Aku akhirnya sampai di depan sekolah. Gerbangnya terbuka lebar, tidak ada orang terlihat sejauh mata memandang. Tempat parkiran juga kosong melompong, hanya sejumlah motor guru dan karyawan di pojokan. Aku ikut memarkirkan motorku di sebuah sudut yang jauh dari gerbang, mengikuti naluriku yang entah mengapa otomatis memilih area sana.
Setelah bertemu kembali dengan fasad kelasku, aku langsung membuka pintunya.
"Pagi re-"
"INDRIIIIII!" Sentak Jessi.
"Hus, Jessica! Masih pagi sudah gaduh saja!" Tambah Rafi, yang suka membagi waktu istirahat malamnya pada sekian menit sebelum bel sekolah dibunyikan.
Tapi aku tidak menyalahkan Rafi. Jessi memang baru saja seperti siamang di hutan yang sunyi - memecah keheningan dengan berteriak.
Aku kemudian duduk di sebelah Jessi seperti semua tadi tidak pernah terjadi. Jessi langsung mengarahkan laptopnya ke diriku, dan memulai sesi konsultasinya.
"Ini bahasanya kira-kira sudah cocok belum?"
"Sudah sih, cuma masih ada yang kurang tepat pengejaannya,"
Sebenarnya, hal-hal yang dia pertanyakan sepele, namun mengingat dia sudah banting tulang semalaman, dia justru butuh dukungan kecil seperti ini. Kita pun terus memperbaiki presentasi Jessi.
Pintu kelas terbuka, menampakkan Yang Terhormat Ibu Ketua Kelas, Sena. Yang satu ini, tak kalah sibuknya, tak kalah banyak butuh bantuannya dengan Jessi. Sena berjalan ke arah mejaku, lalu berdiri canggung dengan senyum terpaksa pada raut wajahnya.