Mohon tunggu...
Naraya Syifah
Naraya Syifah Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Penggembala Sajak

Tidak ada yang istimewa dari Naraya Syifah, ia hanya seorang gadis kampung yang sederhana, putri sulung dari keluarga sederhana yang disimpan banyak harapan di pundaknnya. Ia memiliki kepribadian mengumpulkan sajak di pelataran rumahnya. Pernah tergabung dalam beberapa komunitas literasi dan alhamdullilah saat ini sebagai penggerak literasi di kabupaten Subang. Ia menjalankan komunitas Pena Cita bersama teman-teman sehobinya. Kecintaannya pada literasi menghantarkannya sampai di sini. Semoga awal yang baru ini dapat lebih mengembangkan tulisannya dan merubah hidupnya. Selain menulis ia juga tergila-gila dengan K-drama yang dapat menginspirasi nya dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Kisah Nyata) Ditinggal ke Pelaminan

6 Juli 2022   18:10 Diperbarui: 7 Juli 2022   12:25 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waalaikumsalam ... iya, Pak.

Jawabku lebih terdengar canggung karena tak tau kata apa yang harus kutulis untuknya. Percakapan itu terus berlangsung sampai kantuk mulai menyerang.

Selang beberapa lama, Pak Alif mengatakan jika ia ingin meminta waktu lebihku untuknya. Ternyata diapun dijerat rasa yang sama, dia mengatakan jika ia menyukaiku.

Aku yang tengah dimabuk cinta untuknya tetiba mendapat pernyataan cinta dari seseorang yang selama ini aku kagumi diam-diam, jantungku melompat-lompat kegirangan.

Aku tidak pandai menyembunyikan rasaku, bahwa saat ini ribuan kupu-kupu seperti tengah menggelitiki dadaku. Aku tak berhenti tersenyum karenanya, bahkan kubawa sampai ke dunia mimpiku. Aromanya masih bisa kucium.

Semenjak kami resmi menjadi sepasang kekasih, komunikasi kami semakin intens bahkan sesekali Pak Alif bertandang ke rumahku untuk berbincang dengan ayah dan ibuku. Namun hal itu tidaklah sering mengingat Pak Alif berdiam di salah satu pondok pesantren serta ada beberapa tanggung jawab yang diembannya di sana.

Perjalananku selama kurang lebih tiga tahun bersama Pak Alif berjalan mulus dan baik-baik saja. Meskipun kami tidak sering bertemu seperti pasangan yang lainnya. Beberapa hari setelah kelulusanku, Pak Alif kembali bertandang ke rumahku.

"Kemana Adek akan melanjutkan studinya?" tanyanya padaku.

"Entahlah ... aku masih belum tau," jujurku yang memang saat itu belum punya incaran sekolah manapun untuk mengisi perjalanan sekolah menengahku.

"Kalau memang belum punya ikut saja dengan Aa, Adek bisa sekolah di sana sambil belajar ilmu agama."

"Aa mau aku sekolah sambil mondok?" tanyaku ragu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun