Mohon tunggu...
Muhammad guntur
Muhammad guntur Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Mahasiswa

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM semoga kita di berikan umur yang panjang

Selanjutnya

Tutup

Analisis

14 tema dengan teori di bawah ini

17 Januari 2025   21:19 Diperbarui: 19 Januari 2025   06:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setelah keluarga, sekolah menjadi lingkungan kedua yang sangat mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak. Di sekolah, anak-anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya dan guru. Interaksi ini penting untuk membangun keterampilan sosial, seperti empati, kerja sama, dan kemampuan berkomunikasi.Sekolah yang menerapkan pendekatan pendidikan yang inklusif dan mendukung pengembangan sosial emosional dapat memberikan dampak positif. Misalnya, program-program yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial dan manajemen emosi dapat membantu anak-anak dalam memahami dan mengelola perasaan mereka. Hal ini, pada gilirannya, berkontribusi pada suasana belajar yang lebih baik dan meningkatkan kinerja akademis.Di sisi lain, lingkungan sekolah yang toksik, seperti adanya bullying, dapat mengakibatkan dampak negatif pada perkembangan sosial emosional. Anak- anak yang menjadi korban bullying sering kali mengalami penurunan kepercayaan diri kecemasan, dan depresi. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk menciptakan budaya positif yang mendukung setiap individu.

 Menurut penelitian oleh Daniel Goleman, penulis buku tentang kecerdasan emosional, pengalaman anak di sekolah dapat memperkuat atau merusak perkembangan emosional mereka. Lingkungan sekolah yang inklusif dan pendukung dapat membantu anak belajar mengatur emosi, berinteraksi dengan teman sebaya, dan mengembangkan empati.Selain itu, hubungan yang dijalin dengan teman sebaya di sekolah berperan penting dalam perkembangan keterampilan sosial. Teman sebaya sering kali menjadi sumber dukungan emosional dan pembelajaran sosial yang efektif. Anak yang mampu menjalin hubungan positif dengan teman-temannya cenderung lebih mampu mengatasi tekanan sosial dan memiliki kesejahteraan emosional yang lebih tinggi.

3.Budaya dan Nilai Sosial.

Lingkungan sosial juga mencakup norma dan nilai yang dianut oleh masyarakat. Teori sociocultural yang diajukan oleh Vygotsky menunjukkan bahwa interaksi sosial, praktik budaya, dan keterampilan emosional dipelajari melalui proses sosial. Misalnya, di lingkungan yang menghargai kolaborasi dan saling membantu, anak diharapkan untuk mengembangkan empati dan kemampuan untuk bekerja dalam kelompok.Budaya juga mempengaruhi cara individu mengungkapkan dan mengelola emosi. Dalam beberapa budaya, ekspresi emosi dianggap penting dan diperbolehkan, sementara dalam budaya lain, pengendalian emosi lebih ditekankan. Hal ini dapat mempengaruhi cara anak-anak belajar mengekspresikan perasaan mereka dan berinteraksi dengan orang lain. Menurut Cole & Tan (2007) Mereka menekankan bahwa budaya mempengaruhi ekspresi dan regulasi emosi. Anak-anak yang dibesarkan di budaya kolektivis (seperti di Asia) diajarkan untuk menekan emosi negatif dan menekankan harmoni sosial. Sementara itu, budaya individualis (seperti di Barat) lebih mendorong ekspresi emosi dan kemandirian.

4. Implikasi untuk Pendidikan dan Keluarga.

Berdasarkan pemahaman tentang bagaimana lingkungan mempengaruhi perkembangan sosial emosional, terdapat beberapa implikasi penting bagi pendidikan dan keluarga. Pertama, penting bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan keluarga yang mendukung dan penuh kasih. Orang tua perlu memberikan bimbingan dalam pengelolaan emosi dan membantu anak-anak memahami perasaan mereka sendiri serta perasaan orang lain.Di pihak sekolah, pendidik diharapkan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang mempertimbangkan aspek sosial emosional. Program- program yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti program pembelajaran sosial dan emosional (SEL), dapat meningkatkan kemampuan anak untuk menjalin hubungan yang sehat dan produktif.

11. Gangguan dalam perkembangan sosial-emosional.

          Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian sedang dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi perubahan atau modifikasi tingkah laku. Sebab itu kita perlu mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium perkembangan anak dan membedakan setiap tingkah laku anak. Semua anak memiliki berbagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk memastikan perkembangan akan berlangsung baik. Anak-anak memang sangat tabah dan teguh. Dalam kebanyakan kasus, dibutuhkan tekanan atau pengorbanan ekstrem agar memberikan pemecahan yang signifikan dan berdampak lama. Namun, jika anak tidak diberikan kebutuhan dasar dalam kadar yang cukup, akibatnya mungkin terjadi kelambatan dalam perkembangan.
Seperti dalam hal penggunaan pendekatan perkembangan untuk melihat kelainan yang diderita oleh anak sebenarnya berlandaskan empat tema dasar atau prinsip, yaitu pertama kelainan muncul atau terjadi hanya pada individu yang mengalami perkembangan, prinsip yang kedua kelainan perkembangan atau psikapatologi harus dipandang dalam kaitannya dengan perkembangan yang normal, tugas-tugas perkembangan utama dan perubahan-perubahan yang muncul sepanjang rentang kehidupan, selanjutnya prinsip yang ketiga yaitu tanda-tanda awal dari perilaku berkelainan harus dipelajarisecara serius, dan yang terakhir prinsip yang keempat bahwa ada beragam patokan atau karakteristik perkembangan baik yang normal maupun berkelainan .
Dalam kenyataan sehari-hari yang kita hadapi, tidak semua anak mengalami perkembangan yang normal sesuai dengan usia dan rata-rata anak sebayanya. Ada anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus karena ia memiliki kebutuhan khusus dalam aspek perkembangan. Pada masa lalu anak yang mengalami gangguan dianggap mengganggu dan mendapatkan pendidikan tidak selayak anak yang normal. Bahkan ada anggapan bahwa anak-anak seperti itu tidak dapat dididik sehingga tidak perlu mendapatkan pendidikan. Sementara anak-anak yang normal, namun mengalami masalah pada satu atau beberapa aspek perkembangannya, dirasakan menjadi masalah bagi kelancaran pendidikan dan teman-teman sekelasnya.
Anak yang mengalami gangguan adalah anak yang memiliki kemampuan yang berada di luar rentang kemampuan anak sebayanya. Sehingga guru dan orang tua perlu mengintervensi atau menangani anak yang mengalami gangguan. Dalam pembahasan ini kelompok kami akan membahas tentang gangguan sosial emosi anak usia dini. Kita ketahui bahwa gangguan sosial emosi dapat terjadi pada setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut biasanya ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Kebanyakan masalah sosial emosional dianggap sebagai hasil faktor lingkungan, seperti penyiksaan terhadap anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan, lingkungan yang penuh dengan kekerasan,atau penggunaan alcohol dan kekerasan fisik yang terjadi dalam keluarga. Pada saat yang bersamaan, penyebab bilogis,seperti faktor keturunan, ketidakseimbangan zat-zat kimia dalam tubuh, kerusakan jaringan otak, dan penyakit yang diderita, juga berperan dalam masalah sosial emosi anak.
Perkembangan sosial dan emosi anak memainkan peranan penting dalam hidup seseorang. Tiap bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih menyenangkan. Karena dengan emosi dan hubungan sosial anak akan merasakan getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun orang lain. Bulan-bulan serta tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang penting dan rawan dalam perkembangan sosial emosi anak. Bila orang tua kurang menyadari pentingnya arti kualitas hubungan serta sikap penuh kasih saying pada masa ini, maka anak bisa mengalami berbagai masalah dan gangguan sosial emosional yang serius dikemudian hari. Tapi sebaliknya bila kebutuhan sosial emosinya terpenuhi secara seimbang dalam awal kehidupan, dikemudian hari ia pun akan berkembang menjadi individu yang bahagia dan diharapkan mampu mewujudkan potensi-potensinya secara optimal. 

Gangguan sosial, emosional, dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu yang fokus di dalam diri anak. Suatu harapan dan cita-cita dari para orang tua, guru, maupun masyarakat pada umumnya untuk memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa tenang dan tentramnya hati bila melihat anak-anak bermain dengan riang gembira, pandai,tekun dalam belajar dan bekerja, bebas dan lincah dalam mengutarakan buah pikiran dan kreativitasnya.
Harapan ini tentu menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari segi fisik, emosi, mental dan sosial setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah danya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang, bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma budaya, norma umur,norma kecakapan/keterampilan maupun norma sosial yang berlaku dalam lingkungan di mana anak berada. Tingkah laku mereka mengalami gangguan dan kelainan, yang biasanya lebih dirasakan oleh lingkungan daripada oleh anak sendiri .
Perkembangan emosi memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Sukar mempelajari emosi anak-anak karena informasi tentang aspek emosi yang subyektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia sedemikian muda. Bahkan sulit mempelajari reaksi emosi melalui pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi wajah dan tindakan yang berkaitan dengan emosi,karena anak-anak suka menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial . Untuk mengetahuai apa itu gangguan perkembangan sosial emosional anak yang perlu kita ketahui terlebih dahulu yaitu pengertian gangguan. Gangguan adalah suatu kondisi yang menyebabkan ketidaknormalan pada individu yang memiliki masalah dalam menguasai keterampilan dan menunjukan kekurangan dalam berhubungan dengan orang lain . Selanjutnya perkembangan sosial emosi anak usia dini yaitu perkembangan yang berkaitan dengan emosi,kepribadian, dan hubungan interpersonal. Selama tahun kanak-kanak awal, perkembangan sosial emosi berkisar tentang sosialisas, yaitu proses ketika anak mempelajari nilai-nilai dan perilaku yang diterima dari masyarakat . Pada usia tersebut , terdapat tiga tujuan dalam perkembangan sosial emosional anak, yaitu:
1. Mencapai sense of self atau pemahaman diri serta berhubungan dengan orang lain
2. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri meliputi kemampuan untuk mengikuti aturan dan rutinitas, menghargai orang lain, dan mengambil inisiatif
3. Menampilkan perilaku sosial , seperti empati, berbagi,dan menunggu giliran.
Gangguan sosial emosi dapat terjadi pada setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut biasanya ditandai dengan cirri-ciri tertentu, khususnya yang berhubungan dengan kondisi emosi. Sepanjang kehidupan, kondisi emosi kita memang tidak tetap, kadang naik atau turun. Tetapi, pada orang-orang tertentu, mereka lebih banyak mengalami kondisi emosi negatif. Kondisi ini akan mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan mereka mengatasi persoalan sehari-hari serta tugas perkembangan yang mereka jalani.
Kebanyakan masalah sosial dan emosi dianggap sebagai hasil faktor lingkungan,seperti penyiksaan terhadap anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan, lingkungan yang penuh dengan kekerasan,atau penggunaan alcohol dan kekerasan fisik yang terjadi dalam keluarga. Pada saat yang bersamaan, penyebab biologis, seperti faktor keturunan, ketidakseimbangan zat-zat kimia dalam tubuh, kerusakan jaringan otak, dan penyakit yang diserita juga berperan dalam masalah perkembangan sosial dan emosi ( Cicchetti & Toth dalam Rini Hildayani) .
Menurut Undang-Undang bagi Pendidikan Individu Penyandang cacat (IDEA) bahwa gangguan sosial emosi yaitu ketidak mampuan atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru .
Rolf, edelbrock dan Strauss menemukan bahwa anak-anak dengan masalah perkembangan sosial emosi cenderung memiliki hambatan yang besar dalam pertemanan, penyesuaian sosial, tingkah laku dan dan akademis apabila dibandingkan dengan kelompok anak yang normal. Anak-anak dengan gangguan ini dianggap beresiko terhadap sifat tersisih secara sosial, terisolasi penarikan diri, pemalu dan kesepian .
Dari penjelasan mengenai gangguan, perkembangan sosial emosi secara umum maka disintesiskan gangguan perkembangan sosial emosi anak usia dini yaitu ketidaknormalan yang menghambat perkembangan anak usia dini kaitannya dalam mengelola emosi, kepribadian, dan hubungan interpersonal anak dengan orang lain.
Emosi merupakan sesuatu yang muncul setiap hari, bahkan setiap saat dalam kehidupan kita. Emosi merupakan suatu pola yang kompleks dari perubahan yang terdiri dari reaksi fisiologis, perasaan-perasaan yang subyektif, proses kognitif, dan reaksi perilaku, yang semuanya itu merupakan respon atas situasi yang kita terima (Duffy, 2002) Kita mengenal beberapa emosi dasar, yaitu kegembiraan, kesedihan, ketakutan, kemarahan. . Selain itu kita juga mengenal adanya emosi positif, seperti kegembiraan, dan emosi negatif, seperti kemarahan dan kesedihan. Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat.
a. Pola emosi Positif
Pola emosi positif adalah yang berasal dari suatu kondisi yang menguntungkan Frederickson, Mayne dan Bonnano mencatat bahwa banyak emosi positif dengan mudah diidentifikasi dalam kecenderungan aksi. Emosi positif secara sederhana diidentifikasi sebagai sesuatu yang baik atau diiginkan. Emosi positif terdiri dari perhatian atau minat, surprise atau kekaguman, dan kegembiraan .
b. Pola emosi Negatif
Sedangkan pola emosi negatif menurut Lazarus (1991) berasal dari hubungan yang mengancam atau kondisi yang menyakitkan. Reaksi emosi negative terdiri dari marah, kecemasan, rasa malu, kesedihan, cemburu, merasa takut, dan cemburu.

12. Program peer auport, bimbingan konseling, dan layanan psikososial.         

     Kondisi darurat kekerasan di kalangan remaja dewasa ini sangat memprihatinkan. Menurut data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terdapat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan sepanjang tahun 2023. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi tetap saja, kekerasan terhadap perempuan, termasuk remaja, tetap menjadi isu serius yang perlu mendapat perhatian lebih. Diperkuat pula dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa kekerasan adalah salah satu penyebab utama kematian di kalangan remaja usia 15 hingga 29 tahun, dengan sekitar 176.000 kematian setiap tahun akibat kekerasan.

Data ini menyoroti betapa parahnya masalah kekerasan yang dihadapi oleh remaja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pengaruh media sosial dan platform digital yang semakin meningkat turut memperburuk keadaan, di mana remaja menjadi lebih rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, termasuk bullying dan kekerasan seksual online.

Banyak remaja yang belum memiliki pemahaman yang cukup tentang hak-hak mereka, bagaimana mengenali dan melaporkan kekerasan yang mereka alami. Hal ini membuat mereka rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, baik itu kekerasan fisik, verbal, emosional, maupun seksual. Hal ini diperparah oleh stigma sosial yang sering melekat, butuh keberanian untuk speak up sebagai korban kekerasan, terlebih kekerasan seksual. Oleh karenanya kasus kekerasan seksual dipandang sebagai kejahatan kemanusiaan extraordinary. Faktor kerentanan ini harus dijembatani dengan dukungan sosial, namun dewasa ini banyak remaja yang seringkali merasa terasing dan tidak memiliki dukungan psikologis yang memadai saat menghadapi masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun