“Apa masih ada pertanyaan lagi? Tolong jangan buat hari ini membosankan..”
“Takkan ada yang bosan.”
“Kau bisa yakin katakan itu! Kau tak menjawab pertanyaan-pertanyaan!” Semburmu.
“Dan kau tak pernah kecewakanku dengan tak menjawabnya..,” Gagah lambaikan tangan. Jus jeruk gelas kedua.
“Double espresso Toraja tanpa gula, tolong ekstra cookies.”
Gagah tertawa lepas. Kamu ketuk-ketukkan jejari di sudut laptop bercover kuning terang. Outline fiksi terbarumu sudah lengkap. Hanya butuhkan pelengkap dua ribu diksi lagi untuk jadikannya utuh.
“Aku sedang berpikir, apa lagi yang harus kutanyakan sampai dua ribu diksimu selesai..,” kini Gagah yang ketuk-ketukkan jejarinya di meja. Tanpa ritme tentunya.
“Tolong jangan rusak moodku. Kecuali sosokmu yang begitu indah, jiwamu sedikit pun tak miliki rasa seni.”
“Aku juga tak bosan nikmati olokanmu yang itu. Setidaknya, setiap bersamaku, ribuan diksi untuk fiksi-fiksimu lahir. Kukira disitulah jiwa seniku. Menjadi sosok inspiratif.”
Kamu memandangi Gagah lekat-lekat. Kamu enggan mengakui kebenaran kalimatnya.
Ping!