Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (25)

11 Desember 2011   00:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:33 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu bukan kali itu saja Din Patuk mencari uang receh di bawah rumah-rumah berkaki milik nelayan itu. Pekerjaan nekad tersebut sudah lama dilakukannya. Sebagian besar anak-anak seusia kami di kampung itu, kata Din Patuk, semuanya pernah mencari uang receh di tanah-tanah di kolong rumah nelayan. Uang-uang itu bisa saja jatuh dari rumah-rumah nelayan itu yang lantainya papan dan berlobang. Ombak menyapunya hingga menyembunyikan uang-uang logam itu disela-sela tiang penyangga rumah.

“Air sudah surut. Ayolah kita jalan menyisiri pantai ini,” kata Din Patuk kemudian.

“Ngapain, Din?” tanyaku.

“Cari uang lagi.”

“Di bawah rumah-rumah itu lagi?”

“Tidak. Kau lihat saja uang itu di sepanjang pantai ini. Biasanya uang-uang logam itu terdampar di sapu ombak sehabis air pasang,” terangnya.

“Memang bisa?”

“Ah, kau terlalu banyak bertanya. Kita buktikan saja nanti,” ujarnya tampak kesal.

Kami berjalan menyisiri pantai. Jalan perlahan-lahan sembari pandangan mata diarahkan ke bawah, melihat-lihat ke tanah kalau-kalau ada uang logam yang terdampar atau menyembul ke permukaan pasir basah. Ternyata benarlah, tak jauh kami berjalan, terlihat beberapa uang logam 25 rupiah dan 50 rupiah. Aku memungut uang itu dengan senang. Uang itu juga sudah berkarat. Aku gosok-gosok kedua sisi uang itu dengan tanah. Lama kelamaan angka nominal uang itu terlihat jelas.

“Nah, apa aku bilang. Uang tidak hanya ada di bawah rumah, tapi juga di pinggir pantai ini, kan?” kata Din Patuk merasa menang.

Aku mengangguk saja. Kami terus berjalan. Mencari uang lainnya. Tapi telah jauh kami berjalan, tak juga bertemu uang berikutnya. Tenggorokan mulai terasa kering. Kami tolehkan pandangan ke belakang, ternyata kami sudah sangat jauh meninggalkan pemukiman tempat kami awal melangkah. Tanpa ada komando, kami balik kanan pulang ke rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun