Mohon tunggu...
Nanda Nurus Sholihin
Nanda Nurus Sholihin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 UIN Maulana Malik Ibrahim Kota Malang

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Penjualan Fastfood dengan Layanan Go-Food terhadap Budaya Konsumsi Generasi Z di Era Globalisasi Menurut George Ritzer

23 Juni 2024   17:14 Diperbarui: 23 Juni 2024   17:18 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan hasil data kuesioner pada gambar diagram lingkaran di atas yang diisi oleh mahasiswi Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Kota Malang sebanyak 50 responden, terdapat empat faktor utama yang memengaruhi keputusan mahasiswi dalam memilih fast food melalui layanan Go Food. Pertama-tama, sebanyak 38% dari responden memilih fast food karena adanya promo dan diskon.

Hal ini menunjukkan bahwa aspek finansial memegang peranan penting dalam keputusan pembelian mereka, dengan mahasiswi cenderung mencari penawaran terbaik yang dapat menghemat biaya. Selanjutnya, sebanyak 38% lainnya memilih fast food karena kemudahan dalam proses pemesanan. Kemudahan ini menjadi faktor yang sama pentingnya dengan promo dan diskon, menandakan bahwa mahasiswi sangat menghargai pengalaman pengguna yang lancar dan tidak merepotkan. Di sisi lain, sebanyak 16% mahasiswi memilih berdasarkan variasi menu. Meskipun tidak sebesar dua faktor sebelumnya, variasi menu tetap menjadi pertimbangan penting, menunjukkan keinginan mereka untuk memiliki lebih banyak pilihan dalam memilih makanan. Sementara itu, hanya sebanyak 8% dari responden mempertimbangkan kecepatan pengiriman sebagai faktor utama. Meskipun memiliki pengaruh terkecil, namun masih menjadi pertimbangan bagi sebagian mahasiswi yang membutuhkan layanan pengiriman yang cepat.

Dalam konteks budaya konsumsi, data ini mengindikasikan bahwa keputusan pembelian mahasiswi dipengaruhi oleh kombinasi faktor ekonomi dan kepraktisan. Promo dan diskon serta kemudahan pemesanan mendukung gaya hidup yang efisien dan hemat biaya, sementara variasi menu dan kecepatan pengiriman menunjukkan kebutuhan akan fleksibilitas dan kecepatan dalam memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Hal ini mencerminkan adaptasi mahasiswi terhadap layanan digital dalam kehidupan sehari-hari, serta mungkin juga menandakan pergeseran dari kebiasaan makan di warung atau restoran ke memesan makanan secara online. Perubahan ini dapat berdampak pada dinamika ekonomi lokal dan strategi bisnis restoran dalam menjawab tuntutan pasar yang semakin digital dan efisien.

Gambar 4.

Berdasarkan hasil data kuesioner pada gambar diagram lingkaran di atas yang diisi oleh mahasiswi Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Kota Malang sebanyak 50 responden, terlihat bahwa mayoritas mahasiswi, sebanyak 61%, menyatakan bahwa mereka puas dengan layanan Go Food. Di sisi lain, 39% sisanya menyatakan netral. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar mahasiswi merasa puas dengan pengalaman menggunakan layanan Go Food.

Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa layanan Go Food mendapat penerimaan yang baik di kalangan mahasiswi. Faktor-faktor seperti kemudahan akses, variasi makanan, atau kecepatan pengantaran mungkin menjadi penyebab utama kepuasan mereka terhadap layanan ini. Tingkat kepuasan yang tinggi ini dapat mengindikasikan bahwa layanan pengantaran makanan online, seperti Go Food, telah berhasil memenuhi harapan konsumen, khususnya di kalangan mahasiswi. Fenomena ini juga mencerminkan perubahan dalam gaya hidup mahasiswi yang semakin menekankan pada praktisitas dan efisiensi dalam hal memesan makanan.

Dampak yang lebih dalam dari tingkat kepuasan yang tinggi terhadap layanan Go Food adalah perubahan dalam budaya konsumsi. Layanan ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gaya hidup mahasiswi, menandakan adaptasi terhadap teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga bisa menjadi pertanda pergeseran dari kebiasaan makan di warung atau restoran menuju memesan makanan secara online. Perubahan ini tidak hanya berdampak pada ekonomi lokal, tetapi juga pada cara bisnis makanan beroperasi secara keseluruhan.

Analisis Teori The Globalization "Of Nothing" George Ritzer Dalam Menjelaskan Dinamika Perubahan Budaya Konsumsi Mahasiswi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Kota Malang 

Terdapat sejumlah teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan dinamika perubahan budaya konsumsi, salah satunya adalah konsep "Globalization of Nothing" yang dikemukakan oleh George Ritzer. Konsep "Globalization of Nothing" menyoroti bagaimana globalisasi tidak hanya membawa perubahan substansial dalam budaya, tetapi juga memperluas apa yang disebut Ritzer sebagai "nihilisme konsumsi" di mana variasi produk dan pengalaman konsumsi menjadi semakin seragam dan homogen di seluruh dunia.

Dalam konteks ini, strategi yang diterapkan oleh GoFood dan restoran fast food memperkuat tren ini dengan menawarkan pengalaman konsumsi yang seragam dan terstandardisasi. Melalui berbagai fitur baru seperti GoFood Plus dan GoFood Turbo, GoFood berusaha untuk meningkatkan pengalaman berkuliner pelanggan dengan memberikan keunggulan tambahan, seperti pengiriman lebih cepat atau akses ke restoran eksklusif. Ini menciptakan pengalaman konsumsi yang seragam di berbagai lokasi, mengurangi variasi dan kompleksitas dalam pengalaman konsumsi. Sementara itu, restoran fast food juga menerapkan strategi serupa dengan fokus pada kualitas layanan yang cepat dan ramah, konsistensi produk, program loyalitas, dan pengalaman positif bagi pelanggan. Dengan menawarkan pengalaman yang serupa di seluruh rantai restoran, restoran fast food menciptakan kesan yang konsisten bagi pelanggan di berbagai tempat. Kerjasama antara restoran fast food dan layanan GoFood juga memperkuat homogenitas pengalaman konsumsi dengan menyediakan layanan pengiriman yang cepat dan kualitas produk yang seragam. Hal ini menunjukkan bagaimana teknologi digital, seperti platform GoFood, berperan dalam memperluas nihilisme konsumsi dengan memperkenalkan standar yang seragam dalam pengalaman berkuliner.

Dalam konteks budaya konsumsi mahasiswi di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Kota Malang, pengaruh strategi ini dapat dilihat dari adaptasi yang tinggi terhadap layanan digital dan kecenderungan untuk mencari kemudahan dan efisiensi dalam memesan makanan. Dengan memilih fast food melalui layanan GoFood, mahasiswi menunjukkan preferensi terhadap pengalaman konsumsi yang seragam dan praktis, sesuai dengan konsep "Globalization of Nothing" yang diusulkan oleh Ritzer. Namun, penting untuk diingat bahwa perubahan budaya konsumsi tidak selalu bersifat homogen, dan masih terdapat variasi dalam preferensi dan perilaku konsumen. Meskipun demikian, pengaruh strategi GoFood dan restoran fast food terhadap budaya konsumsi mahasiswi menunjukkan bagaimana globalisasi dan teknologi digital dapat membentuk pola konsumsi yang seragam dan terstandarisasi di seluruh dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun