Shaiat jenazah terpapar Covid-19 sebaiknya dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19 dan dilakukan oleh minimal satu orang.
Dalam hal jika kondisi tidak memungkinkan, maka jenazah terpapar Covid-19 boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan.
Jika tidak memungkinkan, maka jenazah boleh dishalatkan dari jauh atau yang disebut dengan shaiat ghaib.
Namun, yang tidak kalah penting diperhatikan adalah orang atau pihak yang melakukan shaiat jenazah terpapar Covid-19 wajib waspada dan menjaga diri dari penularan Covid-19 dengan memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Terhadap jenazah yang banyak, shalat bisa dilakukan hanya dengan sekali shalat dengan niat dijama, baik menyebut semua jenazah atau cukup sebagian saja. Misalnya Usholli alaa man hadlara min amwaatil muslimin. (Fath al-Allam, 3/225).
Menguburkan
Berdasarkan Fatwa MUI tersebut, penguburan jenazah terpapar Covid-19 harus dilakukan sesuai ketentuan syariat dan protokol medis.
Jenazah yang sudah siap dikuburkan, diantarkan dengan mobil jenazah khusus yang langsung menuju pemakaman.
Lokasi penguburan jenazah terpapar Covid-19 harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum.
Lokasi penguburan juga harus berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat. Jenazah Covid-19 harus dikubur pada kedalaman 2 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi minimal satu meter.
Sesampainya jenazah di lokasi kuburan, maka langsung dimasukkan ke makam bersama dengan peti ke dalam liang kubur tanpa dengan membuka peti, plastik, dan kafan dari jenazah Covid-19 tersebut.
Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang lahat diperbolehkan karena sudah termasuk dalam ketentuan al-dharurah al-syariyyah atau kondisi darurat. Diupayakan dalam penguburan massal ini untuk memisahkan antara pria dan wanita. Kalaupun terpaksa harus satu liang dipakai untuk jenazah pria dan wanita, maka diantara pria dan wanita harus ada sekat, baik tanah atau benda lain yang memisahkan di dalam lubang tersebut (al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab, 5/241).Â
Penguburan bisa bertingkat atau menumpuk, dengan diberikan sekat antar jenazah, atau bisa juga menyamping, dengan dbuatkan banyak liang lahat dalam satu lubang besar. Jika sangat terpaksa, dalam satu lubang besar dijejerkan sekian banyak jenazah, untuk langsung dikuburkan bersama. Penguburan seerti ini asalnya tidak diperbolehkan, tetapi jika memang sangat darurat maka diperkenankan (al-Iqna Hamisy Bujairami ala al-Khathib, 2/272).
Bisa jadi karena dahsyatnya wabah, maka dmungkinkan untuk menghadapkan jenazah ke arah kiblat menjadi kesulitan. Maka dalam hal ini diperbolehkan menguburkan mayat dengan tidak dihadapkan ke arah kiblat karena sifatnya yang sangat dlarurat (Asna al-Mathalib, 2/331; al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab, 5/252).
Jika semua prosedur dilaksanakan dengan baik, maka pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah. Namun harus dengan menjaga protokol kesehatan, dan maksimal 20 orang.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat penguburan jenazah terpapar Covid-19. Diantaranya:
Petugas yang mempersiapkan jenazah harus mengenakan sarung tangan sebelum kontak dengan jenazah. Jenis APD yang ditentukan dalam pemakaman COVID-19.