Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (25)

11 Desember 2011   00:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:33 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel Muhammad Subhan

Tapi itu adalah kenyataan. Din Patuk sudah mendapatkannya. Dia mengantongi uang itu. Lalu mencari lagi, mengorek-ngorek tanah di sekitar tiang penyangga rumah. Uang berikutnya dapat lagi. Dia juga menemukan beberapa koin bergambar seorang ratu, disitu tertulis nama Wilhelmina. Uang yang beredar di masa Belanda. Ada juga koin-koin yang di tengahnya berlobang. Entah uang apa itu. Sangat asing sekali. Semua koin itu dikumpulkannya.

“Kau kok bengong saja? Gak mau uang?” tanyanya kepadaku yang masih bingung memikirkan perbuatannya.

Aku mengangguk.

“Kau koreklah tanah di tiang sebelah itu. Tapi kau jangan berisik. Kalau ketahuan yang punya rumah, kau bisa dihardik,” kata Din Patuk lagi. Wajahnya tampak serius.

Rupanya, sejak awal bekerja Din Patuk tak mengeluarkan suara, takut kalau-kalau si empunya rumah tahu perbuatannya mengorek tiang penyangga rumah di tepi pantai itu. Tentu saja perbuatannya sangat merugikan yang punya rumah. Kalau semua tiang penyangga rumah itu dikorek sedalam mungkin, bisa-bisa rumah akan rubuh atau miring. Atau posisi rumah akan semakin rendah. Itu sangat berbahaya sekali.

“Ah, aku tak mau mencari uang disitu, berbahaya!” kataku kemudian.

Din Patuk tak segera bersuara. Dia pandangi wajahku dengan tatapan mata tajam. Sepertinya dia marah. Tangannya terus mengorek tanah, meraba-raba kalau-kalau ada uang lainnya yang dia dapat. Memang benar, tak lama kemudian ia berhasil menemukan beberapa rupiah lainnya.

“Ah, kau payah,” katanya kemudian. “Apanya yang berbahaya?”

“Kau bisa merubuhkan rumah-rumah ini, Din?”

“Tidak mungkinlah, penyangganya cukup kuat,” jawabnya enteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun