Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Pilu Ayahku

28 Desember 2020   19:17 Diperbarui: 28 Desember 2020   19:25 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku jadi teringat saat ayah masih sehat, beliau hanya pulang saat lebaran, seolah hanya untuk menciumku,  memberiku uang. Sedangkan kepada ibu hanya memberi segepok uang tanpa berkata-kata. Itu pun ayah pulang selalu mengajak  anak-anak kecil. Katanya itu adik-adikku. Hanya itu. Ucapan yang dibenarkan oleh ibu, bahwa ayah memiliki isteri lain selain ibu. Isterinya bertebaran di dalam dan di luar negeri, sesuai dengan gajinya yang berlimpah.

Ternyata ayah tidak sewaspada om Verdi yang juga sesama playboy. Beliau seolah selamat dari karma. Entah tidak pernah menipu si korban karena si korban sendiri yang menyerah? Atau hukuman akan tiba kelak jika ia menjelang ajal atau di akhirat, entahlah. Yang pasti om Verdi baik-baik saja, masih sehat dan tampan. Nasib anak-anaknya pun sesehat ayahnya.

Ayahku sebegitu cepat menerima karma. Apakah karena pengaruh cinta ibu yang sedemikian dalam, sehingga ibu masih bertahan untuk setia hanya karena sudah ada aku? Selain itu, ayah masih mau menafkahi walaupun hanya nafkah lahir, berupa uang belanja dan segala keinginan  kami tanpa merasa kekurangan kendati hidup tanpa ayah?

Ah, entahlah. Aku tidak dapat memahami jalan pikiran wanita. Aku sulit membayangkan bahwa wanita masih bisa cinta hanya dengan nafkah lahir. Faktanya, kami memang berbeda dari hormon sampai ciri fisik. Mengapa aku memaksa menyamakannya? Padahal kami manakala ada wanita yang sulit ditaklukkan, yang kami lakukan tidak selalu mengasah skill pembuka kran uang.

Kami membayangkan mereka tentu ingin mendapatkan lelaki dengan ciri fisik begini begitu, persis sama dengan yang kami rasa. Akan tetapi, kesetiaan ibu pada ayah yang hanya memberi nafkah lahir berlimpah, kendati dengan dalih trauma dan masih cinta, membuatku bertambah wawasan tentang wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun