Mohon tunggu...
Nabila Laksmi
Nabila Laksmi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Di Balik Pesona "Athena"

21 Februari 2018   06:53 Diperbarui: 22 Februari 2018   11:06 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti kebanyakan cerita yang telah dibuat, novel Athena ini mengangkat cerita cinta remaja di zaman modern. Namun dalam penyajiannya, kisah cinta ini dihiasi dengan unsur-unsur petualangan seperti bepergian di berbagai tempat di Athena, Yunani.

"Eisai morfi. ([Yunani] kamu cantik(fem))" Nathan melihat semburat merah di pipi Widha. Waktu yang semakin sempit memaksanya untuk mengenyah basa-basi. "I'm so sorry. I was mean yesterday. Sulit bagiku untuk mengenali apa yang sebernarnya aku rasakan setiap kali bertemu dengan kamu. Kalau seandainya penyesalan itu tidak pernah datang, I wouldn't realize that I've fallen for you.,"(hlm. 271)

Kisah kebimbangan cinta untuk kembali pada sang mantan atau menerima orang baru dalam kehidupan tokoh utama turut membumbui jalan cerita novel ini.

Pola Pengembangan cerita yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju. Bagian pengenalan pada novel ini diawali dengan keinginan tokoh utama bernama Widha, seorang mahasiswi asal Bandung, yang ingin pergi ke Athena. Sore itu, Widha dan Deno, temannya, sedang membahas rencana besar Widha tersebut.

           "Kamu masih ingat tentang rencanaku buat linuran ke Yunani?"

Kali ini mulut Deno memebentuk O besar. "Eh, kamu serius mau pergi ke sana? Kirain cuma bercanda!" (hlm.6)

Untuk menuju tahap konflik, ada banyak sekali kejadian yang mendorong terjadinya klimaks. Salah satu rangsangan tersebut adalah pertemuan Widha dengan Nathan di penginapan yang sama. Di sana mereka saling berkenalan dan kemudian menjadi teman dekat dan teman bepergian untuk menjelajahi Athena bersama.  

"Pekikan keras seorang gadis mengalihkan perhatian Nathan. Ternyata, pintunya menghantam wajah seseorang yang berjalan di belakang. Sosok itu terhuyung dan menyandarkan tubuh ke tembok." (hlm.16)

Kutipan di atas adalah bagaimana awal perjumpaan Nathan dan Widha yang tanpa di sengaja. Semenjak kejadian itu mereka menjadi akrab.

            "Nathan, kamu mau enggak nemenin aku jalan-jalan?"

            "Huh? Menemani kamu ? Maksudnya-"

"Kamu bilang tadi belum punya tujuan pasti, sementara aku udah punya rencana." Widha menyenggol bahu Nathan.

            "Ayolah, enggak akan seru kalau ekspansi tempat-tempatnya sendirian." (hlm 45-46)

Kebersamaan yang telah mereka lalui menumbuhkan rasa yang berbeda di hati mereka - rasa cinta mulai tumbuh dan rasa sakit tentang masa lalu mereka mulai luntur.

Tahap tegangan muncul saat sosok hantu dari masa lalu Widha muncul kembali di hadapannya. Sosok itu adalah Wafi, mantan yang telah memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Berbagai masalah mulai bermunculan setelah kemunculan Wafi dalam novel ini.

"Wafi seperti pemanah professional yang tembakannya selalu tepat sasaran. Widha mengunyah sisa mossaka selambat mungkin sambil memikirkan jwaban yang minim basa-basi. Ceritanya tidak boleh terkesan menyedihkan. Kalau bisa, Wafi tidak perlu tahu sehancur apa hatinya saat mereka putus." (hlm. 83)

Kutipan itu meurpakan potongan kejadian saat mereka bertemu untuk makan siang bersama. Di sana Wafi membahas banyak hal tentang hubungan masa lalu mereka. Harapan-harapan Wafi untuk ingin kembali lagi bersama dengan Widha mulai tumbuh. Namun apa daya, ia telah memiliki kekasih baru di Indonesia. Widha terkejut dan merasa sangat marah dengan Wafi.

Tahap klimaks meroket saat Wafi mulai bersikap posesif dan memperebutkan Widha bersama Nathan. Kenyataan bahwa Wafi adalah orang yang dahulu pernah juga bersaing dengan Nathan untuk mendapatkan Keira membuat Widha bingung. Saat Nathan mulai mencintai Widha, Wafi ingin juga kembali kepada Widha. Saat itulah pertengkaran bermunculan. Perang dingin antar tokoh tampak jelas pada tahap ini.

"Sekali lago, Wid. Jangan terlalu dekat dengan dia."

"Peringatan Wafi tadi malah membuat Widha makin gusar. "Apanhak kamu sampai berani mengatur kehidupan sosialku? Aku bukan pacar kamu lagi, kan? Lagi pula, Keira akhirnya memilih kamu. Nate mau enggak mau harus melepaskan dia." (hlm.196)

Novel ini diakhiri dengan kisah bahagia, seluruh masalah yang terjadi telah berakhir dengan baik. Wafi sadar bahwa ia tidak pantas lagi bersama dengan Widha, ia memilih untuk setia kepada kekasih barunya dan merelakan Widha untuk bersama Nathan. Novel ini ditutup dengan kehadiran Nathan di acara wisuda Widha dimana saat itu mereka telah menjadi sepasang kekasih.

"Mereka berhenti beberapa langkah di depan Nathan. Kemudian, dia memberikan buket bunga mawar merah pada gadis di hadapannya. "Selamat, Widha Armafia Sumadimaja, S.Ikom." (hlm.276)

Novel Athena dibintangi oleh banyak tokoh. Tokoh utama dalam novel ini bernama Widha. Dia adalah seorang mahasiswa yang sangat ingin pergi ke Athena, Yunani. Wanita ini adalah seorang pekerja keras, hal ini dibuktikan dalam percakapan Widha dalam buku ini.

"Mungkin kamu bakal mikir ini ide sinting. Aku pakai semua biaya hidup dari beasiswa Bidik Misi demi terbang ke pesisir Mediterania" (hlm.6)

Hal ini membuktikna bahwa untuk pergi ke Athena ia harus berkeja keras untuk mendapatkan biasiswa yang diincarnya, ia harus serius dan belajar dengan sungguh-sungguh . Widha juga sangat pandai dan mengetahui dengan benar banyak sejarah yang ada di Athena,kecerdasan dan pengetahuannya tentang Yunani banyak ditunjukan penulis di dalam novel.

"Sesuai dengan nama para dewa mata angina dalam mitologi..." "Utara-Boreas, Timur Laut-Kaikias, Timur-Eurus, Tenggara-Apeliotes, Selatan- Notus ..." (hlm.69)

Selain itu, di dalam novel ini Widha digambarkan sebagai sosok yang setia dimana dia masih setia menunggu mantan pacarnya selama bertahun-tahun.

"Menjauh? Atau kamu yang memilih untuk mundur? Karena aku diam di tempat, Waf. Berdiri di titik yang sama! I recalled all things we used. Aku bahkan masih menyimpan ini!" (hlm.137)

Keras kepala, ceria, dan terbuka juga merupakan karakter Widha yang digambarkan oleh penulis dalam novel ini.

Wafi adalah tokoh antagonis dalam novel ini. Ia adalah bagian dari masa lalu Widha yang sulit untuk terlupakan. Wafi adalah mantan kekasih Widha di masa lalu. Hubungan mereka kandas karena Wafi adalah sosok yang egois dalam hubungan mereka.

"Setelah tiga tahun, tiba-tiba kamu menghilang dan muncul dengan seseorang yang menggantikan posisiku!" ... "Sekarang, kamu seenak udel meminta aku untuk menjaga jarak dari Nate? Daripada sibuk mengontrol hidupku, kenapa kamu tidak pulang saja dan melindungi Keira?" (hlm.197)

Selain itu, dalam menghadapi hubungannya dengan Widha, Wafi termasuk dalam sosok yang sangat posesif walaupun Widha telah menjadi mantannya. Hal ini dibuktikan dengan percakapannya dengan Artemis, rekan kerjanya di Athena.

"Sekarang lihat mantan kamu. Dia dibuat kecewa karena perjuangannya sia-sia. Kamu tiba-tiba bertingkah posesif, padahal kalian udah enggak pacaran lagi."  Artemis berdecak." Aku prihatin" (hlm.199)

Meskipun demikian, Wafi adalah pekerja keras. Ia mampu mendapat beasiswa di New York dan dikenal sebagai musisi dan pencipta lagu yang hebat.

"Rasanya, baru kemarin dia dinyatakan lolos dan mendapat besiswa untuk kuliah di Sekolah Musik Manhattan, New York. Selama Sembilan bulan, Wafi menimba ilmu dan mencoba peruntungan dengan menajdi pengisi acara di beberapa kafe..." (hlm.24)

"Satu tahun belajar di sebuah sekolah musik bergengsi di New York pasti mengasah keterampilan Wafi menjadi lebih baik. Kurang dari sembilan jam setelah pertemuan tenagh malam, pria itu sanggup menciptakan satu lagu. Widha berdiri di samping stereo yang berhadapan dengan tempat tidur." (hlm.189)

Kegigihan Wafi dalam membangun karirnya memang tidak bisa dipungkiri lagi. Untuk mendapatkan apa yang menjadi targetnya, ia benar-benar berusaha dari titik nol hingga ia dapat memetik buah yang manis dari pohon kariernya.

Selama berada di Athena, Wafi didampingi oleh seorang rekan kerja bernama Arthemis. Arthemis adalah gadis muda berusia 18 tahun dan merupakan adik dari teman Wafi, Ares.

"Cukup miring, kan?"tanya Artemis riang. "Beberapa toko tadi jjuga jadi langgananku. That's why the prices are cheaper." "Kamu kayaknya jago banget bikin koneksi di mana-mana,"puji Wafi gambling. "Kurasa sudah cukup. Kamu mau ke mana dulu?" (hlm.52)  

Kutipan itu membuktikan bahwa meskipun usianya masih tergolong belia, Artemis adalah gadis yang ramah dan mudah bergaul. Di samping itu, Artemis juga senang menolong orang lain.

"Mata Wafi menilai Artemis beberapa detik. Setelah memberinya akses untuk tampil di salah satu festival di Athena, sekarang dia menawarkan jasa sebagai pemandu wisata? Wafi ingin menolaknya dengan cara halus, tetapi kerumunan orang di luar mendorongnya untuk mempertimbangkan keputusan." (hlm.51)

Karakter Artemis yang demikian membuatnya disukai banyak orang dan memiliki banyak kenalan. Keberadaan Artemis yang selalu berada di samping Wafi memudahkan Wafi untuk menjelajahi Athena.

Selama Wafi meninggalkan Widha, sosok lelaki yang dapat selalu menghibur dan menemani Widha adalah Deno, sahabat kuliahnya di Indonesia.

Deno adalah pendengar yang baik dan selalu memberikan perhatian kepada Widha. Karakter Deno ini tergambar pada halaman 217.

"Ini bukan kesimpulan. Sebut saja hipotesis. Semakin kuat kamu menyangkal, aku malah semakin yakin tebakan-tebakan tadi benar, Wid. Kenapa harus gengsi buat mengakui perasaan kamu seniri, sih? Aku udah sering nyimak curhatan kamu dalam masalah asmara. How could I not notice when you're in l-" (hlm.217)

Deno juga merupakan sosok yang pengertian dan berani untuk berkorban demi kebahagiaan Widha.

"Kurasa, ini juga jadi momen bagiku untuk berhenti mengejar kamu, Widha." (hlm.219)

Kutipan penutup itu membuktikan jikalau Deno yang diam-diam telah mencintai Widha sejak lama berani untuk menutupi perasaannya demi menjaga suasana hati dan kebahagaiaan Widha.

Selama berada di Athena, Widha ditemani oleh seorang pemuda bernama Nathan. Nathan adalah pemuda asal Australia yang kebetulan juga sedang liburan di Athena dan tinggal di penginapan yang sama dengan Widha.

Nathan adalah pemuda yang humoris, ia selalu menghibur dan membuat Widha tertawa dalam kesehariannya. 

"Sesuai dengan nama para dewa mata angin dalam mitologi. Kita jalan mengikuti arah jarum jam," perintah Widha. "Utara-Boreas, Timur Laut-Kaikias, Timur-Eurus, Tenggara-Apeliotes, Selatan- Notus, Barat Daya-Livas, Barat- Zephyrus dan Barat Laut-Skiron. Omong- omon, Zephyrus itu suaminya iris, Dewi Pelangi."

               "Kamu pasti hadir ke persta pernikahan mereka, ya?" seloroh Nathan.

               " Aku jadi pembawa acaranya." (hlm 69-70)

 Dibalik sifatnya yang humoris, Nathan adalah sosok yang tertutup mengenai kehidupan pribadinya. Ketertutupan Nathan terbukti dalam kutipan beriktut.

"Maf, you are an open minded person. Aku bukan. Juga, aku akan sangat senang kalu dompet itu-salah satu wilayah pribadiku-bisa kembali." (hlm.106)

Dalam dompet itu tersimpan rahasia masa lalu Nathan yang tak boleh diketahui oleh siapapun, termasuk Widha.

 Novel Athenaini berlatar tempat di Kota Athena, Yunani. Banyak latar tempat yang disjikan oleh novel ini karena novel ini juga berisi tentang perjalanan mengujungi berbagai tempat menarik di Kota Athena.

Saat pertama kali tiba di Athena, tempat ujuan utama yang dicari Widha adalah penginapan. Penginapan Vestia adalah penginapan yang disewa Widha.

"Here! Vestia-sebuah penginapan berlantai empat dan bergaya neoklaasik-menyambutnya. Tembok batu batanya yang berwarna gading cukup menyilaukan mata." (hlm.15)

Penginapan ini adalah tempat yang tak dapat Widha lupakan karena di sanalah Widha tanpa sengaja bertemu dengan Nathan. Tak lama setelah perjuampaan Widha dan Nathan, mereka sepakat untuk menjelajahi Athena bersama-sama. Ada tiga tempat yang menjadi target Widha dan Nathan utntuk dikunjungi. Tiga lokasi itu adalah Agora, Plaka, dan Rafina.

"Nathan kemudian membukanya dan menatap tumpukan foto yang dia bidik selama perjalanan mereka ke Agora, Plaka, dan Rafina. Sebagian besar diambil diam-diam dengan Widha sebagai objek utamanya. Dia membolak-balik tumpukan tersebut dan mengembalikannya pada Widha. Kemudian, Nathan memberikan satu foto yang tertinggal." (hlm.271)

Walaupun mereka hanya mengunjungi tiga tempat di Athena, ketiga tempat itu sudah sukses membuat benih cinta timbul di antara mereka. Begitu banyak kenangan yang mereka dapatkan selama menjelajahi Athena besama. Tidak hanya itu, Nathan juga banyak belajar dari Widha tentang sejarah-sejarah di Athena.

"Rafina dibangun sekitar tahun 1920-an," Widha menjelaskan riwayat singkat kota itu. "Sebagian besar pengungsi perang dari kota ini berasal dari Triglia. Nama Rafina sendiri diambil dari anagram nama awal kota ini di zaman Yunani kuno." (hlm.156)

Selain tempat wisata, tempat lain yang sering tokoh-tokoh dalan novel ini kunjungi adalah Monastiraki. Monastiraki adalah surga belanja dengan harga yang terjangkau. Bahkan tawar menawarpun diizinkan di sini.

"Cukup miring, kan?" Tanya Artemis riang. "Beberapa toko tadi juga jadi langgananku. That's why the prices are cheaper." (hlm.52)

Di Mobastiraki terdapat satu toko roti yang menjadi tempat pertemuan perdana Wafi dan Widha setelah sekian lama tidak bertemu dan berkomunikasi.

"Sementara Artemis berburu roti, perhatian Wafi tertarik pada pengunjung yang baru membuka pintu toko... Timbunan arsip memori Wafi mencari satu nama yang dulu sering muncul dalam benaknya... Widha?" (hlm.53)

 Parthenon adalah lokasi yang termasuk dalam wilayah Akropolis. Di tempat inilah Nathan menunggu Widha untuk memperbaiki hubungan mereka karena beberapa maslah yang terjadi.

"Dia berdiri di salah satu sisi Parthenon. Mengamati satu per satu turis dengan mata memicing. Berharap jika salah satunya adalah Widha." (hlm.241)

Sayangnya apa yang diharapkan Nathan tidak terwujud. Pertemuan mereka tidak berjalan dengan baik. Beberapa hari setelah pertemuan menyedihkan Nathan dan Widha di Parthenon, hubugan mereka kemudian membaik lagi di Agora, tempat pertama yang mereka kunjungi.

"Kepala Nathan lalu menunduk. Matanya terbelalak saat menemukan mozaik dua hati di bawah pijakan mereka. Gadis itu menggeser tubuhnya ke samping. Dia belum menyadari kehadiran Nathan karena telinganya dipasangi eraphone." (hlm.269)

 Mozaik dua hati adalh mozaik yang terdapat di Agora dan seseorang yang menegakan earphone itu adalah Widha. Di sanalah hubungan mereka membaik.

Terdapat banyak latar waktu yang digunakan dalam susunan novel ini. Salah satunya adalah saat tepat tengah malam.

"Jarum panjang dan pendek saling berangkulan di anga dua belas. Wafi mengenyahkan semua keraguan, lalu mengetuk pintu di hadapannya..." (hlm.171)

 Malam itu adalah malam ulang tahun Widha. Itulah mengapa Wafi bekunjung ke penginapan Widha tepat tengah malam untuk memberikan Widha kejutan ulang tahun.

Selain malam kejutan bagi Widha, penulis juga menggunakan latar malam hari untuk menggambarkan keadaan alam Athena yang unik yaitu langit terang Athena yang berdurasi lebih lama.

"Langit jingga keunguan masih menaungi Athena saat Nathan keluar pukul tujuh malam. Sebenarnya, dia kurang menyukai kerumunan orang asing..."  (hlm.207)    

Latar waktu di siang hari juga banyak disebutkan dalam novel ini. Penggunaan latar waktu siang hari banyak digunakan karena novel banyak meceritakan tentang kunjungan ke berbagai tempat. Tentu saja, para tokoh memilih untuk berpergian di siang hari.

"Mata Wafi menyipit karena sinar matahari yang bersinar terik. Dia sebenarnya masih mencemaskan kondisi Widha dan tergoda untuk menghubungi, bahkan mendatangi penginapannya. Kalau bukan karena saran si peri hutan yang memintanya untuk bersabar, Wafi pasti tidak berada d sini." (hlm.216)

Latar sosial yang mendasari novel ini adalah kehidupan remaja modern di era sekarang. Banyak orang dapat dengan mudah mewujudkan mimpi-mimpinya sendiri. Tak ada batasan lagi bagi wanita untuk selalu berada di rumah dan selalu berada dekat dengan orang tuanya. Dalam novel ini, wanita remaja telah diperbolehkan untuk melakukan perjalanan jauh sendiri, hal ini menandakan bahwa orang-orang pada saat itu sudah memiliki pikiran yang terbuka.

 Terdapat juga persaingan yang sangat ketat dalam mewujudkan mimpi dan harapan, banyak orang yang mulai individualis dan egois. Mereka sibuk bekerja untuk memperkaya diri sendiri. Siang malam tanpa henti keramaian kota akan lautan manusia tak pernah surut.

"Arlojinya sudah menunjukan pukul delapan malam dan Monastiraki masih di jelajahi lautan manusia." (hlm.219)

Kutipan tersebut membuktikan bahwa kahidupan manusia era itu sangatlah sibuk, mereka selalu meciptakan keramaian walau malam telah tiba.

"Widha mengamati partnernya menghampiri pemilik toko roti tadi sambil mengeluarkan dua lembar euro dari saku celana (Widha yakin dompetnya masih basah). Kemudian, dia menjejalkannya ke saku celemek. "Saya beli roti Anda."

"Pria paruh baya itu terdiam sesaan, lalu menyerahkan bungkusan di tangannya. "Saya tidak punya kembalian."

 "Ambil saja semuanya. Saya piker Anda juga ahrus segera kembali ke toko. Saya khawatir jika bocah itu sekarang sedang mengambil jalan pintas ke saan untuk mencuri lebih banyak roti." (hlm. 117)  

Kejadian itu menunjukan betapa seseorang telah kehilangan rasa empati untuk mengikhlaskan barang sederhana, seperti contohnya roti. Dalam pikiran mereka hanyalah ada target kekayaan dan rasa yang tidak pernah ingin merugi secara material.

Sudut pandang yang diterapkan pada Novel Athena ini adalah sudut pandang orang ke tiga serba tahu.

"Wafi dengan implusif mengambil kesempatan. Dia tidak akan tinggal lama; pukul enam padi dia harus meninggalkan penginapan ini..." (hlm 169)

"Sementara Widha berusaha mengurai perasaan-perasaannyaa yang semakin kusut. Selepas pertemuan di The Black Duck, dia membulatkan tekad untuk mengubur semau kenangannya. Pick gitar biru itu juga sudah kembali ke tangan sang pemilik. Selai itu, walau baru mengenal pria ini selama satu minggu lebih, Widha mulai kerasan dengan Nathan." (hlm. 178)

"Perdebatan dengan Nathan beberapa hari yang lalu masih melekat dalam pikiran Wafi. Kalau Nathan masih menyimpan hati pada Keira, dia pasti tidak akan meladeninya. Sebagai pria, dia mengenal gelaat Nathan yang ingin melindungi seorang wanita. NAmun, wanita itu bukan Keira." (hlm. 235)

Ketiga kutipan di atas membuktikan bahwa dalam menuliskan Novel, pengarang tahu dan dapat masuk ke dalam diri banyak tokoh, pengarang mengetahui segala apa yang akan terjadi dan juga apa yang sedang ada di dalam pikiran para tokohnya.

Setelah pembahasan mengenai unsur intrinsic telah usai, pembahasan selanjutnya adalah mengenai unsur ekstrinsik. Unsur Ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra.

Dalam menorehkan karyanya, subjektivitas individu pengarang dalam novel ini terlihat sangat jelas. Pengarang novel ini, Erlin Natawiria, adalah soarang mahasiswi jurusan Sastra Inggris. Maka dari itu, tidak heran jikalau dalam menuliskan karyanya, Elin menyisipkan beberapa kalimat yang menggunakan bahsa Inggris.

                 "Shot." Wafi mengusap wajahnya dengan tangan. "Am I that insecure?" (hlm.200)

Erlin adalah seorang penikmat kopi, kegemarannya ini juga tercantum sedikit dalam novel ini.

"Deno mengangkat tangannya. "Calm down, Wid. Gimana kalau kita bikin kopi dulu? Kafein biasanya bikin otak kamu bisa kerja. Pasti belum ngopi dari pagi, ya?" (hlm. 215)

Kutipan di atas menyebutkan dengan jelas sisi positif dari kopi, secara tidak langsung penulis juga menyebutkan alasan mengapa ia menyukai kopi dan memasukkannya dalam cerita.

Subjektivitas individu pengarang terbesar yang ada dalam buku ini adalah bahwa Erlin sudah bercita-cita untuk terbang ke Yunani suatu hari nanti. Hal ini dijelaskan penulis di bagian pembuka buku.

            "Saya jatuh cinta kepada Yunani sejak duduk di bangku kelas tiga." (hlm.vii)

Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung penulis menggambarkan dirinya sebagai sosok Widha, seorang mahasiswi yang sangat ingin pergi ke Athena, Yunani.

Maka dari itu, tidak heran apabila di dalam novel ini banyak mengandung informasi-informasi penting dan menarik yang tidak dapat dikuasai hanya sekali duduk. Namun sayang, dalam penulisannya, penulis kurang memberikan suasana yang benar-benar terasa seperti berada di Yunani. Hal itu dikarenakan penulis sendiri belum pernah merasakan berkunjung dan tinggal di Athena. Meskipun informasi yang disajikan sudah cukup detail, namun penggambaran suasana dan situasi yang telah dijelaskan di dalam novel kurang memberikan rasa bagi pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun