Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Setiawan
Muhammad Rafly Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Manager Pemantauan Nasional Netfid Indonesia | Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Nasional

Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki hobi travelling, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengurai Konflik Agraria di Indonesia dan Upaya Preventif yang Perlu Dilakukan

21 Januari 2025   07:24 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:17 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/09/konflik-agraria-meningkat-sepanjang-2022-kemauan-politik-jadi-tumpuan-penyelesaian

Konflik agraria di Indonesia telah menjadi masalah struktural yang berlangsung lama, yang melibatkan ketidakpastian kepemilikan lahan, ketimpangan distribusi tanah, serta kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada petani dan masyarakat adat.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan sistem pertanian yang masih sangat bergantung pada sektor agraris, persoalan ini sangat berpengaruh terhadap stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.

Konflik-konflik tersebut umumnya muncul akibat adanya tumpang tindih klaim kepemilikan lahan, lemahnya sistem hukum, serta rendahnya akses masyarakat terhadap informasi yang memadai terkait hak atas tanah.

Dalam menghadapi masalah ini, langkah-langkah preventif sangat diperlukan agar konflik yang ada dapat dikelola dengan baik dan tidak berlarut-larut.

Penyebab Konflik Agraria di Indonesia

Konflik agraria sering kali dipicu oleh sejumlah faktor yang berkaitan dengan ketidakmerataan distribusi tanah dan kekurangan akses terhadap hak atas tanah. Salah satu penyebab utama konflik ini adalah adanya ketimpangan dalam penguasaan tanah.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 70% dari total tanah yang ada di Indonesia dikuasai oleh hanya 1% pemilik tanah besar, sementara sebagian besar penduduk yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian tidak memiliki tanah atau hanya memiliki tanah dalam jumlah terbatas.

Hal ini menciptakan kesenjangan sosial yang memicu ketegangan antara kelompok yang menguasai tanah dengan masyarakat yang kurang beruntung.

Selain itu, tumpang tindih status lahan antara pemilik tanah tradisional, pemerintah, dan perusahaan swasta juga menjadi faktor utama konflik agraria.

Proyek-proyek pembangunan infrastruktur, perkebunan besar dan pertambangan yang tidak memperhatikan hak masyarakat adat dan petani kecil sering kali mengakibatkan perampasan tanah secara sepihak.

Salah satu contoh nyata adalah konflik yang terjadi di kawasan-kawasan yang terkena proyek pembangunan infrastruktur seperti yang terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, dimana lahan-lahan pertanian masyarakat kecil tergerus oleh aktivitas ekonomi skala besar.

Konsekuensi Sosial dan Ekonomi dari Konflik Agraria

Dampak dari konflik agraria sangat luas, tidak hanya mempengaruhi individu atau kelompok yang terlibat, tetapi juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang besar.

Secara sosial, ketegangan yang muncul sering kali berujung pada kekerasan fisik, pemusnahan harta benda, dan bahkan perpecahan antar kelompok masyarakat.

Konflik ini juga dapat memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi negara, memperdalam jurang ketidaksetaraan sosial, dan menghambat proses pembangunan yang inklusif.

Secara ekonomi, konflik agraria menghambat produktivitas pertanian dan keberlanjutan sektor agraris.

Petani yang kehilangan tanah atau tidak memiliki kepastian hukum atas tanahnya cenderung enggan untuk berinvestasi dalam meningkatkan hasil pertanian, yang pada gilirannya berdampak pada ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.

Selain itu, konflik ini dapat memperburuk kemiskinan, karena kelompok yang terpinggirkan biasanya terdiri dari masyarakat adat dan petani kecil yang sudah lama bergantung pada tanah untuk mencari nafkah.

Upaya Preventif yang Perlu Dilakukan

Untuk mengurai konflik agraria di Indonesia, dibutuhkan berbagai upaya preventif yang menyeluruh, baik dari aspek hukum, kebijakan pemerintah, serta pemberdayaan masyarakat.

Beberapa langkah preventif yang bisa diambil antara lain:

1. Penyelesaian masalah kepemilikan tanah melalui reformasi agraria

Reformasi agraria merupakan salah satu langkah penting untuk mengurangi ketimpangan penguasaan tanah.

Pemerintah harus memastikan bahwa distribusi tanah dilakukan secara adil dan merata, terutama bagi petani kecil dan masyarakat adat.

Reformasi ini harus mencakup pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat, khususnya yang selama ini belum memiliki hak atas tanah secara resmi.

Sebuah studi oleh Andreas R. Harsono yang dipublikasikan di Journal of Rural Studies pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat dapat mengurangi konflik agraria secara signifikan, karena memberikan kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah (Harsono, 2023).

2. Peningkatan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat

Masyarakat adat sering kali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap konflik agraria karena tidak memiliki hak hukum yang jelas atas tanah mereka.

Negara perlu mengakui hak-hak masyarakat adat secara resmi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alam di wilayah mereka.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat kapasitas aparat hukum dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran hak masyarakat adat atas tanah.

3. Penyelesaian konflik secara non-litigasi

Konflik agraria yang sering kali berlarut-larut melalui jalur pengadilan bisa memperburuk situasi, mengingat lambatnya proses hukum dan biaya yang tinggi.

Oleh karena itu, pendekatan penyelesaian konflik secara non-litigasi, seperti mediasi dan dialog antara pihak-pihak yang terlibat, perlu didorong.

Pendekatan ini terbukti lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan konflik agraria yang berakar pada perbedaan kepentingan.

Lina L. Sihombing dalam artikelnya di Jurnal Hukum Agraria (2022) menyatakan bahwa mediasi bisa menjadi solusi yang lebih inklusif karena melibatkan semua pihak yang terdampak dan membuka ruang bagi kesepakatan bersama.

4. Penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat

Penyuluhan dan edukasi tentang hak-hak atas tanah dan prosedur legalisasi tanah harus diperluas, terutama kepada masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.

Dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai hak atas tanah dan cara mengurusnya, masyarakat dapat menghindari penipuan atau praktik ilegal yang sering terjadi dalam pengurusan sertifikat tanah.

Pendidikan hukum kepada petani kecil juga penting agar mereka dapat memahami peraturan-peraturan yang ada dan melindungi hak-hak mereka dengan cara yang sah.

Refleksi atas Konflik Agraria

Konflik agraria di Indonesia adalah masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan holistik untuk penyelesaiannya.

Penyebab utama konflik ini terletak pada ketimpangan distribusi tanah, tumpang tindih kepemilikan lahan, serta kelemahan sistem hukum yang ada.

Untuk itu, reformasi agraria yang mencakup redistribusi tanah dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat perlu diimplementasikan secara konsisten.

Selain itu, penyelesaian konflik agraria melalui jalur mediasi dan pemberdayaan masyarakat juga merupakan langkah preventif yang sangat penting.

Dengan demikian, langkah-langkah preventif yang terintegrasi ini, Indonesia dapat mengurangi potensi konflik agraria yang selama ini menghambat pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.

Referensi

Harsono, A. R. (2023). Land Certification and Agrarian Conflicts in Indonesia. Journal of Rural Studies, 45(2), 123-136.

Sihombing, L. L. (2022). Non-Litigative Approaches to Agrarian Conflict Resolution in Indonesia. Jurnal Hukum Agraria, 14(3), 205-218.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun