Mohon tunggu...
Nafla Rizqyanisa
Nafla Rizqyanisa Mohon Tunggu... Editor - Murid yang iseng.

Hanya mencoba-coba megisi blog artikel:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perahu Kecil di Lautan Lepas

23 November 2023   23:49 Diperbarui: 24 November 2023   02:31 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Boleh. Nanti kamu aku antar ya, sekarang aku mau tidur dulu," sahut Rafi.

"Aku bisa ikut, tapi mungkin aku agak telat, karena ada keperluan OSIS sebentar..." jawab Jessi.

"Aku kosong kok nanti pulang sekolah," jawabku.

Kami hening sejenak, menunggu jawaban dari 1 anak yang tersisa ini.

"Kamu bisa nggak, Erna?" Sena berusaha menarik perhatian Erna yang dari tadi sibuk sendiri dengan ponselnya.

"Nggak bisa, aku ada perlu malam ini. Aku kerjakan dari rumah saja, apa boleh?" Akhirnya, Erna menjawab.

"Sekarang saja, lalu kamu langsung kumpulkan ke Sena, supaya setidaknya kamu berkontribusi sedikit kepada kelompok ini," jujur, menurutku omongan Jessi ini agak menusuk. Tidak ada cara lain, sih.

Kami membagi tugas per anak, dan aku mendapatkan bagian definisi. Hasil studi dan pendapat ahli dapat kucari di internet dalam sekejap mata, namun itu semua sekadar untuk melengkapi tugas ini. Dari dulu, aku tidak pernah memahami apa makna "pahlawan" itu secara mendasar.

Maksudku, apakah kita perlu menggencat senjata demi diberi label "pahlawan"? Apakah kita harus berada dalam posisi yang terhormat, seperti guru dan orang tua agar bisa dipanggil "pahlawan"? Ku rasa aku belum menemukan syarat utama dalam menjadi pahlawan, karena jika pahlawan hanya berupa figur-figur seperti itu, maka penamaannya hanya bersandarkan pada pangkat dan tenaga.

Suara bel pulang yang begitu nyaring seharusnya merenggangkan kesesakan pada dadaku dari seharian, namun kali ini ikatan di dadaku tetap ketat. Agak melelahkan jika aku harus berkegiatan dengan mendadak seperti ini, tapi aku setuju dengan Sena - sebaiknya diselesaikan hari ini juga daripada ditunda-tunda - apalagi jika salah satu anggota kita kurang menjanjikan. Ah, meski begitu jelas bagaimana keberlangsungan kelompok ini nanti, aku tetap tidak boleh berburuk sangka.

"Ndri, kamu kenapa melamun begitu? Ayo, kuantarke rumahku naik motorku!" Sapa Jessi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun