengenal budaya yang terefleksi dari cerita rakyat, mengayakan literasi budaya dan kewarganegaraan yang tersirat dari cerita rakyat.

Dengan mewariskan cerita rakyat ke generasi berikut paling tepat dengan meliterasikan masyarakat dan siswa sekolah/mahasiswa dengan bacaan cerita rakyat. Bacaan cerita rakyat dapat dimunculkan dalam bentuk media audio visual dan teks.  Bentuk bacaan yang baik juga mengakomodasi langkah dan prinsip penulisan yang tepat.  Bacaan cerita ulang yang lahir dari cerita rakyat seperti cerita dongeng, cerita mite atau legenda, cerita petualangan, cerita fantasi, cerita fabel sama-sama memuat pendidikan karakter dan sama-sama mengandung literasi budaya yang kuat.

Menulis ulang cerita rakyat berupa teks cerita ulang (recount) tidak hanya tentang topik cerita tetapi berfungsi mengembangkan karakter tokoh, menonjolkan nilai-nilai kearifan masyarakat sebagai seting cerita, juga memasukkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan profil pancasila. Nilai karakter yang dimasukkan dalam penulisan cerita rakyat dapat berupa nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat global seperti karakter abad 21. Sementara nilai pancasila yang dimaksukkan dalam penulisan cerita rakyat mengacu kepada butir-butir Pancasila, yaitu nilai-nilai beriman bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berbhinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri (Kepmendikbudristek No.56/M/2022).

Sebagai sarana penguat literasi, cerita rakyat yang hadir dalam berbagai bentuk, seperti ceita ulang (recount), cerita pendek, dan cerita anak. Sementara bentuk teks cerita rakyat / folklore muncul dalam wujud cerita dongeng, cerita mite atau legenda, cerita petualangan, cerita fantasi, dan cerita fabel, yang masing-masing memiliki struktur teks pengenalan atau orientasi, masalah atau komplikasi, dan pemecahan masalah atau resolusi, juga memuat multiliterasi.

  • State of The Art

State of the Art penelitian ini, yaitu penelitian ini merupakan penelitian lanjutan berdasarkan kegiatan pengabdian masyarakat dengan melakukan pengenalan literasi di tingkat sekolah dan di tingkat masyarakat. Di tingkat masyarakat mengenalkan literasi baca/tulis surat resmi dan di kelompok lain mengenalkan literasi budaya/kewarganegaraan. Sementara, di tingkat sekolah melatihkan guru-guru literasi sebagai kecakapan hidup dasar dalam pembelajaran bidang studi dan di kelompok lain  melatihkan literasi numerasi  dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

Pengembangan penulisan cerita rakyat bermuatan nilai karakter tetap relevan untuk diterapkan pada mata kuliah Literasi dan Pengajaran BI. Kontribusi peneliti dalam riset akan dilakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta.

  • Metode Penelitian

Penelitian  ini  menerapkan  model  pengembangan ADDIE atau Analisys, Design, Development of Production, Implementation or Delivery and Evaluation. Cahyadi (2019: 37) menyatakan model pengembangan ADDIE berisikan sebuah kegiatan yang merealisasikan rancangan produk meliputi kegiatan membuat dan memodifikasi produk. Produk yang akan dibuat berupa modul digital yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik maupun pendidik.

Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini yaitu pertama, mengembangkan cerita pendek bermuatan nilai religius melalui pembelajaran berbasis masalah. Kedua, mendisimilasikan pengembangan penulisan cerita pendek bermuatan nilai religius melalui pembelajaran berbasis masalah.

Pada langkah analysis, peneliti melakukan penyebaran angket analisis kebutuhan untuk menganalisis kebutuhan  materi cerita ulang dari cerita rakyat Indonesia. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan mahasiswa dalam mengembangkan materi penulisan cerita ulang dari cerita rakyat yang bermuatan nilai karakter profil Pancasila.

Pada tahap design, rancangan pengembangan prototipe bahan ajar disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Prototipe mencakup materi cerita rakyat dengan penekanan pada integrasi nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, kreativitas, dan kemandirian.

Selanjutnya, tahap Development yang telah dirancang kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan mengacu pada temuan di tahap analisis. Prototipe ini dikembangkan dalam bentuk buku pedoman yang mencakup materi anadan panduan penulisan cerita rakyat. Setelah prototipe selesai, dilakukan validasi oleh pakar pendidikan untuk menilai kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikaan. Setelah melalui tahap pengembangan dan validasi, prototipe bahan ajar diuji coba di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Tahap ini melibatkan mahasiswa sebagai subjek uji coba untuk mengevaluasi kelayakan dan efektivitas bahan ajar. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil uji coba prototipe bahan ajar. Evaluasi ini melibatkan pengumpulan umpan balik dari mahasiswa dan dosen, serta analisis terhadap penggunaan bahan ajar dalam kegiatan belajar. Hasil evaluasi ini digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan bahan ajar sebelum diimplementasikan secara lebih luas.

  • Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dimulai dengan menstranskrip cerita rakyat seperti dongeng, legenda/mite, cerita petualangan, cerita fantasi, dan fabel. Selanjutnya, menganalisis struktur cerita rakyat tersebut seperti pengenalan/orientasi, masalah/komplikasi, dan pemecahan masalah/resolusi.

Desain (Rancangan)

Transkrip Cerita Rakyat / folklore

(Dongeng, Legenda/mite, cerita petualangan, cerita fantasi, fabel)

Struktur Cerita (Dongeng, Legenda/mite, cerita petualangan, cerita fantasi, fabel)

Pengenalan/Orientasi

Masalah/Komplikasi

Pemecahan masalah/ Resolusi

(Legenda/Mite)

Bitari (Cerita rakyat Bali)

(Pengenalan/ Orientasi)

Sejak dulu kala ada seorang anak yang berasal dari Desa Kalianget bernama I Jayaprana. Sejak kecil, dia sudah ditinggal keluarganya meninggal dunia karena bencana Grubug (musibah bumi). Dari kecil sudah jadi yatim piatu dan itulah yang membuat dia diambil oleh raja untuk dirawat di kerajaan yang bernama Lengkapura.

(Masalah/Komplikasi)

Setelah dewasa, I Jayaprana dibanggakan oleh raja karena sangat rajin dan memiliki wajah sangat tampan, serta sopan. Selanjutnya, raja ingin menjodohkan dengan selir-selir yang ada di kerajaan. Namun, I Jayaprana tidak mau karena umurnya belum cukup untuk menikah.

Singkat cerita, I Jayaprana justru menyukai anak raja bernama Ni Layonsari, tetapi raja tidak mau anaknya menikah dengan I Jayaprana. Akhirnya, raja punya niat ingin membunuh I Jayaprana dengan alasan I Jayaprana diberi tugas ke kerajaan lain bernama Celuk Trima. Namun, raja menugaskan patihnya, Patih Saunggaling, untuk membunuh I Jayaprana. Sebenarnya, I Jayaprana sudah mengetahui akan dibunuh atas perintah raja. Sesampainya di perjalanan, I Jayaprana meminta Patih Saunggaling untuk membuhnya karena dia merasa bersalah dan tidak punya dosa.

Sambil I Jayaprana menangis, Patih Saunggaling mencabut kerisnya dan menusuk I Jayaprana tepat di ulu hatinya. Namun, betapa kagetnya darah yang keluar dari tubuh I Jayaprana mengeluarkan aroma yang sangat harum dan semua yang mengikuti perjalanan bersama mereka merasa heran. Setelah mengetahui kematian I Jayaprana, I Jayaprana langsung dikubur atau dalam istilah Bali dibuatkan bambang (kuburan).

(Pemecahan/resolusi)

Setelah dikubur, Patih Saunggaling dan pengikutnya melapor ke Raja Lengkapura bahwa I Jayaprana sudah dibunuh. Rupanya berita tersebut terdengar oleh Layonsari dan membuat Layonsari mencari tempat dikuburnya I Jayapranan secara sembunyi-sembunyi. Layonsari mencari dan terus memanggil I Jayaprana seraya mengatakan ingin selalu bersama I Jayaprana. Kuburan I Jayaprana tiba-tiba terbelah dan Layonsari menjatuhkan dirinya ke dalam kuburan I Jayaprana. Kuburan I Jayaprana tertutup kembali seperti sebelumnya.

Kesimpulan akhir cerita dan pesan moral yang dapat dipetik adalah setiap perbuatan yang baik akan mendapatkan karma yang baik, begitu pula sebaliknya. Cerita ini juga memberikan gambaran bahwa derajat seseorang, baik kaya atau miskin, akan sama rata. Cinta sejati sampai maut memisahkan bagi Ni Layonsari dan I Jayaprana.

✓

✓

✓

Pengembangan

Realisasi Pengembangan Cerita Rakyat

Penulisan cerita ulang berlaku dengan mengalihwahanakan atau memparafrase cerita rakyat dengan tetep mempertahankan kronologis cerita. Selain itu, penulisan juga menambahkan nilai karakter profil Pancasila dengan cara memparafrase bagian satuan lingual (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang teridentifikasi sebagai muatan nilai karakter.

Lita' Sallemo 

(Cerita Rakyat Masyarakat Mandar Karya Syuman Saeha dan Hendra Djafar)

Menurut kisah yang ada, pada zaman dahulu tersebutlah kerajaan besar yang bernama kerajaan Binuang, salah satu kerajaan yang masuk dalam tujuh kerajaan di Pitu Ba'bana Binanga. Sedangkan kerajaan yang lainnya adalah kerajaan Balanipa, kerajaan Cendana, rajaan Banggae, kerajaan Pamboang, kerajaan Mamuju dan kerjaan Tappalang. Kerajaan Binuang dipimpin oleh seorang raja digelar To Makaka, suatu waktu raja ingin mengetahui kekuatan persatuan di seluruh kawasan kekuasaan To Makaka Binuang, wilayah mana yang paling kompak, seia sekata menjunjung tinggi rasa persatuan. Maka To Makaka mengadakan sayembara untuk mengetahui orang-orang paling kompak yang ada di wilayahnya. Masing-masing wilayah dipanggil untuk mengikuti sayembara, menguji wilayah yang paling kuat persatuannya. Wilayah barat, timur, selatan dan utara berkumpul di tempat yang telah ditentukan To Makaka Binuang.

Masing-masing penghuni wilayah memperlihatkan keunggulannya di hadapan To Makaka Binuang, yang pertama maju unjuk kebolehan adalah perwakilan dari wilayah timur. Setelah meminta izin pada To Makaka, sekelompok orang dari wilayah timur bersatu untuk memindahkan batu berukuran sangat besar dengan cara mengangkatnya bersama-sama, melihat aksi tersebut para hadirin bertepuk tangan. Giliran dari wilayah-selatan, penghuni wilayah selatan memberi hormat pada To Makaka kemudian dengan cepat berlarian masuk ke hutan. Beberapa saat mereka kembali ke hadapan To Makaka dengan membawa seekor babi sebagai hasil buruan mereka dalam waktu singkat, para hadirin kembali bersorak. Tiba saatnya orang-orang dari wilayah timur untuk memperlihatkan kemampuannya, mereka langsung menyelam ke dalam sungai untuk menangkap ikan, setelah mendapat ikan mereka membakarnya dan membagikan ikan itu secara rata pada setipa orang. Para penonton kembali berdecak kagum. Akhirnya tiba giliran penghuni wilayah barat, setelah memberi hormat pada To Makaka orang-orang dari wilayah barat ingin pula memperlihatkan kebolehannya. Tetua dari wilayah barat memberi perintah pada orang-orangnya untuk berkumpul di bawah pohon pinang yang tinggi. Tetua memberi peringatan pada kerabat-kerabatnya yang datang dari wilayah barat.

"Pohon pinang ini akan saya tebang, pada saat pohon pinang ini jatuh, kalian harus menadahnya, jangan sampai pohon pinang ini rebah ke tanah. Kalian paham?" Kata tetua dari wilayah barat.

"Kami paham". Orang-orang dari wilayah barat bersorak siap untuk melaksanakan perintah.

Pohon pinang perlahan mulai ditebang oleh Tetua sedang orang-orangnya mengambil posisi berjejer di bawah pohon siap menadah pohon pinang yang akan segera tumbang, To Makaka dan para peserta turut tegang menyaksikan peristiwa heroik itu. Bunyi retak dari akar dan batang-batang pohon pinang jelas terdengar, semua hadirin bangun dari duduknya. Saat pohon hampir rebah, orang-orang dari wilayah barat benar-benar menadah pohon pinang itu dengan tangan kosong, menahan tubuh pohon agar tak menyentuh tanah. Para peserta dari wilayah lain beserta semua orang yang melihat peristiwa itu bertepuk tangan sangat kencang, 48 kagum dan ikut merasa lega telah menyaksikan bahwa tak ada satu pun korban cedera ditimpa pohon yang sengaja ditebang itu. To Makaka akhirnya mengumumkan pemenang sayembara.

“Aku mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian semua yang hadir dalam sayembara ini, telah memperlihatkan alangkah ringanya sebuah perkara bila kita kerjakan bersama-sama, alangkah mudahnya satu persoalan bila kita bersatu menyelesaikannya. Persatuan ini harus selalu kita jaga, mesti senantiasa ditanamkan pada anak-anak kita sebab dengan bersatu, tanah yang kita pijak ini akan terus melihat masa depannya. Nah, karena ini adalah sayembara maka tentu ada yang akan menjadi pemenang, maka aku umumkan yang keluar sebagai pemenang dan akan mendapatkan hadiah dariku adalah peserta sayembara dari wilayah barat" Semua peserta bertepuk tangan.

“Dengan ini, saya mengundang Tetua dari wilayah barat datang ke istana untuk menerima hadiah". Lanjut To Makaka. Berdasarkan undangan To Makaka, Tetua dari wilayah Barat akhirnya datang ke istana kerajaan Binuang. Tetua dipersilahkan berdiri tepat berhadapan dengan To Makaka.

“Baru kali ini aku menyaksikan orang-orang hebat seperti kalian, kehebatan kalian lahir dari satu hati yang menyatu, sudah sepantasnya aku memberikan hadiah" kata To Makaka yang sembari menyerahkan sesuatu dalam genggamannya.

“Ambil ini sebagai hadiah dariku. Ingat, hiduplah kalian di atas tanah ini" To Makaka memberi tanah segenggam pada Tetua dari wilayah barat yang diterimanya dengan suka rela. Sepulang dari istana kerajaan Binuang, Tetua memanggil orang-orang yang ada di wilayah barat untuk berunding.

 “Saudara-saudaraku, To Makaka Binuang telah memberikan kita hadiah berupa segenggam tanah ini" Kata Tetua sambil menunjukan tanah yang ada di dalam genggamannya.

“Melo'di aka lita' sallemo?" Seorang lelaki paruh baya nampak kurang sehat.

“Inilah maksudku memanggil kalian semua untuk merundingkan maksud To Makaka memberikan kita segenggam tanah ini" Jawab Terua.

“Mengapa To Makaka tidak memberikan beras yang banyak sebagai hadiah? Untuk apa tanah segenggam itu" Yang lain menimpali.

“Mungkin tanah itu adalah benda keramat, boleh jadi kalua tanah itu kita simpan akan berubah menjadi emas" Tambah seorang pemuda yang hadir dalam pertemuan itu.

“To Makaka mengambil tanah itu dari mana?" Tanya yang lain pula.

“Tanah ini sudah ada di istana saat To Makaka mengambilnya dan memberikannya padaku, To Makaka juga berpesan agar kita semua hidup di atas tanah segenggam ini" Tetua yang menerima hadiah dari To Makaka juga merasa kebingungan.

“Sepertinya To Makaka tidak menghargai kita. Bagaimana caranya kita semua bisa hidup dari tanah segenggam itu? Ini adalah penghinaan!"' Seseorang mulai tersulut amarah.

“Jangan berpikir panas, hanya pikiran dingin yang selalu mendapatkan hasil baik dan bijak" Tetua mencoba menenangkan suasana.

"Seharusnya engkau bertanya pada To Makaka untuk apa tanah segenggam ini" Yang lain ikut pula bicara.

 “Aku malu bertanya, karena aku berpikir To Makaka adalah manusia yang paling peduli pada rakyat, tentu saja hadiah yang diberikannya adalah salah satu bentuk kepeduliannya pada kita" Tambah Tetua.

“Baiklah, karena malam sudah semakin larut alangkah baiknya kalau esok kita lanjutkan perundingan ini lagi" Kata orang paling tua diantara mereka yang hadir. Akhirnya perundingan tidak membuahkan hasil, teka-teki tentang tanah segenggam yang diberikan To lakaka, tidak ada satu pun yang bisa memecahkannya. Sudah tujuh malam enam hari pertemuan untuk berunding dilakukan para Tetua dari wilayah barat.

“Jika malam ini kita belum bisa mendapatkan hasil untuk apa tanah segenggam ini di berikan pada kita, maka esok kita kembali ke istana untuk bertanya pada To Makaka maksud dan tujuan diberikannya tanah ini pada kita" Kata tetua membuka kembali perundingan pada malam ketujuh.

"Betul yang dikatakan Tetua, sebaiknya kita kembali ke istana untuk mendapatkan jawaban dari tanah segenggam ini" Beberapa orang membenarkan pendapat Tetua.

"Tunggu dulu! To Makaka memberikan segenggam tanah sebagai hadiah, lalu meminta pada kita untuk hidup di atas tanah itu" Seorang pemuda tiba-tiba angkat bicara.

"Betul, itu yang dikatakan To Makaka" Tetua membenarkan.

"Maksud dari To Makaka adalah lita' sallemo atau tanah segenggam itu kita hancurkan lalu kita berkeliling untuk menabur tanah itu hingga habis, itulah luas wilayah kita. Itulah tanah kita, tanah di mana kita bisa hidup di atasnya tanpa ada gangguan lagi, sebab To Makaka telah memberikannya pada kita" Pemuda yang sama menjelaskan buah pikirannya yang cemerlang. Semua yang hadir dalam perundingan itu kemudian tersadar bahwa lita'sallemo yang diberikan To Makaka, yang mereka perdebatkan manfaatnya, yang tadinya disangka sebagai bentuk hinaan justru hadiah yang sangat besar, jauh lebih besar dari sekadar segenggam tanah. Mereka akhirnya setuju dan sepakat untuk menaburkan lita sallemo itu sebagai ke beberapa daerah sebagai batas wilayah.

Setelah perundingan panjang yang berujung kesepakatan menaburkan lita' sallemo yang diberikan To Makaka Binuang, ditunjuklah beberapa orang yang bertugas untuk menabur tanah segenggam tersebut. Lita ' sallemo yang telah dihancurkan, ditaburkan pertama kali di daerah Kanang, melewati daerah yang hanya bisa dijangkau dengan menggunakan perahu, sebuah daerah dengan area perairan yang sangat dalam dan dianggap berbahaya, orang yang ditugaskan menabur tanah tersebut selalu merasa takut dan was-was  selama menaburkan tanah di daerah tersebut, Dalam Bahasa Pattae’ perasaan takut semacam itu disebut killing, Oleh sebab itu, daerah tersebut akhirnya diberi nama Killing.

Tiba di daerah Killing, orang yang ditugaskan menaburkan tanah dari lita' sallemo bergerak memutar menuju sebuah daerah baru. Karena telah berhasil melewati daerah perairan yang sangat dalam tanpa kendala apa pun, orang yang menaburkan tanah tak henti mengucap syukur sebab meninggalkan daerah Killing dalam keadaan tetap hidup. Dalam bahasa Pattae', hidup berarti tatuo. Itu jugalah yang menjadi cikal bakal penamaan daerah tersebut, daerah kedua yang ditaburi tanah diberi nama Tatuo. Sembari melanjutkan perjalanan, orang yang mengemban amanah menaburkan tanah hingga habis, bergerak menuju daerah pesisir. Perjalanan menuju daerah itu masih dilalui dengan menggunakan perahu, karena merasa lapar ia pun mengisi waktu sambil memancing. Setibanya di tempat tujuan, ikan hasil tangkapannya dibakar karena ia memang belum makan sama sekali. Orang itu pun sejenak beristirahat dan menyantap ikan bakar berteman angin laut yang membuatnya merasa sangai yaman, Daerah yang juga menjadi salah satu wilayah yang ditaburi tanah dari lita' sallemo itu akhirnya diberi nama Tonyaman, yang dalam bahasa Pattae' berarti perasaan nyaman.

Meninggalkan Tonyaman,rang yang diutus menaburkan tanah berjalan menuju daratan. Dalam perjalanan menaburkan tanah yang tersisa, orang tersebut harus melewati dataran tinggi dengan jurang yang dalam dan di bawahnya mengalir sebuah sungai. Dalam bahasa pattae' jurang yang dalam disebut sarambu sehingga nama daerah tersebut dikenal dengan nama Sarampu. Kemudian akhimya segenggam yang merupakan hadiah dari To Makaka Binuang habis ditaburkan hingga ke daerah pasar baru. Tanah segenggam dalam bahasa pattae'nya lita' sallemo. Konon, dari sinilah asal mula penamaan dusun Lemo yang ada di desa Kuajang kabuten Polewali Mandar

Kerangka Ide Cerita

Judul: Lita' Sallemo

Tema: Persatuan dan kebijaksanaan dalam masyarakat Mandar.

Alur Cerita:

Pengantar:

Zaman dahulu, terdapat kerajaan bernama Kerajaan Binuang yang dipimpin oleh Raja bergelar To Makaka.

Kerajaan Binuang adalah salah satu dari tujuh kerajaan di Pitu Ba'bana Binanga.

Permasalahan:

Raja To Makaka ingin menguji persatuan dan kerja sama di wilayah kerajaannya.

To Makaka mengadakan sayembara untuk menguji kekompakan antar wilayah.

Rangkaian Peristiwa:

Setiap wilayah menunjukkan keunggulan dan kerja sama mereka, seperti memindahkan batu, berburu babi, dan menangkap ikan.

Wilayah Barat unjuk kebolehan dengan menahan pohon pinang agar tidak jatuh ke tanah.

Klimaks:

To Makaka mengumumkan wilayah Barat sebagai pemenang sayembara dan memberikan hadiah segenggam tanah kepada mereka.

Hadiah ini membuat masyarakat bingung karena mereka tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan tanah segenggam tersebut.

Penyelesaian:

Setelah perundingan panjang, seorang pemuda mengusulkan bahwa tanah tersebut ditabur ke berbagai wilayah sebagai simbol batas wilayah yang sah.

Akhirnya, tanah segenggam itu ditaburkan di beberapa daerah, yang kemudian diberi nama seperti Killing, Tatuo, Tonyaman, dan Sarampu.

Penutup:

Tanah segenggam itu menjadi simbol persatuan, dan dusun Lemo dikenal sebagai asal mula nama Lita’ Sallemo.

Teks Cerita Rakyat Berdasarkan Struktur Cerita

Orientasi 

Pada zaman dahulu kala, terdapat kerajaan besar bernama Kerajaan Binuang, satu dari tujuh kerajaan di Pitu Ba'bana Binanga, yang dipimpin oleh seorang raja bergelar To Makaka. Kerajaan ini dihormati karena nilai-nilai persatuan dan kesetiaan yang dijunjung tinggi oleh rakyatnya. To Makaka, raja yang bijaksana, ingin menguji seberapa kuat persatuan yang ada di wilayah kekuasaannya.

Komplikasi

Suatu hari, To Makaka mengadakan sayembara untuk mencari wilayah paling kompak di kerajaannya. Setiap wilayah—timur, barat, selatan, dan utara—dipanggil untuk menunjukkan kemampuan mereka bekerja sama. Perwakilan dari masing-masing wilayah berusaha menunjukkan kekompakan mereka di hadapan To Makaka. Wilayah timur berhasil mengangkat batu besar bersama-sama; wilayah selatan menangkap babi hutan; sementara wilayah utara menangkap ikan di sungai dan membagikannya kepada semua orang.

Saat giliran wilayah barat tiba, mereka melakukan sesuatu yang luar biasa. Mereka menahan pohon pinang yang tumbang agar tidak jatuh ke tanah hanya dengan tangan kosong. Melihat keberanian dan kekompakan ini, To Makaka sangat kagum.

Resolusi  

To Makaka mengumumkan bahwa wilayah barat adalah pemenang dan memberikan hadiah segenggam tanah kepada mereka. Namun, masyarakat wilayah barat bingung akan makna hadiah tersebut. Mereka mengadakan perundingan untuk memahami makna dari segenggam tanah yang diberikan To Makaka.

Koda

Setelah diskusi panjang, seorang pemuda mencetuskan ide cemerlang: tanah segenggam itu adalah simbol batas wilayah mereka. Mereka sepakat untuk menabur tanah itu di wilayah-wilayah yang akan menjadi batas tanah mereka, seperti daerah Killing, Tatuo, Tonyaman, dan Sarampu. Dengan demikian, tanah segenggam itu menjadi simbol persatuan dan persahabatan antar wilayah di bawah naungan Kerajaan Binuang.

Bagian dengan Nilai Profil Pancasila

1. Kata/Frasa dengan Nilai Pancasila

      a. "Persatuan" - mencerminkan nilai Persatuan Indonesia.

      b. "Menjunjung tinggi rasa persatuan" - mengandung nilai Gotong Royong.

      c. "Satu hati yang menyatu" - mencerminkan Persatuan Indonesia.

2. Klausa dengan Nilai Pancasila

  1. "Alangkah ringannya sebuah perkara bila kita kerjakan bersama-sama"- menunjukkan nilai Gotong Royong dan Keadilan Sosial.
  2. "Mesti senantiasa ditanamkan pada anak-anak kita"- menunjukkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam pendidikan karakter yang berkelanjutan.
  3. "Hiduplah kalian di atas tanah ini" - menunjukkan Persatuan Indonesia dalam cinta tanah air.

3. Kalimat dengan Nilai Pancasila

  1. "Dengan bersatu, tanah yang kita pijak ini akan terus melihat masa depannya" - mengandung nilai Persatuan Indonesia.
  2. "Pikiran dingin selalu mendapatkan hasil baik dan bijak" - menunjukkan nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
  3. "To Makaka adalah manusia yang paling peduli pada rakyat" - menunjukkan nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

4. Paragraf dengan Nilai Pancasila

  1. Paragraf saat perundingan diadakan untuk menemukan makna segenggam tanah - mencerminkan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Gotong Royong.
  2. Paragraf saat pembagian tugas untuk menaburkan tanah - mencerminkan Persatuan Indonesia.
  3. Paragraf penutup, yang menjelaskan bahwa tanah segenggam itu menjadi simbol persatuan dan persahabatan antar wilayah, mencerminkan nilai Persatuan Indonesia dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

5. Nilai Profil Pancasila dalam Cerita

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa: Tampak dalam penghormatan terhadap raja sebagai pemimpin yang dipercaya dan dihormati.
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Terlihat dalam bagaimana setiap wilayah diberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan kekompakan mereka.
  3. Persatuan Indonesia: Sangat jelas dalam tujuan cerita ini, yaitu untuk menunjukkan betapa pentingnya persatuan.
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: Terlihat dalam cara masyarakat wilayah barat berunding untuk memahami makna hadiah yang diberikan.
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Terwujud melalui kesempatan yang diberikan kepada setiap wilayah dan bagaimana tanah segenggam tersebut menjadi simbol milik bersama yang menguntungkan semua.
  • Simpulan & Saran

Simpulan

Penelitian yang telah dilakukan menghasilkan produk berupa materi ajar teks cerita ulang (rekon) bermuatan nilai karakter profil Pancasila. Penelitian  ini  menerapkan  model  pengembangan ADDIE atau Analisys, Design, Development of Production, Implementation or Delivery and Evaluation. Model pengembangan ADDIE berisikan sebuah kegiatan yang merealisasikan rancangan produk meliputi kegiatan membuat dan memodifikasi produk. Produk yang akan dibuat berupa modul digital yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik maupun pendidik. Tahap analisis (analysis), dilakukan dengan melakukan penyebaran angket analisis kebutuhan untuk menganalisis kebutuhan materi cerita ulang dari cerita rakyat Indonesia. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan mahasiswa dalam mengembangkan materi penulisan cerita ulang dari cerita rakyat yang bermuatan nilai karakter profil Pancasila.

Tahap perancangan (design), pada tahap ini, rancangan pengembangan prototipe bahan ajar disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Prototipe mencakup materi cerita rakyat dengan penekanan pada integrasi nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, kreativitas, dan kemandirian. Rancangan dalam pengembangan ini, tersusun dengan langkah pertama adalah merekam cerita rakyat secara langsung dari penutur asli yang menjadi sumber utama cerita. Proses selanjutnya yakni menceritakan kembali cerita rakyat dalam struktur yang lebih terorganisir sesuai dengan struktur teks rekon, yaitu dengan menyertakan judul, pengenalan, rekaman kejadian, serta reorientasi yang menutup cerita.

Tahap pengembangan, pada tahap ini materi ajar yang sudah dikembangkan dilakukan uji validasi oleh ahli materi dan metodologi. Kualitas materi ajar cerita rakyat mendapatkan penilaian dari validator ahli materi sebesar 95% dan validator ahli metodologi sebesar 93% dengan kategori penilaian sangat baik/sangat layak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa cerita rakkyat bermuatan karakter profil pancasila berbasis penguatan literasi di sekolah 93% untuk diimplikasikan pada proses perkuliahan MK wacana di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan proses perkulihan Literasi di Prodi Magister Pendidikan Bahasa

Saran

            Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan berdasarkan saran berikut:

  • Pengembangan materi ajar bahasa
  • Pembelajaran yang menguatkan literasi
  • Pembelajaran berbasis multikultural
  • Pembelajaran yang menguatkan Profil Pancasila

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun