***
"Kenapa 'L', Ka?"
Pertanyaan itu kau lontarkan seminggu kemudian, ketika aku memaksamu menato dadaku. Ya, memaksa dengan menangis dan merengek-rengek seperti anak kecil yang tak bisa dibujuk, kecuali dituruti kemauannya. Aku cuma ingin memiliki sebuah tato di dada, di payudara kiri tepatnya. Bukti cinta? Bukan! Sebuah tato terlalu kecil untuk membuktikan cintaku yang demikian dalam. Entahlah. Tiba-tiba saja aku ingin ada sesuatu tentangmu di dadaku.
"Gue lebih suka manggil elo 'Lang' daripada 'El'. Jadi gue pilih huruf 'L', bukan 'E'. Lagipula 'L' dibaca 'el'. Sama aja, kan?"
Sayangnya, jawaban tersebut tak memuaskanmu. Kau tahu persis ada yang belum kuungkap. Alasan lain yang lebih manis.
"Tato cuma sekedar inisial, tanpa arti lebih itu norak, Ka! No-rak!"
Kutatap kau lekat dan berharap setiap kata yang terucap menembus ruang jiwamu. Ini alasanku, Lang.
"L is for Lang, love and life."
"Tapi 'L' juga bisa berarti leave, left, lost, loser, lie."
Ya, tentu saja kehilanganmu suatu hari nanti, bukanlah sebuah kemustahilan. Namun setidaknya, ada yang akan tetap tinggal di dada ini, di dekat jantung. Tertinggal sebagai sebuah tanda. Tanda kehadiranmu yang begitu istimewa di hidupku. Lantas, tato ini pun pasti hancur bersama ragaku tatkala berkalang tanah. Entah kapan. Tak menyisakan apa pun, kecuali kenangan. Hanya jawaban spontan itu yang bisa kukatakan.
Kau lalu mendaratkan banyak kecupan. Setiap sentuhan bibirmu, membuatku jatuh cinta lagi dan lagi. Sesederhana itu, Lang.