Mohon tunggu...
Muklinatun Sofa Nafisah
Muklinatun Sofa Nafisah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - sophaaa

sedang berusaha untuk bisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Layar: Perjuangan Kuliah Di Masa Pandemi

5 Januari 2025   11:32 Diperbarui: 5 Januari 2025   11:32 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu hari di tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 sedang menggemparkan seluruh dunia. Seorang mahasiswi dari salah satu kampus negeri berjuang untuk pertama kalinya dalam hidupnya, belajar dalam kelompok besar dengan segala tugas yang sama, namun dilakukan secara daring. Semuanya pekerjaan berubah menjadi lebih modern dengan memanfaatkan teknologi cerdas seperti komputer, smartphone, dan platform daring lainnya.

***

Minggu-minggu tanpa kelas online akan segera dimulai, saatnya mengucapkan good bye pada kebiasaan bangun pagi dengan mata panda dan berperang menatap layar laptop dan smartphone selama berjam-jam. Namun, itu akan berganti dengan malam-malam panjang yang akan berlalu bersama dengan puluhan sampel uji coba dan jurnal-jurnal terbaru yang memenuhi tab search engine google. Inilah minggu terakhir dalam satu semester yang harus dipenuhi untuk menjemput liburan semester dengan pikiran tenang.

Zeya, mahasiswa semester dua, kini sedang duduk di kamar dengan laptop yang menyala sejak pukul 7 pagi. Ia sudah menahan kantuk sejak pagi. Sekarang sudah pukul 11.20, dan dosennya masih setia menjelaskan proyek yang harus dikerjakan sebagai tanggungjawab dalam menyelesaikan mata kuliah. Puluhan lembar kertas sudah terjejer rapi di meja kamarnya. Ia sudah siap bertempur dengan tugas proyek di akhir semester ini. Baik proyek individu maupun kelompok, hampir semua mata kuliahnya memiliki proyek setiap akhir semester, hanya beberapa mata kuliah yang penyelesaian mata kuliahnya dengan tes esai.

"Huuaaamm, kapan kelarnya, Bu?", Zeya menguap lebar. Mata merahnya sudah tidak bisa berbohong, menunjukkan bahwa ia butuh istirahat. Keadaannya pun seperti wanita terdidik; kakinya sudah terangkat di atas kursi, mengenakan atasan kemeja, namun bawahan celana pendek, dan rambutnya hanya dijepit asal-asalan ke atas. Kelas online yang mewajibkan kamera menyala membuat mahasiswa di dalam ruang virtual tidak bisa meninggalkan layar video conference nya dan harus tetap stay dengan gaya slay.

Tepat pukul 4 sore, kelas pun selesai. "Kita akhiri perkuliahan kita pada hari ini. Sampai bertemu lagi nanti di minggu terakhir sebelum UAS (Ujian Akhir Semester). Selamat melanjutkan aktivitas dan selamat sore. Good Luck" akhirnya, perkuliahan di hari terakhir minggu ini telah terlewati. Zeya langusng beranjak ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh dan otaknya yang sudah bekerja seharian.

***

"Yuhuu, saatnya melanjutkan akhir pekan dengan tidur seharian" ujar Zeya sambil melemparkan badannya keatas kasur empuk. Ia kembali meraih ponselnya. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Beberapa saat setelah scrolling media sosial, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya.

Anindia added you to Group 'otw mengamati metamorfosis'

"Astaga... bisa dibicarakan besok nggak sih? Ampun, pengen tenang" geram Zeya. Semesta memang tidak berpihak padanya untuk bermalas-malasan. Tak lama kemudian, mereka selesai mendiskusikan hewan yang akan menjadi objek penelitian secara online. Seminggu ke depan adalah waktu yang diberikan untuk kelompok Zeya mencari hewan yang akan diamati, karena jarak rumah yang tidak memungkinkan mereka bertemu langsung dan mengerjakan proyek bersama. Hewan penelitian yang harus berbeda di setiap kelompok dalam satu kelas membuat setiap kelompok berebut memilih hewan yang mudah didapatkan, agar bisa melaporkan hasilnya lebih awal sesuai kesepakatan seluruh anggota kelompok.

"Sepertinya akhir pekan pun tidak mau aku tinggal tidur" Zeya menatap langit-langit kamarnya dengan wajah memelas.

***

Zeya sudah berjalan sejauh 5 km sebelum pukul 7 pagi. Pagi ini, ia memutuskan untuk meregangkan otot-otot tubuhnya agar tidak hanya jari-jarinya yang bekerja setiap hari untuk memijat keyboard laptopnya.

"Semoga saraf di otakku bisa mengirim sinyal yang lebih positif karena aku sudah memberi asupan oksigen dan udara segar hari ini. Plis kalian bekerja sama yaa" ucap Zeya pada diri sendiri. Ia duduk di tepi sawah yang terbentang luas di hadapannya. Sejak memasuki dunia perkuliahan, hanya sedikit waktu yang bisa ia luangkan untuk menyegarkan pikirannya.

Tugas perkuliahan selama masa pandemi benar-benar sangat padat, ditambah lagi dengan kegiatan praktikum yang harus dilakukan secara mandiri karena tidak memungkinkan untuk dikerjakan bersama. Jam kehidupan sehari-hari pun menjadi kacau, seperti yang dirasakan oleh Zeya saat ini.

Sesampainya di rumah, Zeya duduk kembali di teras. Dia tampak berpikir keras., termenung selama beberapa menit, hingga membuat mamanya yang lewat pun merasa heran.

"Ze, kenapa habis jalan pagi bukannya merasa segar malah ngelamun?" tanya ibunya sambil berlalu.

Zeya langsung tersadar dari lamunan, "Ah iya, Ma, tadi jogging sambil nyari genangan air siapa tau ada makhluk hidup disana" jawabnya sambil memanyunkan bibir.

"Memangnya makhluk hidup apa yang mau kamu cari?" tanya mamanya, yang sudah paham dengan kesibukan anaknya selama kuliah.

"Mau cari jentik-jentik, apa mungkin karena musim kemarau ya, Ma?" jawabnya sambil memandangi mamanya dengan harapan ada solusi. Mengingat semester dua berlangsung selama enam bulan pertama dalam satu tahun. Biasanya di negara tropis pada pertengahan tahun akan mengalami musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh angin muson timur yang bertiup dari daratan Australia yang kering, sehingga membawa musin panas ke wilayah tropis.

"Itu juga bisa jadi sebabnya sih Ze, coba cari di aliran air (selokan) atau taruh aja air dalam kaleng biarkan di depan rumah", kata mamanya yang masih sibuk menyiram tanaman di halaman depan.

"Oke mama, thank you sarannya", Zeya menjawab sambil bergegas mengambil kaleng berisi air dan meletakkannya di luar rumah, dibiarkan terbuka. Karena nyamuk suka berkembang biak di tempat yang berair, air digunakan sebagai media untuk meletakkan telurnya. Setelah menetas, larva berkembang hingga menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang. 

Kembali Zeya masuk ke dalam rumah setelah meletakkan kaleng berisi air di tempat yang tidak mungkin di terjang kucing atau hewan lain yang membuatnya tumpah.

***

Selama empat hari setelah itu, Zeya terus menerus berkutat di depan laptop, mempelajari segudang artikel dan jurnal terbaru, serta buku-buku pendukung yang dimilikinya. Agenda untuk tidur seharian di akhir pekan tidak pernah terlaksana. Bahkan, yang terjadi hanya begadang sepanjang malam, dengan isi kepala yang penuh memikirkan proyek-proyek yang tak kunjung selesai.

Sebanyak 11 mata kuliah dengan proyek yang berbeda dan harus selesai dalam waktu 3 minggu membuatnya hampir gila. Kemampuan manusia memang berbeda-beda, namun mengapa Zeya dapat kapasitas yang pas-pasan? Ia harus memutar otak setiap kali menghadapi tumpukan tugas agar bisa menyelesaikannya dengan kapasitas otaknya yang mungkin hanya beberapa megabyte.

"OKE, FINISHED BABEH!!" teriak Zeya dari dalam kamarnya. Laptop dan lembaran HVS yang penuh dengan tulisan dibiarkannya begitu saja, lalu ia keluar rumah untuk menghirup udara segar di alam terbuka.

Di halaman depan, Mama Zeya tampak menyemprotkan cairan ke tanamannya.

"Akhirnya keluar kamar juga, anak gadis. Udah capek?" gurau mamanya.

"Hmmm" hanya gumaman yang keluar dari Zeya.

"Apa kabar tuh kaleng di bawah tanaman mama?"

Zeya langsung terperanjat dari duduknya. Sudah empat hari ia melupakan tugasnya yang satu itu. Segera ia mengambil kaleng tersebut dan memeriksa isi di dalamya. 'OH GOD!' isi didalamnya hanya hewan kecil yang mati terapung. Tak satupun jentik-jentik yang hidup di sana. 'OKE MISSION FAILED' gumam Zeya. Saatnya plan B dieksekusi.

***

"Sekarang mari kita tidur dan berpikir lagi besok pagi. Good night for me", ucap Zeya pada dirinya sendiri. Self-reward untuk dirinya sendiri saat ini adalah memberikan waktu tidur yang berkualitas.

Pagi harinya, Zeya kembali lari pagi menyusuri jalanan dengan pemandangan sawah. Kali ini, bukan hanya botol minum yang dibawa, tetapi juga botol kosong untuk wadah jika ia menemukan jentik-jentik. Di perjalanan, ia sesekali melihat dengan seksama kedalam selokan air. Ia tidak benar-benar lari dengan serius, namun keringat yang dihasilkan tubuhnya dua kali lebih banyak dari biasanya. Meskipun begitu tidak ada jentik-jentik yang ia dapatkan. Akhirnya, ia memutuskan pulang dengan botol yang masih kosong, seperti semula.

Zeya belum menyerah, ia menghubungi beberapa teman SMA-nya yang rumahnya bisa di jangkau. Seharian ini, ia disibukkan dengan misi pencarian jentik-jentik, melibatkan teman-temannya agar ikut pusing. Zeya cukup populer di kelasnya dan suka membantu temannya yang kesulitan. Jadi, ia tidak sungkan untuk meminta bantuan ketika ada tugas yang tidak bisa diselesaikan sendiri.

Sembari menunggu jawaban dari teman-temannya, ia tidak tinggal diam. Kembali ia menghubungi teman-teman rumah dan saudaranya. Setelah menggulir nama-nama kontak di WhatsApp, ia menemukan satu nama sepupunya yang belum dihubunginya. Tanpa berpikir lama, ia menekan tombol panggil pada kontak bernama 'Daven' -- berdering. Pada dering terakhir, akhirnya panggilan di jawab oleh si empunya.

"Halo, Ze?" jawab suara di seberang sana.

"Halo Mas Dav, lagi di rumah nggak?" Mas Daven adalah sepupu Zeya yang tinggalnya di desa sebelah. Umurnya hanya terpaut 2 tahun di atas Zeya.

"Iya Ze, sini main ke rumah".

"Hm, niatnya gitu sih, tapi bantuin aku ya Mas hehe" Zeya sedikit lega, itu berarti ia memiliki teman yang akan dijadikan tumbal buat cari jentik-jentik.

"Emang kamu kalau main itu pasti pas ada maunya doang" jawab Mas Daven kesal.

"Nanti aku bawain makanan deh, janji" senyumnya mengembang.

"Ditunggu segera".

"Siap!" kemudian Zeya memutuskan panggilan.

Zeya segera bersiap mengeluarkan motornya dari garasi. Segala peralatan yang dibutuhkan telah dibawanya. Harapannya besar untuk bisa menemukan jentik-jentik hari ini.

Sesampainya di rumah Mas Daven, ia langsung mengutarakan maksudnya dan meminta sepupunya membantunya sampai dapat jentik-jentik.

"Lah itu selokan depan rumah banyak" jawab Mas Daven seraya menunjuk arah depan dengan dagunya, setelah mendapat penjelasan dari Zeya.

"Di selokan itu?" tanya Zeya, sambil mengarahkan jari telunjuknya disertai mata yang melotot. Ia sangat terkejut. Bukan masalah besar, namun selokan di depan rumah sepupunya tersebut berada di tepi jalan raya, meskipun jalannya hanya cukup untuk dua kendaraan roda empat yang bersimpangan. Namun, jalanan itu cukup ramai dengan pengendara.

"Beneran nih?" tanya Zeya meyakinkan.

"Iya, kemaren Dino (adik Daven) baru bisa naik sepeda kan? Terus dia nyungsep tuh di selokan. Pas keluar, jentik-jentik nempel semua tuh di badannya" Mas Daven bercerita sambil sedikit tertawa.

"Okeh, yang penting dapet" Zeya sudah menepis semua rasa malunya dan memang semenjak kuliah sedikit demi sedikit rasa malunya terus berkurang.

Zeya melubangi kedua ujung botol plastik bekas, kemudian mengaitkan keduanya dengan tali untuk menimba air di dalam selokan. Karena ia sedikit geli dengan bentuk hewan yang berkulit lentur dan lembek seperti halnya cacing.

Dua orang dewasa, Zeya dan Mas Daven, telah siap di tepi selokan yang menghadap langsung ke jalan raya. Zeya beberapa kali menimba air di selokan untuk mendapatkan jentik-jentik yang banyak. Hal itu dilakukan untuk mengurangi risiko kegagalan praktikumnya. Selama mereka duduk di tepi selokan, semua pengendara jalan yang melintas pasti teralihkan perhatian oleh mereka. Mungkin mereka juga terheran-heran melihat dua orang dewasa yang bermain di selokan, yang pastinya dipenuhi berjuta-juta mikroba.

***

Seminggu berikutnya, Zeya disibukkan dengan anakan nyamuk yang dibiakkan di rumah. Tanpa terlewat seharipun, ia mengamati perkembangannya. Ia akan mencatat dan mendokumentasikan setiap tahap perkembangan jentik-jentiknya.

Zeya akhirnya bisa melihat langsung proses metamorfosis pada nyamuk dan itu memberinya kepuasan tersendiri. Ia juga mengamati fase pupa, di mana kepala nyamuk mulai terlihat, kemudian tinggal menunggu sayapnya muncul dan nyamuk pun akan mulai belajar terbang.

Keesokan harinya, Zeya kembali memeriksa perkembangan hewan praktikum yang ia letakkan di belakang rumah, karena ia tau ibunya akan mengomel ketika jentik-jentik itu dikembangkan di dalam rumah. Namun, ada satu hal yang ia abaikan, yaitu tidak menutup wadah tempat ia membiakkan nyamuk tersebut. Ketika sampai di belakang rumah, ia membolak-balikkan wadahnya, namun tidak ia temukan satu pun pupa. Semuanya nyamuknya sudah terbang!.

"TUHAANN!! Praktikum terakhir gini amattt!!!" Zeya menutupi wajahnya dengan kedua tangan, mrasakan betapa frustasinya situasi yang dihadapinya.

Waktu semakin mendesak, hanya tinggal beberapa hari lagi untuk menyelesaikan laporan, namun praktikum yang ia kerjakan gagal. Ia harus segera menemukan solusi lain agar tidak merugikan dirinya dan kelompoknya.

***

Malam ini, Zeya bersama kelompoknya membahas perkembangan proyek dan mulai menyusun laporan akhir. Selain laporan tertulis, setiap kelompok juga diwajibkan membuat ppt presentasi  dan video mengenai perkembangan hewan yang diamati. Saat itu juga, otak cemerlang Zeya langsung mengusulkan untuk dirinya saja yang mengerjakan edit video dokumentasi. Untungnya, semua anggota kelompok menyetujui idenya, sehingga setiap orang mendapatkan tugasnya masing-masing, mulai dari mengolah data laporan, membuat video, hingga menyusun ppt presentasi.

Cika : "Oke udah fix ya. Sekarang kirim semua data kalian ke grup dengan format file yang sesuai" ujarnya sambil mengkoordinir teman-temannya.

Zeya dan Alfa : "Siap, Cika!" jawab mereka serempak.

Alfa : "Jadi, ini berarti udah selesai, kan? Tinggal nanti kita update progres pengerjaan?"

Zeya : "Iya, Al. Kayaknya udah semua, deh".

Cika : "Yaudah, kita akhiri aja ya. Good night, guys".

Zeya : " Good luck, guys. Bye.. ".

Akhirnya, video call mereka pun berakhir. Zeya kembali melanjutkan menyusun data laporan dan bersiap untuk mengedit video hasil praktikum. Kecerdasannya memang patut diakui, dan yang lebih penting, ia tetap bertanggung jawab atas tugasnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan kelompoknya akibat kesalahan yang telah ia buat.

Zeya : "Oke, kayaknya bisa deh kelar malam ini juga. Easy, guys. Hoaaahh!" ia kembali fokus pada layar laptopnya.

***

Kelas terakhir sebelum UAS. Hari dimana seisi kelas berdoa dengan harapan yang sama: "Semoga kelompoknya tidak ditunjuk untuk presentasi." Namun, tidak semua doa terkabul, karena dalam satu kelas akan dipilih tiga kelompok untuk mempresentasikan hasil praktikum mereka.

Tiba saatnya dosen mengumumkan kelompok yang akan mempresentasikan hasil prkatikum. Salah satunya adalah kelompok Zeya. Untungnya, semua anggota kelompoknya sudah siap dan sangat memahami laporan yang dikerjakan bersama.

Penjelasan laporan hasil disampaikan secara runtut dan menarik, sehingga mendapat pujian dari dosen dan kelompok lain.

"Syukurlah, Thanks God!" Zeya merasa lega setelah selesai menyampaikan presentasi. Perjalanan yang tidak mudah akhirnya membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Kelas pun berakhir, menandai akhir pertemuan di minggu terakhir. Semester dua usai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun