Mohon tunggu...
Nadya Salsabila
Nadya Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo! Perkenalkan saya Nadya Salsabila, mahasiswa Psikologi dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka. Saya memiliki minat terhadap ilmu pengetahuan dan khususnya ilmu yang berkaitan dengan bidang Psikologi. Melalui blog ini, saya berharap dapat berbagi ilmu yang bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membacanya. Semoga tulisan-tulisan saya dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan kepada teman-teman sekalian.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemahaman Hukum Waris Islam terhadap Anak Sambung

2 Januari 2025   14:49 Diperbarui: 2 Januari 2025   14:49 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar; https://sl.bing.net/f9gM80f7xN6

Lalu siapakah yang berhak mendapatkan hak waris tersebut? Ahli waris dapat dibagi menjadi 3, yaitu dzaw al-furud, `asabah dan dzaw al-arham. Dzaw al-furud yakni orang yang mempunyai hubungan tertentu dengan pewaris dan telah ditetapkan bagian-bagian tertentunya yang terdiri dari 7 kelompok; 2/3 dari harta waris (dua/lebih anak perempuan jika pewaris tidak mempunyai anak laki-laki, dua/lebih cucu perempuan dari anak laki-laki jika pewaris tidak memiliki cucu laki-laki, dua/lebih saudari kandung jika pewaris tidak memiliki saudara kandung, dua/lebih saudari sebapak), 1/3 (ibu kandung, dua/lebih saudari seibu atau sebapak), 1/3 dari sisa harta waris (ibu, bapak, dan duda/janda), 1/6 (ibu kandung, bapak kandung, kakek&nenek kandung dari bapak, saudara laki-laki/perempuan, saudara sebapak), 1/2 (anak perempuan jika tidak ada anak laiki-laki, cucu perempuan, duda, saudari sekandung apabila tidak ada saudara, saudari sebapak), 1/4 (duda jika pewaris memiliki anak/cucu dari anak laki-laki dan janda apabila pewaris tidak memiliki anak/cucu dari anak laki-laki), dan 1/8 dari harta waris (janda jika pewaris memiliki anak/cucu dari anak laki-laki). 

‘Asabah yakni kelompok yang mendapatkan bagian seluruh harta warisan, terbagi menjadi 3; `Asabah bi an-nafsi yaitu menjadi `asabah karena dirinya sendiri, semuanya laki-laki dan harus berurutan dalam kedudukannya. Asabah bi al-ghair yakni orang yang menjadi `asabah sebab/ditarik orang lain (anak laki-laki yang dapat menarik saudarinya, dengan syarat bagiannya 2 kali dari perempuan). `Asabah ma’a al-ghair artinya seseorang menjadi `asabah bersama orang lain, semuanya perempuan.

 Dzaw al-arham adalah ahli waris yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan pewaris, tetapi tidak termasuk kelompok dzaw al-furud dan `asabah. Mereka baru berhak mendapat bagian dari harta warisan jika dzaw al-furud dan `asabah (baik menghabiskan harta warisan maupun yang menerima sisa harta setelah dibagi) tidak ada. meliputi: cucu dari anak perempuan, anak dari saudara perempuan (keponakan), saudara laki-laki atau perempuan dari ibu (paman/bibi) dan anak dari paman atau bibi (sepupu).

Untuk dapat dijadikan ahli waris, maka harus memenuhi beberapa syarat yaitu; terdapat berbagai hubungan kekerabatan yang mencakup ayah, ibu, anak, cucu, saudara kandung, saudara seayah, saudara seibu, serta kakek dan nenek dari generasi sebelumnya. Dalam Al-Quran Surah Al-Anfal ayat 75; dijelaskan bahwa "orang-orang yang mempunyai kekerabatan itu lebih berhak terhadap sesamanya dibandingkan dengan yang bukan kerabat. " Selain itu, dalam Surah An-Nisa’ ayat 7, dinyatakan bahwa "laki-laki berhak atas bagian dari harta peninggalan orang tua dan kerabat mereka, begitu pula wanita yang juga memiliki hak atas harta peninggalan tersebut, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak sesuai dengan bagian yang telah ditentukan." Allah SWT dalam Surah An-Nisa’ ayat 11 menetapkan bagian tertentu bagi para kerabat atau keturunan pewaris, sesuai dengan porsi masing-masing. Yang kedua ahli waris berdasarkan hubungan pernikahan, yakni terdiri dari duda dan janda. 

Lalu bagaimana hukum yang mengatur hak waris untuk anak sambung? Dari penjelasan yang sudah kita ketahui di atas maka tidak ada bagian yang tertulis untuk anak sambung. Terkadang kehadiran anak sambung justru menimbulkan perselisihan diantara keduanya, apalagi jika membicarakan harta warisan. Mari kita bahas bagaimana peran dan pembagian warisan untuk anak sambung menurut hukum islam.

B. Konsep Anak Sambung

Ketika seorang laki-laki dan wanita menikah dengan seseorang berstatus duda atau janda yang sudah memiliki anak, maka anak ini secara otomatis akan menjadi anak sambung bagi bapak atau ibu barunya. Sehingga anak sambung turut menjadi bagian dari keluarga barunya hingga terjalin hubungan yang erat diantara keduanya. Pada dasarnya, dalam proses pewarisan anak mempunyai kedudukan sebagai ahli waris. Keberadaan anak menimbulkan kedudukan masing-masing dalam proses pewarisan, dimana terdapat hak dan kewajiban yang melekat pada diri setiap anak. 

  1. Pengertian Anak Sambung

Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, anak sambung merupakan anak yang dibawa oleh salah satu pihak yang bukan berasal dari perkawinan dengan pasangan saat ini. Sehingga dalam hal ini dapat dipahami bahwa tidak semua perkawinan dilaksanakan oleh mereka yang masih perjaka atau perawan, sebab tidak jarang ada dilaksanakan oleh seorang perawan atau perjaka dengan seorang duda ataupun janda yang sudah beranak. Dalam peraturan perundang-undangan di indonesia, tidak sama sekali memberikan pengertian tentang anak tiri/sambung.

  1. Kedudukan Anak Sambung Menurut Hukum Islam 

Menurut perspektif hukum islam, anak tiri/sambung tidak memperoleh warisan dari orang tua tiri/sambungnya, hal ini dikarenakan hukum islam hanya bertumpu pada 3 sebab mewarisi, yaitu nasab, perkawinan dan membebaskan budak, sebagai mana yang telah dijelaskan dalam surah An-Nisa’ ayat 33. Dari dalil surah An-Nisa’ ayat 33 maka secara tersirat disampaikan bahwa kedudukan anak tiri/sambung bukan sebagai ahli waris. Karena tidak adanya sebab mewarisi antara anak tiri/sambung dengan orang tua tiri/sambung, sehingga keduanya tidak dapat saling mewarisi satu sama lain. Akan tetapi, kedudukan anak tiri/sambung menurut fiqh mewarisi ialah sebagai Hijab Nuqshan bagi orang tua tiri/sambungnya.

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun