Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Makna Hidup dari Novel Perahu Kertas

4 Oktober 2020   04:46 Diperbarui: 4 Oktober 2020   04:56 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana kesan tentang Keenan? Mengapa ia tidak merespons ekspresi cinta Wanda? Apa yang kurang dari Wanda? Cantik, bertubuh manekin, anak orang kaya, dengan kesan berkelas pula. Bukankah bersama Wanda, ia akan bisa berlagak "menepuk dada" sekaligus "pamer" keberuntungan? 

Akan tetapi, Keenan jauh dari karakter tersebut. Pamer  dan menepuk dada, secara universal karakter tersebut memang tidak berterima dan Keenan sepertinya tidak ingin demikian.

Wanda kaya.  Keenan bisa mengandalkan kekayaan Wanda untuk menumpang kemewahan. Ia pun bisa mengandalkan Wanda untuk  sarana pamer. Akan tetapi, Keenan tidak melihat ketulusan Wanda. 

Ia bisa merasakan perhatian Wanda kepadanya hanyalah sekadar penasaran bahkan ada kecenderungan untuk menguasainya, bukan cinta. Buktinya saat marah karena Keenan tak acuh kepadanya, Wanda bisa seenaknya berdansa dengan lelaki lain. 

Secepat itukah mengalihkan hati yang luka? Haruskah luka dialihkan dengan menempel ke lelaki lain? Bagaimana jika yang ditempel menjadi "terbawa perasaan"?

Akan tetapi, hati Keenan sebening kaca. Ia menjalani hidup dengan kepolosan fitrah manusia. Begitulah hati manusia sesungguhnya. Ia memang belum mandiri sebagai pelukis, bahkan orangtuanya meremehkan cita-citanya. 

Hobi yang dianggap tidak akan membuatnya kaya. Dalam proses menemukan jati diri, ia bertemu dengan Kugy yang juga bernasib sama. Sama-sama memiliki hobi yang dianggap tidak akan banyak menghasilkan uang. 

Keenan pelukis sedangkan Kugy penulis dongeng. Keduanya saling menginspirasi dan optimis bahwa uang bisa dicari bergantung tempat dan situasi.

Suara-suara sekitar ditanggapi dengan kepasrahan tanpa keputusasaan. Suara hatilah yang mereka dengarkan, bahwa uang dan kesempatan dapat dicari di tempat lain. 

Lukisan Keenan di Jakarta bisa saja tidak laku, tapi bagaimana jika dijual di Bali atau di tempat lain? Maka, mereka tidak mematikan hobi walaupun hobi tersebut diremehkan. 

Mereka bahkan menekuni hobi dengan optimis, bahwa menjalani hidup bukan melulu bagaimana menghasilkan banyak uang, tapi bagaimana mereka bisa memanusiakan hati nurani?

Yang dijalani kemudian adalah terus berkarya, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya demi menghasilkan karya terbaik, bukan membuang waktu untuk bermalasan. Uang yang belum datang karena lukisan belum ada peminat, bukan berarti mereka merasa hidup merana. 

Kebahagiaan Keenan dan Kugy saat bertemu kemudian mereka makan di warung indomie, bergurau di hamparan pasir, menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa bersyukur dan dapat menikmati hidup dengan bahagia apapun kondisinya. Mereka adalah sepasang manusia dengan tipe "tidak mencintai duniawi" dan "tidak takut mati".

Jika Keenan dan Kugy "cinta duniawi" dan "takut mati", tentu Keenan memutuskan memilih Wanda yang kaya, walaupun hati nuraninya mengatakan bahwa Wanda tidak mencintainya. 

Wanda hanya penasaran kepadanya yang sulit ditaklukan dengan harta dan kecantikannya. Demikian pula Kugy tentu akan bertahan pada kenyamanan yang diberikan Remigius jika ia tipikal manusia yang "cinta duniawi" dan "takut mati", bukan?

Keberanian mereka menghadapi kehidupan tanpa cinta duniawi dan takut mati, dibuktikan makan di warung indomie, bermain pasir, dan bermalam di pantai menggunakan tenda. 

Namun, mereka merasa bahagia karena saat itulah, mereka bisa menjadi diri sendiri. Mereka bisa terlepas dari bayang-bayang Wanda yang keheranan, penasaran, bahkan marah tatkala Keenan mengabaikannya, padahal lelaki lainnya takluk melihat kecantikan dan postur tubuhnya. 

Apalagi Wanda anak orang kaya pula. Lelaki manakah yang tega melewatkan wania cantik, bertubuh manekin, anak orang kaya pula? Keenanlah orangnya. Kugy pun merasakan hal yang sama. 

Ia hanya merasa nyaman dengan Remi, tapi ia ada gurat hampa manakala kenyamanan bersama Remi harus membuat Keenan terhapus dari hatinya.

Mengapa Keenan dan Kugy seakan tidak terpisahkan? Keduanya saling menginspirasi. Keenan yang merasa "sendiri" tatkala hobi melukisnya menjadi bahan ejekan lantaran dianggap tak akan menghasilkan banyak uang, bertemu dengan Kugy yang senasib. 

Kugy yang memiliki hobi menulis dongeng pun merasa dimengerti bahwa menekuni hobi bukan kesalahan. Kalaupun ada hobi yang menghasilkan banyak uang dalam sekejap ada pula yang tidak, itu hanyalah soal tempat dan waktu.

Mereka kemudian berkolaborasi untuk menghasilkan karya bersama. Keenan melukis berdasarkan dongeng yang ditulis Kugy. Keduanya seolah menemukan indahnya hidup tatkala sanggup mengekspresikan potensi tanpa dicela, tanpa dituntut karya tersebut harus menghasilkan uang secepatnya. 

Dalam pikiran mereka yang terlintas adalah bagaimana berbahagia dengan menekuni hobi, bukan bagaimana bisa menjadi kaya dengan memaksa diri?

Dalam menekuni hobi, keduanya pun berpikir realistis. Andaikan uang belum juga datang dari hobi tersebut, hobi yang diremehkan tak akan segera menghasilkan banyak uang, mereka pun telah mencoba menjalani hidup seadanya. 

Keduanya mencoba menikmati makan di warung indomie, bermain pasir gratis di pantai, memasang tenda di pantai yang dibayangkan lebih mewah daripada hotel berbintang lima.

Keduanya sangat menikmati bayangan akan kemungkinan terburuk, kesederhanaan, jika kelak lukisan dan tulisan mereka tidak segera menghasilkan uang. 

Parahnya mereka bisa. Mengapa? Andaikan kemungkinan buruk mereka alami, itu bukan efek bermalasan, bukan? Keduanya telah bekerja keras. Hanya saja, lukisan dan tulisan belum laku! Itu saja masalahnya jika mereka kelak merasakan krisis keuangan. 

Jadi, mengalami krisis keuangan karena bermalasan, karena gaya hidup mewah, tentu lain rasanya dengan krisis keuangan karena karya mereka memang belum laku, bukan? Coba rasakan bedanya.

 Oleh karena itu, keduanya menikmati kebersamaan bukan dengan makan es krim atau kemewahan lainnya, melainkan cukup makan indomie di warung dan mereka pun sudah merasa berbahagia. 

Bahkan, manakala Keenan ingin membahagiakan Kugy yang telah menanggapi perasaannya sejak dulu, sejak lukisannya belum laku, dengan mengajak makan es krim, karema ada lukisan yang laku, Kugy malah tidak dapat menikmatinya karena ia menemukan fakta bahwa Keenan telah bersama Luhde.

Fakta yang pahit memang, karena ia tidak dapat memprotes suara hatinya yang cemburu dengan mengatakan Luhde tidak baik untuk Keenan seperti Wanda dulu. 

Ia telah mengenal Luhde , Gadis Bali itu, sebagai gadis yang sangat baik. Yang dilakukan Kugy kemudian adalah menghilang, menenangkan perasaannya yang juga hampa tatkala Remi menyematkan cincin ke jarinya. 

Sudahkah ia mencintai Remi? Cinta atau hanya nyaman saja, karena Remi, atasannya, sanggup memberikan finansial yang lebih dari cukup? Mengapa Kugy merasa tidak sebahagia seperti bersama Keenan? Bukankah Remi pun bisa menampung kreativitasnya sebagai penulis naskah iklan? Mengapa Keenan tetap tak tergantikan?

Kekacauan yang serba ruwet itu membuatnya bersembunyi di rumah baru abangnya. Ia mencoba merelakan Luhde. Ia mencoba membayangkan bahwa Keenan pasti akan berbahagia dengan Luhde yang sederhana yang juga dapat memotivasi hobi Keenan. 

Ia pun mencoba meyakinkan hatinya bahwa ia akan dapat menjalani hidup dengan Remi tanpa masalah apa pun. Akan tetapi, mengapa ia masih tidak dapat melupakan Keenan?

Keenan pun merasakan hal yang sama. Walaupun ia telah mencoba meyakinkan Luhde bahwa ia akan kembali ke Bali meneruskan hobinya ditemani Luhde yang cantik dan baik hati. 

Akan tetapi, mengapa ia pun merasakan hal yang sama dengan Kugy? Ada kehampaan tatkala harus menghapus Kugy dari kenangan? Sampai di sini, logika sudah tidak dapat berbuat apa-apa. Biarlah takdir yang berbicara.

Keduanya pun bertemu dan mencoba saling pasrah dan sepakat berpisah karena tidak mungkin menyakiti pasangan masing-masing yang tidak memiliki celah untuk disakiti dan ditinggalkan. 

Sampai di sini, tatkala hati yang berdarah-darah karena harus berpisah itu pun bersepakat tidak saling melupakan, dengan cara tetap bersahabat, tetap saling memotivasi untuk berkarya bersama, menulis dan melukis, takdir pun menunjukkan kuasanya.

Luhde dengan kelembutan hati nuraninya, merasakan bahwa Keenan tidak akan sanggup melupakan Kugy, demikian pula dengan yang dirasakan Remi. Remigius pun mengambil cincin yang telah dimasukkan ke jari Kugy dengan alasan Kugy memakai cincin tersebut atas permintaannya. 

Ia tidak ingin memaksakan cinta Kugy, jika hati Kugy tetap mengenang Keenan kendati mau menjadi isterinya. Dengan hati berdarah-darah pula dan mengakui sejujurnya bahwa ia belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya mencintai seperti terhadap Kugy, ia pun membiarkan Kugy meneruskan kenangannya bersama Keenan daripada hati Kugy terbelah.

Akhirnya, cerita pun diakhiri dengan happy ending. Cinta yang menyatu tanpa lagi ada bayang-bayang orang lain. Luhde mengundurkan diri demi tetap memberikan ruang untuk Kugy di hati Keenan yang telah melekat sekian lama, sebelum Keenan dikenal sebagai pelukis yang lukisannya telah laku. 

Demikian pula dengan Remi. Ia pun mengundurkan diri demi tetap membuat Kugy bisa bersama Keenan tanpa ada orang lain di hatinya. Saat bersama Keenan, hati Kugy melulu untuk Keenan. Demikian pula dengan Keenan, tatkala bersama Kugy, hatinya melulu untuk Kugy, tidak ada lagi terlintas Luhde.

 Keduanya cukup dewasa untuk tidak membiarkan hati mereka hanyalah sebagai benalu di hati pasangan masing-masing walaupun dengan dalih tetap bersahabat meneruskan karya. 

Bagaimanapun, keenan tidak dapat meminggirkan nama Kugy untuk digantikan Luhde. Remi pun menyadari bahwa ia tidak dapat meminta Kugy untuk menepis nama Keenan dari hatinya, kendati Kugy telah menerima pinangannya. Dengan cara mempersatukan Keenan dan Kugy, maka hilanglah nama Luhde dan Remi. 

Biarlah keduanya menemukan orang lain dengan cinta setara cinta Keenan dan Kugy, tanpa iming-iming kenyamanan ada sanggar lukisan di tempat Luhde maupun pekerjaan nyaman di kantor Remi.

Sesungguhnya, cinta dan kenyamanan memang berbeda. Kenyamanan belum tentu cinta, namun cinta pasti menimbulkan kenyamanan tanpa harus saling meninggalkan apapun yang terjadi, karena keterpurukan mereka andaikan ada, bukan akibat kemalasan. 

Keduanya hanyalah bernasib kurang baik, karena hobi yang telah ditakdirkan untuk keduanya, belum booming di negerinya. Keduanya menjalani cinta karena cinta dan chemistry, tanpa bayang-bayang kecemasan kehilangan kenyamanan walaupun harus hidup dalam kesederhanaan. Toh, tak ada yang tak nyaman di dunia ini jika cinta telah menyertai.

Bagaimana kesan tentang Keenan? Mengapa ia tidak merespons ekspresi cinta Wanda? Apa yang kurang dari Wanda? Cantik, bertubuh manekin, anak orang kaya, dengan kesan berkelas pula. 

Bukankah bersama Wanda, ia akan bisa berlagak "menepuk dada" sekaligus "pamer" keberuntungan? Akan tetapi, Keenan jauh dari karakter tersebut. Pamer  dan menepuk dada, secara universal karakter tersebut memang tidak berterima dan Keenan sepertinya tidak ingin demikian.

Wanda kaya.  Keenan bisa mengandalkan kekayaan Wanda untuk menumpang kemewahan. Ia pun bisa mengandalkan Wanda untuk  sarana pamer. Akan tetapi, Keenan tidak melihat ketulusan Wanda. 

Ia bisa merasakan perhatian Wanda kepadanya hanyalah sekadar penasaran bahkan ada kecenderungan untuk menguasainya, bukan cinta. Buktinya saat marah karena Keenan tak acuh kepadanya, Wanda bisa seenaknya berdansa dengan lelaki lain. 

Secepat itukah mengalihkan hati yang luka? Haruskah luka dialihkan dengan menempel ke lelaki lain? Bagaimana jika yang ditempel menjadi "terbawa perasaan"?

Akan tetapi, hati Keenan sebening kaca. Ia menjalani hidup dengan kepolosan fitrah manusia. Begitulah hati manusia sesungguhnya. Ia memang belum mandiri sebagai pelukis, bahkan orangtuanya meremehkan cita-citanya. 

Hobi yang dianggap tidak akan membuatnya kaya. Dalam proses menemukan jati diri, ia bertemu dengan Kugy yang juga bernasib sama. Sama-sama memiliki hobi yang dianggap tidak akan banyak menghasilkan uang. Keenan pelukis sedangkan Kugy penulis dongeng. Keduanya saling menginspirasi dan optimis bahwa uang bisa dicari bergantung tempat dan situasi.

Suara-suara sekitar ditanggapi dengan kepasrahan tanpa keputusasaan. Suara hatilah yang mereka dengarkan, bahwa uang dan kesempatan dapat dicari di tempat lain. 

Lukisan Keenan di Jakarta bisa saja tidak laku, tapi bagaimana jika dijual di Bali atau di tempat lain? Maka, mereka tidak mematikan hobi walaupun hobi tersebut diremehkan.

Mereka bahkan menekuni hobi dengan optimis, bahwa menjalani hidup bukan melulu bagaimana menghasilkan banyak uang, tapi bagaimana mereka bisa memanusiakan hati nurani?

Yang dijalani kemudian adalah terus berkarya, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya demi menghasilkan karya terbaik, bukan membuang waktu untuk bermalasan. Uang yang belum datang karena lukisan belum ada peminat, bukan berarti mereka merasa hidup merana. 

Kebahagiaan Keenan dan Kugy saat bertemu kemudian mereka makan di warung indomie, bergurau di hamparan pasir, menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa bersyukur dan dapat menikmati hidup dengan bahagia apapun kondisinya. Mereka adalah sepasang manusia dengan tipe "tidak mencintai duniawi" dan "tidak takut mati".

Jika Keenan dan Kugy "cinta duniawi" dan "takut mati", tentu Keenan memutuskan memilih Wanda yang kaya, walaupun hati nuraninya mengatakan bahwa Wanda tidak mencintainya. 

Wanda hanya penasaran kepadanya yang sulit ditaklukan dengan harta dan kecantikannya. Demikian pula Kugy tentu akan bertahan pada kenyamanan yang diberikan Remigius jika ia tipikal manusia yang "cinta duniawi" dan "takut mati", bukan?

Keberanian mereka menghadapi kehidupan tanpa cinta duniawi dan takut mati, dibuktikan makan di warung indomie, bermain pasir, dan bermalam di pantai menggunakan tenda. 

Namun, mereka merasa bahagia karena saat itulah, mereka bisa menjadi diri sendiri. Mereka bisa terlepas dari bayang-bayang Wanda yang keheranan, penasaran, bahkan marah tatkala Keenan mengabaikannya, padahal lelaki lainnya takluk melihat kecantikan dan postur tubuhnya. Apalagi Wanda anak orang kaya pula. 

Lelaki manakah yang tega melewatkan wania cantik, bertubuh manekin, anak orang kaya pula? Keenanlah orangnya. Kugy pun merasakan hal yang sama. Ia hanya merasa nyaman dengan Remi, tapi ia ada gurat hampa manakala kenyamanan bersama Remi harus membuat Keenan terhapus dari hatinya.

Mengapa Keenan dan Kugy seakan tidak terpisahkan? Keduanya saling menginspirasi. Keenan yang merasa "sendiri" tatkala hobi melukisnya menjadi bahan ejekan lantaran dianggap tak akan menghasilkan banyak uang, bertemu dengan Kugy yang senasib. 

Kugy yang memiliki hobi menulis dongeng pun merasa dimengerti bahwa menekuni hobi bukan kesalahan. Kalaupun ada hobi yang menghasilkan banyak uang dalam sekejap ada pula yang tidak, itu hanyalah soal tempat dan waktu.

Mereka kemudian berkolaborasi untuk menghasilkan karya bersama. Keenan melukis berdasarkan dongeng yang ditulis Kugy. Keduanya seolah menemukan indahnya hidup tatkala sanggup mengekspresikan potensi tanpa dicela, tanpa dituntut karya tersebut harus menghasilkan uang secepatnya. 

Dalam pikiran mereka yang terlintas adalah bagaimana berbahagia dengan menekuni hobi, bukan bagaimana bisa menjadi kaya dengan memaksa diri?

Dalam menekuni hobi, keduanya pun berpikir realistis. Andaikan uang belum juga datang dari hobi tersebut, hobi yang diremehkan tak akan segera menghasilkan banyak uang, mereka pun telah mencoba menjalani hidup seadanya. 

Keduanya mencoba menikmati makan di warung indomie, bermain pasir gratis di pantai, memasang tenda di pantai yang dibayangkan lebih mewah daripada hotel berbintang lima.

Keduanya sangat menikmati bayangan akan kemungkinan terburuk, kesederhanaan, jika kelak lukisan dan tulisan mereka tidak segera menghasilkan uang. Parahnya mereka bisa. Mengapa? Andaikan kemungkinan buruk mereka alami, itu bukan efek bermalasan, bukan? Keduanya telah bekerja keras. 

Hanya saja, lukisan dan tulisan belum laku! Itu saja masalahnya jika mereka kelak merasakan krisis keuangan. Jadi, mengalami krisis keuangan karena bermalasan, karena gaya hidup mewah, tentu lain rasanya dengan krisis keuangan karena karya mereka memang belum laku, bukan? Coba rasakan bedanya.

Oleh karena itu, keduanya menikmati kebersamaan bukan dengan makan es krim atau kemewahan lainnya, melainkan cukup makan indomie di warung dan mereka pun sudah merasa berbahagia. 

Bahkan, manakala Keenan ingin membahagiakan Kugy yang telah menanggapi perasaannya sejak dulu, sejak lukisannya belum laku, dengan mengajak makan es krim, karema ada lukisan yang laku, Kugy malah tidak dapat menikmatinya karena ia menemukan fakta bahwa Keenan telah bersama Luhde.

Fakta yang pahit memang, karena ia tidak dapat memprotes suara hatinya yang cemburu dengan mengatakan Luhde tidak baik untuk Keenan seperti Wanda dulu. Ia telah mengenal Luhde, Gadis Bali itu, sebagai gadis yang sangat baik.  Yang dilakukan Kugy kemudian adalah menghilang, menenangkan perasaannya yang juga hampa tatkala Remi menyematkan cincin ke jarinya. 

Sudahkah ia mencintai Remi? Cinta atau hanya nyaman saja, karena Remi, atasannya, sanggup memberikan finansial yang lebih dari cukup? Mengapa Kugy merasa tidak sebahagia seperti bersama Keenan? Bukankah Remi pun bisa menampung kreativitasnya sebagai penulis naskah iklan? Mengapa Keenan tetap tak tergantikan?

Kekacauan yang serba ruwet itu membuatnya bersembunyi di rumah baru abangnya. Ia mencoba merelakan Luhde. Ia mencoba membayangkan bahwa Keenan pasti akan berbahagia dengan Luhde yang sederhana yang juga dapat memotivasi hobi Keenan. 

Ia pun mencoba meyakinkan hatinya bahwa ia akan dapat menjalani hidup dengan Remi tanpa masalah apa pun. Akan tetapi, mengapa ia masih tidak dapat melupakan Keenan?

Keenan pun merasakan hal yang sama. Walaupun ia telah mencoba meyakinkan Luhde bahwa ia akan kembali ke Bali meneruskan hobinya ditemani Luhde yang cantik dan baik hati. 

Akan tetapi, mengapa ia pun merasakan hal yang sama dengan Kugy? Ada kehampaan tatkala harus menghapus Kugy dari kenangan? Sampai di sini, logika sudah tidak dapat berbuat apa-apa. Biarlah takdir yang berbicara.

Keduanya pun bertemu dan mencoba saling pasrah dan sepakat berpisah karena tidak mungkin menyakiti pasangan masing-masing yang tidak memiliki celah untuk disakiti dan ditinggalkan. Sampai di sini, tatkala hati yang berdarah-darah karena harus berpisah itu pun bersepakat tidak saling melupakan, dengan cara tetap bersahabat, tetap saling memotivasi untuk berkarya bersama, menulis dan melukis, takdir pun menunjukkan kuasanya.

Luhde dengan kelembutan hati nuraninya, merasakan bahwa Keenan tidak akan sanggup melupakan Kugy, demikian pula dengan yang dirasakan Remi. Remigius pun mengambil cincin yang telah dimasukkan ke jari Kugy dengan alasan Kugy memakai cincin tersebut atas permintaannya. 

Ia tidak ingin memaksakan cinta Kugy, jika hati Kugy tetap mengenang Keenan kendati mau menjadi isterinya. Dengan hati berdarah-darah pula dan mengakui sejujurnya bahwa ia belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya mencintai seperti terhadap Kugy, ia pun membiarkan Kugy meneruskan kenangannya bersama Keenan daripada hati Kugy terbelah.

Akhirnya, cerita pun diakhiri dengan happy ending. Cinta yang menyatu tanpa lagi ada bayang-bayang orang lain. Luhde mengundurkan diri demi tetap memberikan ruang untuk Kugy di hati Keenan yang telah melekat sekian lama, sebelum Keenan dikenal sebagai pelukis yang lukisannya telah laku. 

Demikian pula dengan Remi. Ia pun mengundurkan diri demi tetap membuat Kugy bisa bersama Keenan tanpa ada orang lain di hatinya. Saat bersama Keenan, hati Kugy melulu untuk Keenan. Demikian pula dengan Keenan, tatkala bersama Kugy, hatinya melulu untuk Kugy, tidak ada lagi terlintas Luhde.

Keduanya cukup dewasa untuk tidak membiarkan hati mereka hanyalah sebagai benalu di hati pasangan masing-masing walaupun dengan dalih tetap bersahabat meneruskan karya. Bagaimanapun, keenan tidak dapat meminggirkan nama Kugy untuk digantikan Luhde. 

Remi pun menyadari bahwa ia tidak dapat meminta Kugy untuk menepis nama Keenan dari hatinya, kendati Kugy telah menerima pinangannya. Dengan cara mempersatukan Keenan dan Kugy, maka hilanglah nama Luhde dan Remi. Biarlah keduanya menemukan orang lain dengan cinta setara cinta Keenan dan Kugy, tanpa iming-iming kenyamanan ada sanggar lukisan di tempat Luhde maupun pekerjaan nyaman di kantor Remi.

Sesungguhnya, cinta dan kenyamanan memang berbeda. Kenyamanan belum tentu cinta, namun cinta pasti menimbulkan kenyamanan tanpa harus saling meninggalkan apapun yang terjadi, karena keterpurukan mereka andaikan ada, bukan akibat kemalasan. 

Keduanya hanyalah bernasib kurang baik, karena hobi yang telah ditakdirkan untuk keduanya, belum booming di negerinya. Keduanya menjalani cinta karena cinta dan chemistry, tanpa bayang-bayang kecemasan kehilangan kenyamanan walaupun harus hidup dalam kesederhanaan. Toh, tak ada yang tak nyaman di dunia ini jika cinta telah menyertai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun