Ramahan 2021 benar-benar berbeda, tanpa kehadiran istriku, tapi jadi awal perenunganku. Deraan kesedihan masih begitu kuat menggelayuti perasaanku, tapi aku bisa melihat keempat anakku yang masih membutuhkanku. "Ya, aku harus kuat, aku harus bisa melewati ini semua demi anak-anakku" Gumanku dalam hati berulang kali.
Meski demikian, ada satu yang tak bisa kupungkiri. Mentalku benar-benar rapuh saat itu. Jauh di lubuk hatiku ada rasa tak berdaya dan frustasi yang teramat dalam.Â
Aku sadar, aku masih hidup, masih bernafas, tapi rasa-rasanya seperti terpelanting dari langit yang sangat tinggi dan tak lagi kuasa untuk kembali berdiri. Â Â
"Inilah takdir ilahi, inilah yang harus terjadi. Saat ini ada ribuan orang mengalami peristiwa seperti ini, bahkan banyak di antaranya lebih buruk dari yang aku alami. Kali ini memang sedang terjadi bencana. Tak seorangpun tahu siapa yang dapat selamat dari prahara ini" Gumanku menghibur diri
Aku membayangkan serangan virus ini seperti hujan peluru di medan perang Irak, Suriah atau negeri-negeri yang dilanda konflik.Â
Tak seorangpun tahu siapa yang bisa selamat darinya dan siapa yang harus terluka dan mati. Begitulah berhari-hari, berminggu-minggu aku berjuang keras menenangkan diri, berjuang untuk mampu menerima kenyataan ini. Â
Hingga dua minggu setelah kematian istriku, aku tak mampu banyak bicara, bahkan sekedar menjadi imam shalat. Saat satu dua kata terucap dari mulutku, sudah pasti tangis kesedihan merekah dari dadaku.Â
Tenggorokanku langsung tercekat dan tangisanku langsung pecah begitu aku kumandangkan takbir untuk memulai shalat, hingga tak mungkin aku memimpin ibadah itu di depan orang.Â
Setelah dua minggu berlalu aku mulai bisa banyak bicara dan menjadi imam shalat kembali, tapi ada satu yang kurasakan sangat berat kurasakan yang mungkin tak seorangpun tahu, rasa frustasi. Ya, kepergian istriku membuat gairah hidupku benar-benar sirna. Jiwaku benar-benar hampa, kosong dan rasa-rasanya hidupku sudah selesai.
Hubunganku dengan istriku memang terbilang berbeda dari orang-orang yang aku kenal. Kedekatanku dengan istri selama ini tak ubahnya seperti sepasang kakak-adik, sahabat atau partner yang teramat dekat dan kompak.Â
Setiap hari kami menghabiskan banyak waktu untuk saling bercerita apa saja, saling bercanda hingga sama sekali tak ada rahasia antara kami berdua.Â