Awan mendung mulai meneteskan bulir air hujan. Elang tetap mengawasi Rhaya dari kejauhan ketika gadis itu mengeluarkan sebuah payung dari dalam tasnya. Gerimis yang makin deras membuat Elang merapatkan jaket setelah memakai topi juga menaikkan hoodienya.
Sesekali Rhaya mencuri pandang dari balik payung yang dia kenakan. Hujan makin deras dan Elang hanya berbalut jaket sementara jarak sekolah mereka masih cukup jauh. Rhaya tahu Elang tidak sepenuhnya mengikutinya karena sebenarnya tujuan mereka sama.
Ada keterkejutan yang dipancar dari wajah Elang ketika didapatinya Rhaya memayunginya dan ada sebuah sapu tangan yang mengarah padanya. Tanpa ragu, Elang meraih sapu tangan itu dan membasuh wajahnya yang dipenuhi tetesan air hujan. Rhaya memperhatikan Elang, bagian bawah celana juga beberapa bagian jaketnya sudah basah karena air hujan.
“Kenapa kembali?” tanya Elang memecahkan diam diantara mereka saat keduanya kini berjalan beriringan.
“Hanya tidak ingin membuat orang lain bernasib sama sepertiku.”
“Kenapa tidak membawa motor? Aku tidak pernah melihatmu ke sekolah dengan berjalan kaki.” Elang mengulum senyum mendengar bahwa Rhaya sebenarnya memperhatikannya.
“Hanya tidak ingin melakukan kesalahan seperti kemarin.” jawab Elang yang membuatnya-akhirnya- bisa melihat senyuman di wajah Rhaya. Wajah Rhaya bersemu merah mendapati Elang yang tidak sekalipun melepaskan pandangan darinya...hingga...
“Aww..” lirih Elang ketika ujung payung yang dipegang Rhaya mengenai kepalanya.
“Oh Maaf.”
“Sini biar aku saja.” Elang mengambil alih payung dari tangan Rhaya, sedikit merapatkan tubuhnya dengan Rhaya agar air hujan tidak mengenai tubuh gadis itu. Ada gugup yang ditangkapnya dari gadis disisinya tapi itu malah membuat Elang makin tidak bisa menghentikan senyumnya, baginya hari ini adalah perjalanan sekolah paling menyenangkan yang pernah dia rasakan.
“Aku Elang... Mau berteman denganku?” Tangan itu kembali terulur, dan tidak seperti sebelumnya kini, ada tangan lain yang membalas uluran tangan itu.