Suara-suara sekitar ditanggapi dengan kepasrahan tanpa keputusasaan. Suara hatilah yang mereka dengarkan, bahwa uang dan kesempatan dapat dicari di tempat lain.Â
Lukisan Keenan di Jakarta bisa saja tidak laku, tapi bagaimana jika dijual di Bali atau di tempat lain? Maka, mereka tidak mematikan hobi walaupun hobi tersebut diremehkan.
Mereka bahkan menekuni hobi dengan optimis, bahwa menjalani hidup bukan melulu bagaimana menghasilkan banyak uang, tapi bagaimana mereka bisa memanusiakan hati nurani?
Yang dijalani kemudian adalah terus berkarya, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya demi menghasilkan karya terbaik, bukan membuang waktu untuk bermalasan. Uang yang belum datang karena lukisan belum ada peminat, bukan berarti mereka merasa hidup merana.Â
Kebahagiaan Keenan dan Kugy saat bertemu kemudian mereka makan di warung indomie, bergurau di hamparan pasir, menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa bersyukur dan dapat menikmati hidup dengan bahagia apapun kondisinya. Mereka adalah sepasang manusia dengan tipe "tidak mencintai duniawi" dan "tidak takut mati".
Jika Keenan dan Kugy "cinta duniawi" dan "takut mati", tentu Keenan memutuskan memilih Wanda yang kaya, walaupun hati nuraninya mengatakan bahwa Wanda tidak mencintainya.Â
Wanda hanya penasaran kepadanya yang sulit ditaklukan dengan harta dan kecantikannya. Demikian pula Kugy tentu akan bertahan pada kenyamanan yang diberikan Remigius jika ia tipikal manusia yang "cinta duniawi" dan "takut mati", bukan?
Keberanian mereka menghadapi kehidupan tanpa cinta duniawi dan takut mati, dibuktikan makan di warung indomie, bermain pasir, dan bermalam di pantai menggunakan tenda.Â
Namun, mereka merasa bahagia karena saat itulah, mereka bisa menjadi diri sendiri. Mereka bisa terlepas dari bayang-bayang Wanda yang keheranan, penasaran, bahkan marah tatkala Keenan mengabaikannya, padahal lelaki lainnya takluk melihat kecantikan dan postur tubuhnya. Apalagi Wanda anak orang kaya pula.Â
Lelaki manakah yang tega melewatkan wania cantik, bertubuh manekin, anak orang kaya pula? Keenanlah orangnya. Kugy pun merasakan hal yang sama. Ia hanya merasa nyaman dengan Remi, tapi ia ada gurat hampa manakala kenyamanan bersama Remi harus membuat Keenan terhapus dari hatinya.
Mengapa Keenan dan Kugy seakan tidak terpisahkan? Keduanya saling menginspirasi. Keenan yang merasa "sendiri" tatkala hobi melukisnya menjadi bahan ejekan lantaran dianggap tak akan menghasilkan banyak uang, bertemu dengan Kugy yang senasib.Â