Mohon tunggu...
Nasokhili Giawa
Nasokhili Giawa Mohon Tunggu... -

Dosen STT Jaffray Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merawat Pernikahan Keluarga Kristen

25 Januari 2019   21:58 Diperbarui: 25 Januari 2019   22:16 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN       

Keluarga adalah organisasi yang terkecil yang dikehendaki oleh Allah. Allahlah yang membentuk keluarga (Kejadian 1:27; 2:18). Secara khusus Kejadian 2:18 Allah menyatakan dengan tegas bahwa "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia".

Di sini, perlu dibedakan pengertian antara penolong dengan "pembantu" (Ibr.: ezer: helper) yang sepadan (Ibr. neged: in front of, in sight of, opposite to tetapi suitable). Allahlah yang menyatakan tidak baik bila seorang diri saja (Ibr. bad: -- alone, separation, a part).

Dalam beberapa teks, penggunaan kata "lo tov" artinya, tidak baik, tidak membawa benefit/tidak beruntung, tidak sejahtera, tidak disenangi, tidak disetujui, tidak indah, tidak elok. Jadi, sejak permulaan, Allah tidak menghendaki kesendirian itu. Artinya, manusia harus menikah.

Allah menghendaki adanya keluarga (Suami-Istri-Anak-Cucu-Cicit) yang bertanggung jawab untuk menghadirkan generasi berkualitas berikutnya. Hanya saja, persoalan yang sedang kita hadapi sekarang adalah adanya keluarga Kristen yang tidak mengerti dengan benar tujuan dan fungsi (tupoksi) keluarga itu sendiri.

Konsekuensi kedangkalan memahami fungsi keluarga dimaksud menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga; terjadinya KDRT; terjadinya perceraian, disharmonisasi, dsb. Ironisnya, tidak hanya terjadi di kalangan keluarga yang belum percaya kepada Tuhan, tetapi justru terjadi di kalangan yang nota bene mengetahui dan mempercakapkan kebenaran.

Salah satu dari sekian informasi yang sedang kita hadapi saat ini menyebutkan bahwa tingkat perceraian di Indonesia semakin meningkat -- bahkan semakin mengkuatirkan.

Dalam pertemuan Menteri Agama dengan Aparatur Sipil Negeri di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah menyatakan keprihatinannya terhadap angka perceraian yang semakin meningkat setiap tahun. Beliau mengungkapkan bahwa salah satu pemicunya adalah adanya pergeseran makna dan nilai mengenai pernikahan itu sendiri.

Bulan September yang lalu ada yang merilis informasi tentang perceraian di beberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah Karawang. Disebutkan bahwa angka perceraian di Karawang dalam setahun terdapat 3.700 janda.

Hal yang menarik bahwa dari sekian banyak kasus, peningkatan angka perceraian itu, terdapat 70 persen adalah atas keinginan istri. Perceraian itu didominasi oleh usia pernikahan di bawah 5 tahun.[1] Karena itu, bagaimana kita menyikapi kondisi seperti ini? Bagaimana merawat pernikahan Kristen supaya langgeng? 

I.      MEMAHAMI TUJUAN ALLAH

Segala sesuatu di kolong langit ini ada maksud dan tujuan Allah; termasuk kisah penciptaan dan penyatuan manusia pertama, Adam dan Hawa menjadi suami-istri untuk mengelola alam semesta, ciptaan Allah (Kej. 1:28). Stevri Lumintang menyatakan bahwa pernikahan adalah ide mahakarya Allah.

Ide ini terwujud pada saat Ia menciptakan manusia menurut gambar-Nya dengan dua gender saja yakni laki-laki dan perempuan, kemudian mempersatukan dua gender ini dalam kesatuan monogamis untuk tugas rekreasi manusia dan revitalisasi semua ciptaan Allah yang lain (Kej. 1:26 pen). [2]

Pemikiran Stevri Lumintang tentang pernikahan menegaskan beberapa hal: Pertama, pernikahan adalah idenya/karyanya Allah; Kedua, pernikahan berkorelasi dengan keunggulan manusia sebagai ciptaan Allah yang mulia karena dicipta sesuai dengan rupa dan gambar Allah; Ketiga, manusia diciptakan dengan dua gender saja, yaitu laki-laki dan perempuan.

Artinya, tidak ada gender ketiga (gender kombinasi); Keempat, manusia dua gender ini disatukan menjadi satu kesatuan yang unik. Dengan alasan ini, manusia disebut menjadi satu daging. Injil Matius, Markus, dan Surat Efesus menegaskan kesatuan ini -- yang menyatakan bahwa "seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Kebenaran ini, tentu merujuk pada catatan Kejadian 1:26 dan 2:18.

Pernikahan yang langgeng merupakan kerinduan utama setiap pasangan suami-istri. Namun, perlu mendefinisikannya secara tepat. Bila tidak, akan berakhir dengan kekecewaan. Pasangan baru yang memiliki idealisme yang tinggi mesti berpikir logis dan realistis.

Terkait dengan tujuan pernikahan ini, Heuken sebagaimana dikutip oleh Julianto Simanjuntak, menegaskan, "Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan (happiness) seperti diangan-angankan banyak muda-mudi sebelum menikah, melainkan pertumbuhan (growth).

Kebahagiaan itu justru ditemukan di tengah-tengah perjalanan (proses) pernikahan yang dilandasi cinta kasih Kristus. Kalau tujuan kita menikah adalah bahagia maka pasangan kita akan kita peralat demi mencapai kebahagiaan itu." [3]

Secara teologis, pernikahan bertujuan untuk intimasi dengan Allah yang diwujudkan dengan saling mengasihi dan menguduskan. Dalam kaitan ini, Stevri berpendapat, "Memang, sebagaimana maksud dan tujuan tertinggi Allah menciptakan manusia adalah untuk menjadi teman sekutunya, demikian maksud dan tujuan tertinggi pernikahan adalan terjalinnya hubungan intim antara suami-istri dengan Allah. Hubungan intim Allah dan suami-istri menyatakan keistimewaan pernikahan Kristen. Dengan menjalin persekutuan yang intim, maka suami-istri mengenal Allah, sebagaimana arti mengenal adalah bersekutu, bersekutu berarti menjadi serupa dengan Dia."[4]

Lebih lanjut, Stevri menjelaskan bahwa "Intimasi antara suami-istri dengan Tuhan mendasari intimasi antara suami dengan istri. Dengan kata lain, hanya dalam konteks intimasi dengan Tuhan, maka suami-istri akan benar-benar dapat saling mengasihi, saling mengampuni, saling tunduk, saling menghormati, saling melayani, saling memberi, saling menguatkan, dan sebagainya akan terwujud."[5]

II.    MENGIDENTIFIKASI GANGGUAN PERNIKAHAN 

A.    Faktor Kuasa Kegelapan/Iblis

Dari Taman Eden di Perjanjian Lama, dilanjutkan ke Padang Gurun dalam Perjanjian Baru, dan diteruskan pada Zaman Now, Iblis menggunakan pendekatan yang sama yang saya sebut 3K (Keinginan Mata, Keinginan Daging, dan Keangkuhan Hidup).

Karena itu, keluarga Kristen perlu mengenali cara, pendekatan, dan strategi Iblis ini sehingga kehidupan rumah tangga tetap langgeng. Stevri Lumintang menyebutkan bahwa pernikahan Kristen juga adalah sangat berbahaya, karena pernikahan adalah arena peperangan rohani. Sasaran atau target serangan Iblis yang pertama dan terbesar dalam sejarah manusia adalah pernikahan.[6]

Lebih lanjut, Lumintang menyatakan bahwa Alkitab membukakan bahwa serangan pertama yang dilancarkan oleh Iblis kepada manusia bukanlah serangann terhadap anak-anak, bukan serangan terhadap komunitas umat Allah, bukan terhadap gereja, bukan terhadap lembaga pemerintahan, bukan juga terhadap bangsa dan negara, melainkan terhadap pasangan suami-istri atau lembaga pernikahannya. Iblis menyerang pernikahan keluarga pertama di dunia dengan memakai ular yang paling cerdik dan menyerang Hawa (Kej. 3:1).[7]

B.  Faktor Pohon Keluarga

Pohon keluarga sangat berpengaruh dalam proses merawat pernikahan keluarga; menjadi keluarga yang langgeng/bahagia. Perlu didasari bahwa setiap keluarga pasti mewarisi nilai-nilai yang dibangun dalam keluarga itu sendiri baik dari pihak suami maupun istri. Karena itu, setiap pasangan sepatutnya memastikan adanya pengetahuan yang memadai tentang pohon keluarga pasangan.

Hal-hal yang diwarisi dari keluarga, antara lain: bentuk fisik (postur), pola hidup sehari-hari, kesehatan, mental, spiritual, dsb. Bila kecenderungan dalam keluarga penuh dengan amarah, stress, komunikasi sarkastis, dst. relatif keturunannya juga akan mewarisinya. Apakah pohon keluarga yang rusak bisa dipulihkan?

Julianto Simanjuntak menjamin bahwa "pohon keluarga yang rusak bisa dipulihkan. Yang penting Anda bersedia memutuskan untuk tidak mengadopsi "buah busuk" dari generasi sebelumnya; kemudian mencangkokkan diri pada pohon yang baru. Kita harus berani mengamil keputusan untuk menjadi generasi yang memutus rantai dari kebiasaan lama."[8] 

III.   PEGANGAN TEOLOGIS-PRAKTIS PASANGAN SUAMI-ISTRI

Pasangan suami-istri perlu memiliki pegangan teologis-praktis yang kuat. Pegangan teologis-praktis yang kuat tersebut bertujuan untuk menghadapi kendala atau kemacetan dalam proses perjalanan berkeluarga. Ada 5 prinsip dasar teologis-praktis bagi pasangan suami-istri

[9]:

A.      Conviction (keyakinan)

Keyakinan adalah landasan pernikahan, dan di atas landasan yang kuat berdirilah pernikahan yang kuat. Pernikahan adalah bersatunya dua insan yang berbeda, bukan hanya jenis kelamin, melainkan berbeda dalam banyak hal. Bagi Julianto, hal ini dikaitkan dengan panggilan.

Ia menjelaskan bahwa setelah kelahiran baru, pernikahan adalah sebuah keputusan penting dalam hidup. Tuhan membentuk keluarga untuk suatu maksud mulia, menyelamatkan manusia berdosa. Tuhan menggunakan keluarga sebagai wadah memberkati manusia. Bukan semata untuk tujuan prokreasi atau melahirkan anak tetapi untuk menjalankan amanat budaya, memeliharan alam semesta.

B.    Covenant (Keterikatan)

Kalau keyakinan adalah landasan pernikahan, maka perjanjian adalah ikatan pernikahan. Allah yang merancang pernikahan dan rancangan-Nya adalah kekal dan sempurna. Julianto memperjelas bahwa Allah setia dalam segala janji-Nya. Allah setia menjaga perjanjian-Nya walau manusia gagal memelihara janji. Rencana-Nya tidak bisa digagalkan oleh manusia.

Kisah tentang Rut dan Boas mengajarkan banyak hal. Allah berjanji memelihara keturunan Abraham, hingga lahirnya Juruselamat. Mesti di antara keturunan Abraham dan Daud banyak yang gagal, tetapi rencana Tuhan itu tetap terlaksana. Ingatlah janji pernikahan

"Di hadapan Allah dan jemaat-Nya aku berjanji dan menyatakan menerima dan mengambilmu sebagai istriku/suamiku yang sah. Sebagai suami/istri yang beriman, aku berjanji akan memelihara hidup kudus denganmu, dan akan tetap mengasihimu pada waktu kelimpahan maupun kekurangan pada waktu sehat maupun sakit, dan tetap merawatmu dengan setia, sampai kematian/maut memisahkan kita".

C.     Commitment (Komitmen)

Pernikahan adalah perjanjian, karena itu, pernikahan menuntut komitmen atau tekad baik suami maupun istri. Bagi Stevri Lumintang, jantungnya pernikahan terletak pada perjanjian pernikahan. Julianto berpendapat bahwa komitmen dalam pernikahan jarang disinggung. Padahal, komitmen itu merupakan tiang cinta yang menopang rumah nikah.

Komitmen adalah perjanjian untuk melakukan sesuatu yang melibatkan seluruh aspek kehidupan, dalam suatu hubungan pernikahan seumur hidup, secara bersama-sama dan saling terikat, satu dengan yang lainnya. Elizabeth Achteimeier menyatakan bahwa pernikahan Kristen seharusnya mempunyai komitmen di dalam 6 hal, yaitu: komitmen total, menerima, eksklusif (jangan ada campur tangan orang lain -- makanya jangan bilang istri/suami kita, dsb), terus-menerus (usia, anak bukan penghalang), bertumbuh, dan berpengharapan.

D.   Contribution (Kontribusi)

Pernikahan tidak hanya sampai pada ikrar atau janji, melainkan mewujudkan ikrar tersebut dalam tindakan nyata. Julianto menjelaskan bahwa para ahli di bidang parenting sudah lama menemukan bahwa pola asuh dan berbagai kebiasaan dalam keluarga, diwariskan kepada anak-anak, dan kemudian cucu. Umumnya, cara berelasi ayah ke ibu dan sebaliknya, akan ditiru oleh anak-anaknya dalam keluarga mereka kelak. Proses ini disebut pembelajaran.

E.    Communication (Komunikasi)

Komunikasi adalah aspek yang penting dalam pernikahan, namun bukanlah yang paling penting seperti pendapat banyak orang. Komunikasi adalah proses menyampaikan informasi sehingga dapat dimengerti dengan tuntas. Stevri Lumintang memperjelas bahwa "inti komunikasi adalah jujur, komunikator pun harus jujur, dan cara mengkomunikasikannya adalah dengan jujur. Motif dari komunikasi adalah kejujuran."

  SIMPULAN

Sebagaimana telah disebutkan sejak awal bahwa Allah menghendaki pernikahan dan pernikahan itu harus langgeng. Hanya mautlah (Yun: Thanatos; hades; Ibrani: maweth, real of dead) yang memisahkannya. Untuk merawat pernikahan Kristen supaya langgeng diperlukan pemahaman yang benar dan kuat berkenaan dengan tujuan Allah bagi pernikahan itu sendiri.  Secara spesifik, hal-hal yang perlu dipastikan: Pertama, memahami tujuan Allah; Kedua, mengidentifikasi gangguan pernikahan; Ketiga, memiliki pegangan teologis-praktis sebagai benteng pertahanan yang kuat. 

 REFERENSI

Lumintang, Stevri Indra

      2016  Theologia Pernikahan Kristen di Tengah Krisis. Jakarta: Geneva Insani Indonesia/IThI.

Simanjuntak, Julianto & Roswitha Ndraha

      2008  Surat Izin Menikah (Cet. 2). Jakarta: LK3.

2012  Banyak Cocok -- Sedikit Cekcok, Jakarta: Yayasan PELIKAN.

Simanjuntak, Julianto dan Benjamin Utomo

      2017  Alasa-Alasan Mempertahankan Pernikahan, Jakarta: LK3.

https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2018..

Catatan Kaki:

[1]https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2018...

[2]Stevi Lumintang, Theologia Pernikahan Kristen di Tengah Krisis, Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2016, hlm. i.

[3]Julianto Simanjuntak, Surat Izin Menikah. Jakarta: LK3.

[4]Ibid., hm. 110.

[5]Ibid., hlm. 111.

[6]Ibid.

[7]Ibid., hlm. 14.

[8]Julianto Simanjuntak, Banyak Cocok -- Sedikit Cekcok, Jakarta: Yayasan PELIKAN, 2012, hlm. 80.

[9]Dirangkum dari tulisan/pemikiran Stevri Lumintang dalam bukunya, Theologia Pernikahan Kristen di Tengah Krisis, hlm. 167-185 dan tulisan Julianto Simanjuntak dan Benjamin Utomo dalam buku mereka, Alasa-Alasan Mempertahankan Pernikahan, Jakarta: LK3, 2017, hlm. 23-32.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun