Mohon tunggu...
Naisya azkiah Yansi
Naisya azkiah Yansi Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi UIN SGD BANNDUNG

Hobi saya menyanyi, traveling.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tokoh Fiqih (Imam Syafi'i) dan Model Pengkajiannya

18 Juni 2024   15:07 Diperbarui: 18 Juni 2024   15:15 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

memungkinkan untuk fleksibilitas dalam penalaran hukum, sambil tetap

mempertahankan keutamaan teks-teks utama dalam menentukan hukum-hukum Islam.

3. Pengaruh wilayah

Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir selatan, Arab Saudi bagian

barat, Palestina, Suriah, Kurdistan, Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, pantai

Koromandel, Ceylon, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.

            Dalam proses perumusan usul fikihnya itu, Al-Syafi'i melakukan sintesis terhadap dua pemikiran usul fikih sebelumnya yang is kuasai kedua-duanya dengan baik : pemikiran yang bercorak rasional (ahl al-ra?y) yang diimami oleh Imam Abu Hanifah, dan pemikiran yang bercorak tradisional (ahl al-hadits) yang dimotori oleh Imam Malik. Pemikiran yang dibangun pertama kali oleh Al-Syafi'i, yang kemudian dijadikan referensi panting dalam perumusan metode ilmiah dalam disiplin ilmu-ilmu keistaman, adalah upayanya melahirkan konsep Al-bayan. Al-bayan (secara harfiah berarti `penjelasan'), yang diuraikannya dalam karya usul fikihnya yang begitu monumental, Al-Risalah, pada awalnya memang merupakan analisis tekstual (kebahasaan) sebagai upaya metodis memahami Al-Qur'an.

            Selain berhasil menyusun metodologi perumusan fikih, Al-Syafi'i juga berhasil menunuskan sutuber hukum Islam yang tersusun secara hirarkis, yaitu : AI-Qur'an, Al-Hadis, Ijmak, dan Qiyas. Dua somber hukum pertama masuk kategori wahyu (divine revelation), sementara dua sumber hukum berikutnya masuk kategori akal (human reason). Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa Al-Syafi'i telah berhasil mengintegrasikan atau mensintesiskan wahyu di satu sisi, dan akal di sisi lain. Hanya saja, akal ditempatkan Al-Syafi'i di bawah wahyu, yang kebebasannya dibatasi dan digunakan hanya sekadar untuk mengokohkan wahyu. Ini bisa dibuktikan terutama oleh pandangannya yang menganggap qiyas sebagai satu-satunya metode ijtihad, dan menolak metode lain yang relatif memberikan ruang yang lebih luas bagi akal, seperti istihsan (preferensi juristik) dan istislah (keniaslahatan juristik).

Periode Pertama

Makkah adalah periode pertama Imam Syafi'i berkiprah dalam bidang fiqih. Setelah meninggalkan kota Baghdad, dia tinggal di Makkah selama sembilan tahun. Di kota Makkah ini dia telah mencurahkan waktunya untuk terjun di dunia ilmu pengetahuan. Di sana ia benar-benar telah mendapatkan kematangan ilmunya dan mampu menghimpun berbagai hadits yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Karena itu, Imam Syafi'i sering menemukan pertentangan antara hadits yang satu dengan yang lainnya dan dalam tataran praktis dia harus mengunggulkan satu pendapat di antara pendapat-pendapat lainnya. Pengunggulan pendapat tersebut bisa dilihat dari segi sanad hadits yang dijadikan sandarannya atau dari segi ketidakberlakuan sebuah dalil (nasikh mansukh).

Di Makkah Imam Syafi'i juga mendalami dalil-dalil al-Qur'an dan menghimpun berbagai hadits. Upaya tersebut membuatnya tahu sejauh mana kedudukan hadits di sisi al-Qur'an. Kitab ar-Risalah adalah buah karya Imam Syafi'i selama periode makkah yang sengaja ia susun atas permintaan Abdurrahman al-Mahdi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun