Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Bilang Istriku

18 Oktober 2020   08:51 Diperbarui: 18 Oktober 2020   09:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau digoda juga sulit mengelak. Nggak seperti kami, kaum wanita,"tambah Santi.

          "Karena itulah, aku belum berani bercerita kepada isteriku padahal seharusnya kesanggupanku untuk setia ini layak diapresiasi. Suami kan juga ingin dikagumi perjuangannya termasuk perjuangan untuk bisa setia."

          "Kalau pun misalnya isterimu nggak percaya, apa yang Kaucemaskan?"tanyaku.

           "Cemas nggak dipercaya, lalu nggak diberi me time? Kasihan deh Lu,"sahut Santi.

            "Bukan begitu. Isteriku sih bukan tipe penguasa. Ia tetap akan memberiku me time. Ia akan tetap menghargai privacyku. Ia  tak akan memaksa berteman denganku di media sosial jika aku tidak memintanya lebih dulu. Apapun yang berkaitan dengan privasiku, ia selalu meminta izinku."

           "Lalu apa yang Kaucemaskan?" Aditya penasaran juga akhirnya.

           "Aku cemas  ia nggak percaya pada ceritaku itu karena prasangka buruknya terhadap tradisi patriarki yang telah mengendap di dasar hatinya selama bertahun-tahun. Jika ia malah tidak percaya, konsentrasinya akan terganggu. Pasti terganggu. Itulah yang kucemaskan. Selama ini ia kan tampak bahagia dengan merasa dicintai dan mencintai...

           "Merasa dicintai dan mencintai memang kebahagiaan wanita yang utama,"sahut Mira.

           "Memang kenapa kalau konsentrasinya terganggu?" tanya Aditya lagi.

           "Wah...ia kan wanita. Segalanya serba melibatkan perasaan terlebih saat bermesraan. Jika konsentrasinya terganggu, ia bisa menjadi beku,"lanjut Jono menghela napas,"Jika ia beku, aku bisa coba-coba untuk tidak setia nih. Malah bahaya kan?"

             Kami pun terdiam. Angin kembali berhembus menggoyang dedaunan kering yang segera berjatuhan. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.25. Kami pun beranjak menuju kelas sambil masih terbawa perasaan setelah mendengar cerita Jono tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun