Mohon tunggu...
Mutiara Tyas Kingkin
Mutiara Tyas Kingkin Mohon Tunggu... Freelancer - Educators

These are my collection of words to share with you. Hopefully, it will bring a good vibe to the readers.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Antrean

3 September 2022   08:09 Diperbarui: 3 September 2022   08:17 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              "Tapi, kenapa? Ada yang salah denganku?"

Tanpa penjelasan yang pasti. Dia langsung bergegas pergi. Kerlap-kerlip lampu jalanan yang biasanya mengisahkan keromantisan, seperti tidak ada artinya malam itu. Ya, segampang itu untuknya.

***

Perempuan itu beruntung sekali. Orang-orang yang cintanya terbalas adalah orang paling beruntung di bumi. Dan orang-orang yang cintanya tidak terbalas adalah orang paling malang seantero jagat raya. Aku, termasuk yang mengisi antero jagat raya dengan kemalangan yang aku punya.

Aku berdiri. Melipat koran yang sobek karena basah keringat. Antrean ini masih panjang. Hatiku krasak-krusuk. Napasku masih memburu. Istirahat tadi sama sekali tidak menenangkan. Sekarang, aku melihat seorang anak kecil sekitar lima tahun sedang bercanda dengan ayah dan ibunya. Anak itu cekikikan ketika mainannya direbut sang ayah, lalu ibunya berhasil merebutnya kembali dan memberikannya kepada anaknya. Aku ikut tertawa menyaksikan pemandangan itu. Setelah aku perhatikan dengan saksama, kaki anak itu tidak normal.

Ayah anak itu, tiba-tiba melihatku yang sedang menatap mereka. Aku langsung mengalihkan pandangan. Ternyata ibu si anak itu berdiri dan menghampiriku, memberikan secuil roti legit. Dia tersenyum ramah sekali.

              "Terima." Aku menerimanya dengan ragu-ragu, lalu mereka bertiga segera berdiri dan mulai mengantre kembali.

              "Terima kasih" ucapku. Entah terdengar atau tidak.

***

Sudah hampir enam jam aku berada di antrean ini. Bau keringat sudah tidak jadi masalah lagi untukku.

Ya Tuhan masih berapa lama lagi? Seperti makan buah simalakama, maju masih panjang, mundur tidak memungkinkan. Lagi-lagi orang kembali mengeluarkan peringainya. Sebentar-bentar terasa reda, tapi tak lama ribut-ribut lagi. Aku melepas kemeja flannelku yang sudah basah sekali oleh keringat. Saat mau memasukkannya ke dalam tas, seseorang merebut topiku. Aku tidak tau siapa pelakunya. Dia seperti langsung tertelan di antara manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun