Mohon tunggu...
Naraya Syifah
Naraya Syifah Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan Penggembala Sajak

Tidak ada yang istimewa dari Naraya Syifah, ia hanya seorang gadis kampung yang sederhana, putri sulung dari keluarga sederhana yang disimpan banyak harapan di pundaknnya. Ia memiliki kepribadian mengumpulkan sajak di pelataran rumahnya. Pernah tergabung dalam beberapa komunitas literasi dan alhamdullilah saat ini sebagai penggerak literasi di kabupaten Subang. Ia menjalankan komunitas Pena Cita bersama teman-teman sehobinya. Kecintaannya pada literasi menghantarkannya sampai di sini. Semoga awal yang baru ini dapat lebih mengembangkan tulisannya dan merubah hidupnya. Selain menulis ia juga tergila-gila dengan K-drama yang dapat menginspirasi nya dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Kisah Nyata) Temanku Guntur Sekolah

29 Juni 2022   19:28 Diperbarui: 2 Juli 2022   08:53 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: pinterest

Byurr!

Tubuhku kuyup saat sepasang tangan kekar itu menjatuhkan sebuah ember berisi air kotor melumuri seluruh wajahku hingga ke badanku. Aromanya masih kuingat hingga saat ini.

Sebegitu kotornyakah aku baginya? sebegitu nakalnyakah aku di usia itu hingga membuatnya murka?

Sebegitu bencikah dia padaku?

Aku mengunjungi seseorang yang biasa kupanggil ayah. Namun sosok itu malah membalas salamku dengan seember air bekas dan membuatku menangis meraung-raung di hadapannya. Jika ini mimpi, tolong bangunkan aku sekarang juga. Kenapa rasanya begitu sakit. Sangat sakit.

“Pergi saja sana! Untuk apa kamu di sini sekarang?” bentaknya padaku yang masih menangis.

Rintih tangisku malah semakin menjadi, sambil memeluk tubuh mungilku yang kedinginan. Aku seperti anak yang tak seharusnya dilahirkan di matanya. Aku bukan anak yang diharapkannya selama ini. Mengingat itu, hatiku semakin retak. Aku adalah seseorang yang dilahirkan ke dunia ini tanpa kuminta. Tanpa ku tahu alasan kenapa aku harus ada.

Dahulu ... aku mungkin jelmaan dari doa yang dipanjatkannya setiap malam sebelum wanita yang melahirkanku ke dunia ini pergi untuk selamanya.

Tujuh tahun yang lalu ... orang bilang wanita yang sudah ditakdirkan menjadi ibuku meninggalkanku tepat saat umurku menginjak tiga tahun. Kanker rahim telah mengambil dirinya dariku yang saat itu sangat kubutuhkan keberadaannya. Egoisnya, tidak ada seorang pun yang tau bahwa penyakit itu telah menggerogotinya begitu lama. Hingga akhirnya takdir membawanya jauh dari jangkauan tapuk mataku. Sejak saat itu pula lelaki yang kusapa ayah itu perlahan menjauh.

Lantas bagaimana dengan aku?

Apakah salahku kenapa ibu pergi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun