Mohon tunggu...
Naila Alifia Rahma
Naila Alifia Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa ilmu komunikasi - Universitas Pakuan

Saat ini sedang menempuh pendidikan strata satu (S1) di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pakuan, pada tahun 2024. Sebagai seorang mahasiswa, saya memiliki ketertarikan yang mendalam dalam bidang komunikasi dan terus berupaya mengembangkan keterampilan dalam menyampaikan pesan secara efektif serta memahami dinamika komunikasi di berbagai konteks. Di luar aktivitas akademik, saya memiliki hobi membaca, mendengarkan musik, dan menulis. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga memperkaya wawasan dan perspektif saya, yang saya harap dapat menunjang pengembangan diri saya dalam bidang ilmu komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Definisi Identitas Sosial : Faktor-faktor yang membentuk identitas sosial,dan Dimensi Identitas Sosial

27 November 2024   06:48 Diperbarui: 31 Desember 2024   10:15 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto : canva.com)

"Gimana ya cara memahami identitas sosial dalam kehidupan sehari-hari?" Mungkin pertanyaan ini pernah terlintas dalam pikiran kita saat melihat diri kita berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

 Setiap individu pasti memiliki cara berbeda dalam menjalani kehidupan sosialnya, namun ada suatu hal yang membuat kita merasa 'terhubung' dengan kelompok tertentu. Itu semua berawal dari identitas sosial yang kita bentuk, baik sadar maupun tidak.

Misalnya, saat kita berkumpul dengan teman-teman sekelas, berbicara dengan cara tertentu, atau bahkan mengenakan pakaian dengan gaya yang serupa, kita tidak hanya menunjukkan siapa kita, tetapi juga memperlihatkan kelompok atau komunitas mana kita merasa termasuk. 

Identitas sosial ini bisa terbentuk melalui berbagai faktor, seperti budaya, agama, nilai yang diyakini, hingga latar belakang keluarga.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita terus-menerus beradaptasi dengan peran-peran sosial yang kita jalani. Begitu kita mulai menyadari peran-peran ini, kita bisa lebih memahami bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana kita dipandang dalam kelompok tertentu. 

Hal ini tidak hanya membantu kita mengenali diri, tetapi juga membuat kita lebih peka terhadap perbedaan dan keberagaman yang ada di sekitar kita.

Definisi Identitas Sosial

Identitas sosial adalah konsep yang mengacu pada pemahaman dan perasaan individu tentang siapa dirinya berdasarkan keanggotaan dan interaksi dengan kelompok sosial yang lebih besar. Sederhananya, identitas sosial muncul dari cara individu mengenali diri mereka sendiri dalam hubungannya dengan kelompok sosial yang berbeda seperti keluarga, teman, komunitas, agama, budaya, ras, atau bahkan profesi. 

Identitas sosial tidak hanya mencakup karakteristik pribadi, tetapi juga nilai, norma, dan peran yang diterima oleh individu dalam kelompok sosial. Proses ini mencakup bagaimana individu melihat diri mereka sendiri, bagaimana orang lain melihat mereka dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka.

Dalam konteks sosial, identitas sosial juga berfungsi sebagai cara bagi individu untuk memahami tempat mereka di dunia dan mengatur interaksi sosial mereka.

 Sebagai contoh, mereka yang merasa menjadi bagian dari komunitas tertentu, seperti kelompok etnis atau kelompok profesional, cenderung mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma dari kelompok tersebut dan mengembangkan perilaku dan sikap yang mencerminkan kelompok tersebut. 

Dengan kata lain, identitas sosial mencakup aspek-aspek yang lebih luas dari identitas pribadi, di mana individu tidak hanya dilihat sebagai individu tetapi juga sebagai anggota kelompok sosial yang lebih besar. Identitas sosial tercipta melalui proses identifikasi dan diferensiasi.

Berikut adalah pengertian identitas sosial menurut tiga ahli:

Henri Tajfel (1979)

Henri Tajfel, seorang psikolog sosial, mendefinisikan identitas sosial sebagai bagian dari konsep diri individu yang berasal dari keanggotaannya dalam kelompok sosial. Identitas sosial ini terbentuk melalui proses kategorisasi sosial, di mana individu mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dan membedakan kelompok tersebut dari kelompok lain (ingroup vs. outgroup). Tajfel menekankan bahwa identitas sosial bukan hanya soal bagaimana individu melihat diri mereka sendiri, tetapi juga bagaimana mereka membandingkan kelompok mereka dengan kelompok lain, yang mempengaruhi persepsi dan perilaku sosial.

George Herbert Mead (1934)

George Herbert Mead, seorang tokoh penting dalam teori interaksionisme simbolik, berpendapat bahwa identitas sosial terbentuk melalui interaksi sosial. Menurut Mead, individu memahami dan membangun identitas sosial mereka melalui peran sosial yang mereka jalani dalam masyarakat. Identitas ini terbentuk melalui proses sosial yang melibatkan komunikasi dan pemahaman diri dalam konteks kelompok sosial yang lebih besar. Mead menekankan pentingnya interaksi dengan orang lain dalam membentuk pemahaman tentang diri (self) dan identitas sosial.

Erik Erikson (1968)

Erik Erikson, dalam teorinya tentang perkembangan psikososial, mengartikan identitas sosial sebagai hasil dari pencarian individu akan peran sosial mereka dalam masyarakat. Menurut Erikson, identitas sosial ini terbentuk selama masa remaja, ketika individu mulai mengeksplorasi berbagai peran sosial dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Ia berpendapat bahwa pencarian identitas ini adalah tahap perkembangan psikososial yang penting, di mana individu menemukan siapa diri mereka dalam kaitannya dengan kelompok sosial dan budaya di sekitarnya.

                 

Faktor-faktor yang membentuk identitas sosial

Faktor-faktor yang membentuk identitas sosial mencakup berbagai elemen yang memengaruhi cara individu melihat diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan kelompok sosial di sekitar mereka. Berikut adalah beberapa faktor utama yang membentuk identitas sosial:

1. Kelompok sosial

Kelompok sosial adalah faktor utama dalam pembentukan identitas sosial. Individu cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tertentu, baik itu karena keluarga, teman, komunitas, etnis, agama, atau profesi. Keikutsertaan dalam kelompok ini memberikan individu rasa memiliki (sense of affiliation) dan membentuk norma dan nilai yang diterima oleh individu tersebut. 

Sebagai contoh, seseorang yang lahir dalam keluarga beragama tertentu dapat mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok agama tersebut dan mengikuti ajaran dan tradisi yang berlaku.

2.Norma dan nilai sosial

Norma dan nilai sosial yang ada dalam sebuah kelompok atau masyarakat memainkan peran utama dalam pembentukan identitas sosial. Setiap kelompok sosial memiliki sistem norma dan nilai yang menentukan perilaku anggotanya. Individu yang tumbuh

dalam kelompok tertentu mempelajari dan menginternalisasi nilai-nilai dan norma-norma ini, yang kemudian membentuk pandangan dan tindakan mereka. Oleh karena itu, dalam budaya yang menghargai pendidikan tinggi, individu cenderung mengembangkan identitas sosial sebagai mahasiswa atau akademisi.

3.Pengaruh keluarga

Keluarga adalah faktor pertama yang memperkenalkan individu pada dunia sosial. 

Melalui keluarga, seseorang belajar tentang peran sosial, nilai-nilai dasar, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Identitas sosial sering kali terbentuk dalam konteks keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama di mana individu menerima pengaruh sosial yang mendalam seperti pendidikan, agama, dan norma-norma sosial yang berlaku.

4.Pendidikan dan pengalaman sekolah

Pendidikan formal, baik di sekolah maupun universitas, mempengaruhi pembentukan identitas sosial. Di lingkungan sekolah, individu tidak hanya belajar tentang pengetahuan, tetapi juga tentang interaksi sosial dengan teman sebaya. 

Proses belajar bersama dalam kelompok, mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan pengalaman sosial di sekolah dapat membentuk identitas sosial seseorang, baik sebagai siswa, anggota kelompok tertentu atau bagian dari civitas akademika.

5.Pengaruh media sosial dan media massa

Di era digital saat ini, media sosial dan media massa memiliki pengaruh besar dalam pembentukan identitas sosial. Media sering kali membentuk pandangan individu tentang apa yang dianggap “normal” atau “terlihat baik” di masyarakat. 

Identitas sosial dapat dipengaruhi oleh presentasi diri yang dipublikasikan di media sosial serta norma-norma yang ditetapkan oleh selebriti atau tokoh terkenal. Ada kemungkinan bagi individu untuk memiliki sejumlah kecil uang dalam bentuk citra ideal masyarakat yang dimediasi oleh media.

6.Peran gender

Peran gender merupakan faktor penting dalam pembentukan identitas sosial. Masyarakat sering kali memiliki ekspektasi dan norma tertentu berdasarkan jenis kelamin seseorang. Individu mempelajari peran gender melalui sosialisasi dengan keluarga, teman, dan lingkungan sosial mereka. Peran gender ini dapat memengaruhi bagaimana seseorang melihat diri mereka sendiri dalam konteks kelompok sosial, apakah mereka laki-laki atau perempuan, dan bagaimana peran ini memengaruhi interaksi dan ekspektasi sosial.

7.Lingkungan sosial dan budaya

Faktor budaya dan lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan juga memiliki pengaruh besar pada pembentukan identitas sosial. Budaya memberikan pemahaman kepada individu tentang nilai, simbol, dan praktik yang membentuk cara mereka melihat diri mereka sendiri dan kelompok mereka. 

Sebagai contoh, individu yang tumbuh dalam budaya kolektivis cenderung menekankan nilai rasa memiliki dan persatuan dengan kelompok, sedangkan individu dalam budaya individualis mungkin lebih menekankan pada pencapaian pribadi.

8.Pengalaman hidup dan kepribadian

Pengalaman pribadi seseorang, seperti peristiwa besar dalam hidup atau pengalaman sosial, juga membentuk identitas sosial. Pengalaman hidup, seperti perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan, keberhasilan atau kegagalan, dapat memperkuat atau mengubah identitas sosial seseorang. Selain itu, kepribadian seseorang juga berperan dalam bagaimana mereka memaknai dan menginternalisasi faktor-faktor sosial di sekitarnya.

9.Interaksi sosial dan jaringan sosial

Interaksi sosial dengan orang lain memiliki pengaruh besar pada pembentukan identitas sosial. Melalui interaksi ini, individu memperoleh informasi tentang harapan sosial, perilaku yang diterima, dan bagaimana mereka dipandang oleh orang lain. 

Identitas sosial juga terbentuk dalam konteks kelompok atau jaringan sosial tertentu, seperti teman sebaya, kolega, atau komunitas. Melalui hubungan dan komunikasi, individu membentuk gagasan tentang diri mereka sendiri dan tempat mereka dalam masyarakat.

Secara keseluruhan, identitas sosial terbentuk melalui kombinasi berbagai faktor yang saling berkaitan, termasuk kelompok sosial, norma, nilai, pendidikan, dan pengalaman hidup. Semua faktor ini berperan dalam memberikan pemahaman kepada individu tentang siapa mereka dalam konteks sosial dan bagaimana mereka berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.

Dimensi identitas sosial

Dimensi identitas sosial menurut Jackson dan Smith (1999) adalah konsep yang mendalam dan memberikan wawasan tentang bagaimana individu mengidentifikasi diri mereka dalam konteks kelompok sosial. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai keempat dimensi tersebut:

  1. Konteks Antarkelompok
    Dimensi ini menyoroti pentingnya interaksi antara kelompok dalam membentuk identitas sosial individu. Identitas sosial seseorang tidak hanya terbentuk melalui interaksi internal dalam kelompoknya sendiri (in-group), tetapi juga dalam konteks perbandingan atau interaksi dengan kelompok lain (out-group).
    Dalam situasi ini, perbedaan-perbedaan antara kelompok sering kali menjadi lebih menonjol, terutama ketika ada persaingan atau konflik. Misalnya, identitas sosial kelompok tertentu mungkin diperkuat ketika mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh kelompok lain. Hal ini mendorong solidaritas dalam kelompok dan meningkatkan rasa memiliki terhadap identitas kelompok. Dengan kata lain, hubungan antarkelompok menciptakan konteks di mana individu mempertegas afiliasi mereka dengan kelompok yang dirasa merepresentasikan mereka.
  2. Daya Tarik In-Group
    Dimensi ini berfokus pada sejauh mana individu merasa terhubung dengan kelompoknya sendiri. Daya tarik in-group menggambarkan tingkat afinitas emosional dan kognitif yang dimiliki individu terhadap kelompok. Jika individu merasa bahwa nilai-nilai, norma, atau tujuan kelompok sesuai dengan keinginan dan keyakinan pribadi mereka, maka mereka akan lebih cenderung untuk berafiliasi erat dengan kelompok tersebut.
    Daya tarik ini sering kali didasarkan pada persepsi positif tentang kelompok. Misalnya, ketika kelompok dianggap sebagai entitas yang sukses, dihormati, atau memiliki solidaritas yang kuat, individu lebih mungkin mengidentifikasi dirinya dengan kelompok itu. Selain itu, daya tarik ini juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman positif dalam kelompok, seperti dukungan sosial, penghargaan, atau pengakuan.
  3. Keyakinan yang Saling Terkait
    Identitas sosial terbentuk melalui adanya keyakinan bersama di antara anggota kelompok. Keyakinan ini menciptakan rasa solidaritas dan keterhubungan yang kuat. Dimensi ini mencakup elemen-elemen seperti nilai-nilai, norma, tradisi, dan tujuan yang dianut bersama oleh anggota kelompok.
    Ketika individu merasakan kesamaan dalam keyakinan dengan anggota lain, mereka merasa menjadi bagian dari suatu komunitas yang lebih besar. Ini memungkinkan individu untuk membangun hubungan emosional dan kognitif yang mendalam dengan kelompoknya. Dalam konteks ini, keberadaan identitas sosial tidak hanya bersifat individual tetapi juga kolektif, karena keyakinan bersama menjadi perekat yang mengikat anggota kelompok.
  4. Depersonalisasi
    Depersonalisasi adalah proses di mana individu mulai memandang dirinya bukan sebagai entitas unik, tetapi sebagai representasi karakteristik kelompoknya. Dalam konteks ini, identitas pribadi seseorang digantikan oleh identitas sosial yang merefleksikan kelompok.
    Proses depersonalisasi terjadi ketika norma-norma, nilai-nilai, dan perilaku kelompok menjadi lebih dominan dalam memengaruhi tindakan dan pemikiran individu dibandingkan preferensi pribadi mereka. Sebagai contoh, seorang anggota kelompok mungkin mengubah perilakunya agar lebih sesuai dengan ekspektasi kelompok, bahkan jika hal itu bertentangan dengan keinginannya. Meskipun terdengar negatif, depersonalisasi sering kali menjadi mekanisme yang memperkuat kohesi kelompok dan memungkinkan kelompok untuk berfungsi sebagai entitas yang terorganisir.

Secara keseluruhan, keempat dimensi ini saling berkaitan dan bersama-sama menjelaskan bagaimana identitas sosial seseorang berkembang dan memengaruhi perilaku mereka. Identitas sosial bukan hanya tentang rasa memiliki terhadap kelompok, tetapi juga tentang bagaimana individu memahami dirinya dalam hubungan dengan kelompok lain, menyesuaikan diri dengan norma kelompok, dan memperkuat solidaritas melalui keyakinan bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun