Mohon tunggu...
Muh. Ibnu Choldun R.
Muh. Ibnu Choldun R. Mohon Tunggu... -

Seorang pengajar, tinggal di Bandung. Sampai SMA tinggal di Sukoharjo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragedi Mina Dari Pandangan Subjektif Saya 2 :Lanjutan

12 Oktober 2015   19:34 Diperbarui: 13 Oktober 2015   08:27 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 24 September 2015, beberapa saat sebelum tragedi

Para jama’ah yang sudah dengan gagah berani berjalan dari berbagai tempat ke Jamarat(karena kereta tidak jalan), tentu fisiknya menjadi lebih lemah, untuk menuju jamarat  berjalan menyusuri rute 204 (rute buat jama’ah dari Afrika dll). Dapat dibayangkan rute ini sangat padat dengan jama’ah, karena sejak di stasiun sudah terjadi penumpukan lebih dari dua jam, akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki bersama-sama. Ketika menyusuri rute 204 ini, saat itu perkiraan saya antara pukul 5 - 7 pagi waktu setempat. Beberapa di antara mereka mungkin sambil menenteng tas-tas semenjak dari stasiun, karena tanggung kalau harus ke perkemahan terlebih dahulu (kalau misal naik kereta api dengan waktu tempuh yang sebentar, saya yakin mereka pasti beristirahat dulu di tenda perkemahan). Tetapi apa mau dikata kereta tertunda berjam-jam akhirnya berjalan kaki. Jama’ah yang telah selesai melempar jumrah, pulang dengan melalui rute yang sama (204), karena rute lainnya ditutup. [4] [6]

Beberapa kloter Jama’ah Indonesia (di antaranya kloter JKS 61 dan SUB 48), mungkin bersama-sama Jama’ah Asia lainnya (Pakistan, India, dll) berjalan menyusuri jalan King Fadh yang lebarnya hampir 2 atau 3 kali dari rute 204. [2]

 

Menjelang terjadinya Tragedi

Perhatikan pada gambar rute :

Keterangan Gambar:
  • Street(rute) 203 saya gambar putus-putus, karena di google map tidak tergambar, tetapi disebut oleh jama’ah SUB 48, mungkin berupa jalan yang dibawah.
  • Lebar jalan King Fadh sekitar 2 atau 3 kali dari lebar rute-rute yang lainnya (street)
  • Yang dilengkari pink adalah tempat kejadian tragedi
  • panah hijau, rute yang ditempuh oleh jama’ah JKS 61
  • Panah jingga, rute yang ditempuh oleh jama’ah SUB 48
  • Jama’ah Afrika dll yang dengan gagah berani berjalan kaki dari Mekah/Arafat/Muzdalifah berjalan menyusuri 204
  • Jama’ah beberapa negara Asia berjalan menyusuri jalan King Fadh

 F. BAGAIMANA KRONOLOGIS MENJELANG TRAGEDI

Seperti saya ceritakan di atas, jama’ah yang sudah melempar jumrah, pulang melalui rute yang sama yaitu 204 karena rute yang lain ditutup (jadi bisa dikatakan seolah-olah diperintahkan untuk melawan arus, dan diizinkan). Jama’ah yang pulang ini terdiri dari jama’ah Iran, , Kamerun, Ghana, Nigeria, dll (CATAT: TIDAK HANYA IRAN) [7][3][1]. Jadi di rute 204 ini terdapat arus jama’ah yang menuju jamarat ada juga yang pulang. Walaupun sudah sangat padat, tetapi masih belum terjadi apa-apa, masih aman-aman saja, mungkin kepadatan belum melewati ambang batas maksimal.  Saya dapat mengatakan jama’ah yang sejak awal melewati rute 204  ini dalam kondisi lemah karena perjalanan panjang dan belum sempat sarapan.

Ketika di rute 204  terdapat dua arus yang berlawanan, dan masih aman-aman saja, di jalan King Fadh yang lebar, mengalir arus jama’ah dari Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Yang melewati jalan King Fadh ini prediksi saya,  saat itu belum ada yang pulang, karena jama’ah yang melewati rute ini kemungkinan berangkat dari tenda-tenda jadi tidak terlalu pagi, bahkan sempat sarapan terlebih dahulu. Prediksi saya jama’ah kloter JKS 61  berangkat terlebih dahulu dibanding kloter SUB 48. Di depan jama’ah kloter JKS 61, mungkin beriringan para jama’ah dari negara-negara Asia lainnya. Para Jama’ah Asia dan JKS 61 ini berjalan menyusuri jalan King Fadh sampai mendekati rute 223, beberapa jama’ah Asia disuruh belok ke rute 223 menuju 204. Dapat dimengerti jama’ah yang berasal dari jalan King Fadh yang lebar tiba-tiba harus masuk ke rute 223 yang sempit, supaya arus tetap seimbang otomatis jama’ah harus berjalan lebih cepat atau kepadatan bertambah atau juga secara bersamaan kepadatan meningkat dan kecepatan bertambah. Jadi rute 223 ini tiba-tiba menjadi sangat padat. Tibalah 2 rombongan pertama dari kloter JKS 61 ke rute 223, mereka diminta belok oleh Askar, tetapi bandel tetap lurus, karena melihat rute 223 sudah sangat padat, apalagi 2 rombongan ini terdiri dari orang tua dan beberapa memakai kursi roda.   3 rombongan JKS 61 berikutnya sampailah rute 223 dan dibelokkan menuju menuju 204. Ya Allah,  saya dapat membayangkan 3 rombongan jama’ah ini pasti sudah tidak bisa bernafas dengan normal karena jama’ah sangat padat dan cuaca panas (saya naik angkot saja di siang hari di Bandung, sudah serasa ingin pingsan karena panasnya).[2][3]

Di saat yang sama jama’ah dari SUB 48 yang berjalan menyusuri jalan King Fadh, dibelokkan ke rute 203 menuju rute 204, di mana di rute 203 ini terjadi pertemuan 3 arus. Dapat dibayangkan pula betapa padatnya rute 203 ini. [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun