Reformasi agraria merupakan salah satu langkah penting untuk mengurangi ketimpangan penguasaan tanah.
Pemerintah harus memastikan bahwa distribusi tanah dilakukan secara adil dan merata, terutama bagi petani kecil dan masyarakat adat.
Reformasi ini harus mencakup pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat, khususnya yang selama ini belum memiliki hak atas tanah secara resmi.
Sebuah studi oleh Andreas R. Harsono yang dipublikasikan di Journal of Rural Studies pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat dapat mengurangi konflik agraria secara signifikan, karena memberikan kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah (Harsono, 2023).
2. Peningkatan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat
Masyarakat adat sering kali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap konflik agraria karena tidak memiliki hak hukum yang jelas atas tanah mereka.
Negara perlu mengakui hak-hak masyarakat adat secara resmi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alam di wilayah mereka.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat kapasitas aparat hukum dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran hak masyarakat adat atas tanah.
3. Penyelesaian konflik secara non-litigasi
Konflik agraria yang sering kali berlarut-larut melalui jalur pengadilan bisa memperburuk situasi, mengingat lambatnya proses hukum dan biaya yang tinggi.
Oleh karena itu, pendekatan penyelesaian konflik secara non-litigasi, seperti mediasi dan dialog antara pihak-pihak yang terlibat, perlu didorong.