Aruna sedikit tercengang, namun tetap berdiri di depan meja Mas Kevin.
Mas Kevin berdiri dari kursinya dan menyuruh Aruna duduk. Aruna merasa canggung, namun ia duduk juga.
"Kamu mau benerin sambil berdiri?" tanya Mas Kevin.
"Oh iya, Mas, oke," jawab Aruna sambil langsung duduk dan merevisi laporannya.
Mas Kevin berdiri di belakang kursinya, memperhatikan Aruna yang sedang bekerja.
"Udah, Mas."
"Yaudah, langsung print aja, itu printernya," ujar Mas Kevin sambil menunjuk ke arah printer.
Selesai semuanya, Aruna kembali menyerahkan lembar yang harus ditandatangani kepada Mas Kevin.
"Ini masih ada yang salah, kamu benerin lagi," ujar Mas Kevin, seraya menyerahkan kertas yang sudah direvisi.
'Astaga, kenapa nggak bilang dari sebelum dicetak sih?' keluh Aruna dalam hati. Ruangan yang sempit dan penuh dengan berkas membuat suasana semakin panas. Aruna hanya menerima kertas tersebut tanpa berkata apa-apa. Setelah dua atau tiga kali revisi, Aruna hampir menyerah. Wajahnya semakin kesal, keringat mulai mengucur.
"Ini melatih kamu biar terbiasa sebelum skripsi nanti," kata Mas Kevin sambil tersenyum.