"Siap!" kemudian Zeya memutuskan panggilan.
Zeya segera bersiap mengeluarkan motornya dari garasi. Segala peralatan yang dibutuhkan telah dibawanya. Harapannya besar untuk bisa menemukan jentik-jentik hari ini.
Sesampainya di rumah Mas Daven, ia langsung mengutarakan maksudnya dan meminta sepupunya membantunya sampai dapat jentik-jentik.
"Lah itu selokan depan rumah banyak" jawab Mas Daven seraya menunjuk arah depan dengan dagunya, setelah mendapat penjelasan dari Zeya.
"Di selokan itu?" tanya Zeya, sambil mengarahkan jari telunjuknya disertai mata yang melotot. Ia sangat terkejut. Bukan masalah besar, namun selokan di depan rumah sepupunya tersebut berada di tepi jalan raya, meskipun jalannya hanya cukup untuk dua kendaraan roda empat yang bersimpangan. Namun, jalanan itu cukup ramai dengan pengendara.
"Beneran nih?" tanya Zeya meyakinkan.
"Iya, kemaren Dino (adik Daven) baru bisa naik sepeda kan? Terus dia nyungsep tuh di selokan. Pas keluar, jentik-jentik nempel semua tuh di badannya" Mas Daven bercerita sambil sedikit tertawa.
"Okeh, yang penting dapet" Zeya sudah menepis semua rasa malunya dan memang semenjak kuliah sedikit demi sedikit rasa malunya terus berkurang.
Zeya melubangi kedua ujung botol plastik bekas, kemudian mengaitkan keduanya dengan tali untuk menimba air di dalam selokan. Karena ia sedikit geli dengan bentuk hewan yang berkulit lentur dan lembek seperti halnya cacing.
Dua orang dewasa, Zeya dan Mas Daven, telah siap di tepi selokan yang menghadap langsung ke jalan raya. Zeya beberapa kali menimba air di selokan untuk mendapatkan jentik-jentik yang banyak. Hal itu dilakukan untuk mengurangi risiko kegagalan praktikumnya. Selama mereka duduk di tepi selokan, semua pengendara jalan yang melintas pasti teralihkan perhatian oleh mereka. Mungkin mereka juga terheran-heran melihat dua orang dewasa yang bermain di selokan, yang pastinya dipenuhi berjuta-juta mikroba.
***