Seperti biasa, Rainy berkata, "Terserah menurut kamu apa." Lantas, dia menatapku lembut. "Buatku, C itu cin-ta," lanjutnya.
Oh Rainy, my sweet pluviophile. Aku selalu memakai cangkir itu untuk minum kopi, Sayang. Semua tentangmu--pahit dan manis--berpadu sempurna. Ada sesal paling dalam yang terhidu di setiap sesapanku.
Lalu, apa saja hadiah untuknya? Aku tidak pernah punya ide cemerlang. Karena Rainy selalu menjawab 'terserah', maka kubeli saja novel. Lagi-lagi novel, tak pernah yang lain. Untungnya, selalu kutemukan binar bahagia di mata Rainy. Tak pernah dia protes, apalagi ngambek.
"Nggak apa-apa. Yang pertama komedi romantis, yang kedua ada misteri-misterinya gitu. Aku suka, kok. Terima kasih, Sayang."
Rainy selalu punya sejuta maklum buatku. Betapa semua itu kian menebalkan cinta dalam dada.
***
Entah setan apa yang merasukiku. Tiba-tiba kebosanan mendera. Jemu dengan hubungan yang terlalu manis dan lurus-lurus saja. Aku butuh suatu gelojak. Misalnya saja, dia memaksaku agar menuruti keinginannya. Lalu, merajuk manja, atau sedikit bersitegang pun tak mengapa.
Teman-teman bilang, perempuan makhluk pencemburu sejati. Sebab ucapan itu, beberapa kali aku sengaja bercanda akrab dengan Dea di depan Rainy. Tidak ada tujuan lain, selain memancing kemarahannya. Aku ingin dicemburui. Rasanya pasti bangga, mendapati kekasih tercinta begitu takut kehilangan diri ini. Namun, usaha itu sia-sia.
Kalimat 'Iya, Sayang. Nggak apa-apa, kok', yang sering Rainy ucapkan, seketika menghilangkan greget. Alih-alih menjadi kagum atas sikap penuh pengertiannya, aku justru merasa ada yang lesap dari dada. Hambar, tidak ada lagi debar-debar.
Terlintas bayangan Rainy marah, karena kecewa atas sikapku. Lalu, seperti laki-laki lain, aku pun berupaya merayunya. Membujuk, sekaligus meresapi setiap kata dan tingkah polah seorang kekasih yang sedang ngambek. Melihat bibir tipisnya mengerucut, akibat terlalu kesal. Menikmati beberapa cubitan di pinggang, sebab aku terlambat menjemput.
Ya, semua hanya sebatas khayalan. Tak pernah terjadi apa-apa. Sampai ada suatu bisikan, aku harus mancing kemarahan Rainy lebih serius.