Hak Waris Anak Sambung Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum IslamÂ
Dalam fiqh mewaris telah ditentukan aturan mengenai waris dalam bentuk paling adil. Menurut fiqh mewaris, yang berpedoman pada Al-Quran, As-Sunnah dan ijma’ dari para ulama. Al-Quran merupakan sumber hukum paling utama bagi umat islam, telah mengatur tentang waris secara rinci dan jelas, baik dari sisi penerima, bagian yang akan diterima maupun aturan-aturan lainnya. Akan tetapi, tidak ditemui ayat Al-Quran yang menjelaskan ketentuan tentang hak waris anak sambung.
Berdasarkan dalil dalam surah An-Nisa’ (4) ayat 11-12, dalam fiqh mewaris telah ditentukan bahwa ahli waris memang selayaknya keluarga sedarah. Sementara dalam kasus ini, anak sambung tidak memiliki hubungan sama sekali dengan pewaris, baik hubungan darah maupun perkawinan. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hak waris bagi anak sambung terhadap harta warisan orang tua sambung.
Berikut adalah sebab-sebab seseorang mendapatkan dan menerima harta warisan yaitu:Â
Kekerabatan (qarabah)
Orang yang masuk dalam kelompok ini ialah ibu dan ayah (garis keturunan ke atas) maupun anak, cucu dan garis keturunan ke bawah)
Perkawinan (mushaharah)
Yang masuk dalam kelompok ini diantaranya suami atau istri dari pewaris
Membebaskan budak (wala’)
Tanpa membedakan jenis kelamin, jika seseorang membebaskan budak maka diantara seseorang itu dengan bekas budaknya dapat saling mewarisi.
Pada poin pertama yaitu kekerabatan antara dirinya dengan pewarisnya, hal ini menerangkan bahwa hak waris anak sambung hanya terhadap harta warisan orang tua kandungnya. Jadi seumpama anak sambung itu bawaan dari pihak ibu dan yang meninggal dunia ibunya, maka anak sambung tersebut sebagai ahli waris berhak mendapatkan harta warisan ibu kandungnya, dan sebaliknya.Â