Dalam fiqh mewaris, anak sambung dapat memperoleh harta warisan dengan menggunakan cara lain seperti mendapatkan wasiat dari orang tua sambungnya, wasiat ini disebut dengan wasiat wajibah. Kedudukan dan hak-hak anak sambung ini dapat disamakan dengan anak angkat, karena anak sambung dan anak angkat memiliki persamaan kenyataan (illat) bahwa keduanya merupakan anak orang lain yang secara sengaja dibawa masuk menjadi bagian dari keluarga baru. Jadi mereka menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Meskipun hak waris tidak berlaku untuk anak sambung yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, hukumnya boleh (mubah) memberikan wasiat dengan ketentuan besarnya tidak melampaui 1/3 dari jumlah harta warisan orang tua sambungnya. Lampiran SEMA 7/2012 (halaman 9) menjelaskan bahwa anak tiri/sambung yang dibesarkan sejak kecil tidak diakui sebagai ahli waris, namun dia tetap dapat menerima bagian dari harta warisan melalui mekanisme wasiat wajibah. Aturan mengenai wasiat wajibah tercantum dalam Pasal 195 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyatakan bahwa wasiat dapat dibuat secara lisan atau tertulis di hadapan dua saksi atau notaris, dengan batas maksimum hingga 1/3 dari total harta warisan, kecuali jika semua ahli waris sepakat untuk memberikan lebih.
Kesimpulan
Dalam hukum waris Islam, hak waris didasarkan pada tiga faktor utama: hubungan darah (nasab), perkawinan, dan pembebasan budak. Anak sambung tidak termasuk dalam kategori ahli waris karena tidak memiliki hubungan nasab atau perkawinan dengan pewaris. Oleh karena itu, anak sambung tidak memiliki hak langsung untuk mewarisi harta dari orang tua sambungnya. Â
Namun, terdapat beberapa alternatif yang memungkinkan anak sambung untuk mendapatkan bagian dari harta warisan, yaitu melalui wasiat wajibah. Wasiat dapat diberikan oleh orang tua sambung dengan ketentuan maksimal 1/3 dari total harta warisan, sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Dengan demikian, meskipun anak sambung tidak termasuk dalam kelompok ahli waris, kedudukannya masih dapat diakomodasi melalui mekanisme wasiat ini. Â
Selain itu, hak waris anak sambung tetap berlaku terhadap harta peninggalan orang tua kandungnya, baik dari pihak ibu maupun ayah kandung, jika memenuhi syarat sebagai ahli waris sesuai ketentuan hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Anjani, Y. A., et. al, (2023). Hak Waris Anak Sambung dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam dan Hukum Waris di Indonesia (Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung Nomor 2980 K/Pdt/2014). Doctoral dissertation; Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Basri, S., (2020). Hukum Waris Islam (Fara’id) dan Penerapannya dalam Masyarakat Islam. Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan; P-ISSN: 2721-0545, E-ISSN: 2722-3604 Volume 1 Nomor 2.
Rasyid, A., et. al., (2013). Mu’amalah untuk Perguruan Tinggi. UHAMKA PRESS; Jakarta Selatan, ISBN: 978-602-8040-49-5.
Simanjuntak, S., (2024, 30 Juli). Hak Waris Anak Tiri Menurut Hukum Islam. Diakses pada 31 Desember, dari Hak Waris Anak Tiri Menurut Hukum Islam | Klinik Hukumonline.
Yasin, A. A., (2021). Hak Waris Anak Angkat Dalam Pespektif Undang-Undang dan Hukum Islam. TSAQAFATUNA: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 3(1), 81-89.