Tidak! Zahra tidak berhak atas apapun tentangnya. Kenyataan itu menamparnya. Dan betapa menyebalkannya itu.
"Sudah kubilang, setiap orang yang dekat denganku selalu meninggalkanku," rutuk Zahra pada dirinya sendiri.
Hari-hari yang biasa ia lewati bersama lelaki itu ia tutup dengan tangisan. Kelak dia akan kembali membuka lembar kenangan itu jika dia rindu.
Empat tahun kemudian ....
Reyhan si lelaki egois yang dahulu meninggalkannya tanpa izin kembali datang dan masuk ke dalam hidupnya yang berantakan. Zahra menyambutnya ramah, menyuguhkannya kopi termanis, sepotong kue puisi kesukaannya dan mempersilakannya untuk duduk di kursi kesayangannya. Sampai tibalah masanya mereka menjelma menjadi kita yang bahagia.
Dia hadir membawa obat disaat Zahra sedang merintih kesakitan. Dia datang dengan segala perjuangannya meyakinkan Zahra yang sudah tak mempercayai siapapun lagi. Dia ... lelaki itu nekat mencuri gembok yang sudah lama Zahra sembunyikan agar tak ada siapapun yang berani masuk ke hatinya.
Siapa yang menyangka bahwa potongan puisi yang dihidangkan Rey setiap pagi, romantisme yang dipertontonkannya setiap hari, dan bacaan ayat rindu yang diperdengarkannya setiap malam mampu merubah hati Zahra.
Siapa yang menyangka bahwa Zahra, si gadis kacau itu akan tenggelam dalam lembaran-lembaran puisi indah yang ditulis lelaki itu. Sampai pada tahap ia harus membayar sendiri potongan-potongan puisi itu untuknya.
Latar belakang Rey yang tidak seberuntung Zahra justru membuat perasaannya semakin kuat. Entah empati atau berdasar pada cinta, Zahra akan memberikan materi apapun yang diminta Rey. Baginya, itu tak dapat dibandingkan dengan semilir senyum yang diberikan Rey dengan tulus di hidupnya.
Dalam waktu yang cukup lama, Zahra selalu dininabobokan nyanyian puisi yang didendangkan Reyhan untuknya lalu terbangun dengan buncahan kebahagiaan. Hingga suatu hari ia tersadar bahwa potongan puisi yang biasa ia makan ternyata berduri. Zahra tertusuk durinya. Ia kembali berdarah.
Sebuket mawar putih telah disiapkannya lalu disimpannya di kamarnya. Ia sengaja membelinya sebab teringat lelaki itu yang begitu menyukainya. Bandung -- Surabaya menjadi jarak yang sangat kentara untuk memulai perjumpaan. Namun menjadi hal yang sangat indah karena romantisme jarak itu cukup membuatnya menyimpan bulir-bulir rindu dalam keranjang hatinya.