“Tidak. Aku juga mencari-cari dia,” jawabku.
“Sungguh malang nasib kita.”
“Entahlah, Ndan. Semoga Kau tetap semangat. Kau kawan terbaikku. Tanpa Kau aku bukan siapa-siapa,” kataku kemudian. Dia memandang ke arahku. Tersenyum.
“Kau juga...”
Kami bersalaman. Sangat erat. Sebagai dua orang sahabat.
“Maafkan aku. Bapak dan ibuku sudah menunggu di rumah. Sore ini kami berangkat ke Aceh. Aku doakan Kau sukses. Doakan aku juga...”
“Selamat jalan, Kawan. Semoga suatu hari nanti kita berjumpa.”
“Semoga...”
Kami bangkit meninggalkan pondok tengah sawah yang menyimpan banyak kenangan. Di persimpangan jalan, kami berpisah.
“Dengar Kawan, Kau harus buktikan Kau bisa jadi dokter,” kataku kepadanya.
Bondan tersenyum.