Mohon tunggu...
Dara Ginanti
Dara Ginanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Sampoerna University - The University of Arizona

A Beginner in Writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Fantasi - Andira dan Sebuah Awal (Mulanya Takhayul Bulan Suro Kalender Jawa)

13 September 2017   20:46 Diperbarui: 2 Maret 2018   14:05 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

17 April 2012

Sakura ini kembali mekar setelah dinanti - nanti, warna pink-nya tidak pernah bosan ditengok mata sepanjang hari. Aku duduk di ayunan itu menanti sang Suro dengan janjinya. Akankah aku kembali dari negeri Gingseng ini? Manusia berbadan tegap yang dinanti-pun akhirnya datang membawa sesuatu dibalik badannya, dia tersenyum dihadapanku kemudian duduk di batu dekat ayunan. "Ikutlah aku, pulanglah ke Indonesia," katanya lirih masih dengan tersenyum. Aku menatap wajah teduhnya, dia mengeluarkan tangannya dari balik badan dan membuka sebuah kotak kecil. Cincin dengan berlian kecil diatasnya.

"Biarkan aku yang memulai."

***

22 Oktober 2007

Trias Marwah Andira, tulisan itu bertengger dipojok kertas ulangan dengan nilai 20 yang baru saja dibagikan. Ya, itulah aku dengan seragam abu -- abu putih kumal menerimanya tanpa rasa menyesal. Pak Setyo kembali marah -- marah untuk yang kesekian kalinya padaku, dan aku duduk didepannya sambil korek -- korek kuping tak memperhatikan. Hingga akhirnya bel istirahat berbunyi, aku berdiri menggebrak meja. "Sudahlah pak, tidak usah ceramahi saya lagi!".

Aku melangkahkan kaki keluar kelas, bukan untuk ke kantin melainkan untuk keluar gerbang. Pergi ke tempat nongkrong adalah tujuanku saat ini. Tak butuh waktu lama, aku sampai masih dengan seragam sma, bertemu dengan para berandal lain. Seperti rutinitas, pencopetan dan pemalakan adalah yang dilakukan saat ini. Daripada buang - buang uang disekolah mempelajari hal - hal tidak penting, lebih baik cari uang dijalan buat tambah tambah uang jajan. Laki - laki dengan ransel hitam itu menjadi target kami selanjutnya, dari wajahnya kami bisa menduga bahwa dia adalah seorang mahasiswa. Pastilah dia punya uang jajan yang lumayan untuk kami para berandal cilik yang kekurangan uang. Aku dengan kelima kawan lainnya yang usianya lebih tua dariku itu menghadang sang laki - laki dengan optimisnya. Laki - laki lembek seperti itu pasti mudah dipalakin, begitu pikirku.

"Eh cupu, bagi kami duit dong," kataku pada sang lelaki dengan nada tidak sopan. Meskipun aku perempuan, tidak ada keraguan dibenakku untuk berkata kasar padanya. Jika dia melawan, tinggal lawan balik dengan basic dasar karateku yang sudah terlatih lama ini. Tak sulit menghajar seorang mahasiswa sepertinya, aku disini tersohor sebagai preman wanita yang kejam dan ditakuti. Meski usia muda dan seragam sma ini tidak mencerminkan seorang preman sama sekali, masyarakat sekitar telah mengenal siapa itu Trias Andira didunia luar.

"Saya tidak akan memberikan uang saya pada kalian, kalian pasti hanya akan menghambur - hamburkan uang itu!" Jawab sang laki - laki dengan berani.

"Tak tau kita siapa rupanya. Heh, kau orang baru disini? Belum tau siapa Trias Andira?" Jawabku sambil mendorong bahunya kebelakang. Kami mengelilingi sang laki - laki dengan tubuh tegapnya, kembali mengancam dan siap mengeroyok.

"Wanita malang yang tidak punya masa depan!" Jawabnya dengan nada suara yang lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun