Tanpa ku sadari, aku telah larut dalam pikiranku sendiri cukup lama.
"Eh, kamu nggak jadi punya keperluan OSIS?"
"Bisa kusambi di sana. Ayo, kita berangkat saja sekarang!"
Aku menurutinya. Kupakai helm cadangan miliknya kemudian membonceng motornya. Kami berangkat bersama, dengan 3 motor dan 3 pengemudi yang kuyakini tidak memiliki SIM legal. Bagaimana lagi? Transportasi juga merupakan aspek krusial dalam kehidupan SMA.
Jalanan sedikit padat karena memang sedang jam pulang sekolah, udara juga lumayan terasa mengepung kepalaku. Langit masih biru, hanya saja awannya lebih tebal. Walau begitu, aku senang "berjalan-jalan setelah pulang sekolah" dengan teman-temanku. Apalagi jika Jessi yang kubonceng - dia sangat pintar mencari angin dari menyintas rintangan-rintangan jalan dengan kecepatan tinggi.
Kami akhirnya sampai di depan fasad sebuah bangunan lebar dengan halaman cukup luas - ya, rumah Jessi. Tak sempat mengagumi kenampakan rumah yang cantik ini, aku langsung masuk mengikuti pemilik rumah. Bagian dalamnya juga tidak kalah cantik, tapi aku harus fokus dengan tujuanku ke sini.
Kami duduk melingkar, membuka laptop kami masing-masing, ditemani beberapa gelas es sirup dan sepiring gorengan yang semerbak aromanya. Sebelum kami semua terlalu nyaman, Sena membuka kembali diskusi kami.
"Sekarang, kumpulkan saja referensi-referensi yang sudah kalian temukan tadi,"
"Erna sudah mengumpulkan hasil cariannya, belum?" Rafi memastikan kami semua bekerja.
"Belum..." Sena menjawab pasrah.
"Aku bantu carikan saja. Yang terpenting dari tugas ini adalah kita selesai mengerjakannya dan bisa kembali ke kesibukan masing-masing," Jawab Jessi, yang setengah sambat.