Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Pilu Ayahku

28 Desember 2020   19:17 Diperbarui: 28 Desember 2020   19:25 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hah? Hanya nafkah lahir? Mengapa ibu bertahan? Ibu masih sehat dan cantik,"protesku.

 "Selain masih ada nafkah lahir, juga ada Kamu. Selain itu, juga masih ada cinta."

"Hmmm...cinta?" tanyaku hampa karena aku belum pernah merasakannya. Kalaupun pernah, masih cinta monyet. Cinta menggebu namun tidak berani mengatakannya, sampai akhirnya cinta itu hilang dengan sendirinya. Kini, kesibukan di sekolah menjelang ujian malah membuatku lupa sama sekali bahwa dulu pernah menyukainya. Kini konsentrasiku kepada soal-soal  ujian saja.

Kami bertemu di kafe sore itu. ia tampak tampan dengan busana kerjanya. Selain tampan ia pun terkesan sopan. Hal itu membuatku tidak menolak saat ia menawari mengantarku pulang. Tapi, ia malah mengajakku jalan-jalan. Begitulah ibu mengawali ceritanya saat awal bertemu ayah.

"Abangku memintaku waspada. Aku sudah dewasa, sudah sarjana, sudah lewat 17 tahun. Tidak lagi dianggap sebagai anak-anak di bawah umur. Harus bisa jaga jarak aman kalau pacaran. Kepedihan hatiku akibat rayuan lelaki tak lagi terlindungi hukum karena aku sudah dewasa."

"Mengapa om Verdi curiga?" tanyaku sambil membayangkan saudara lelaki ibu satu-satunya itu. Ia lebih tua dari ayah. Tapi masih tampan dan sehat kendati rezekinya tidak sedahsyat ayah.

"Karena ia pun playboy,"lanjut ibu.

"Saat itu ibu menjawab bagaimana?"

Karena kesal selalu dicereweti, kukatakan bahwa aku bukan anaknya. Jadi tak akan terkena karma ulahnya walaupun ia gemar mempermainkan wanita."

"Memang om Verdi cerita kepada ibu?"

"Tentu saja. Apalagi ia lelaki patriarki. Ada kebanggaan tersendiri jika bisa pamer berganti-ganti wanita. Lain dengan wanita. Tentu ada rasa malu jika pamer ganti-ganti lelaki."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun