Di ruangan lomba, Andik duduk di antara peserta lain yang sebagian besar berasal dari sekolah-sekolah di kota besar atau terkenal.
Perasaan gugup sempat menguasainya, tetapi ia segera mengingat tujuan utamanya: memenangkan lomba dan mendapatkan beasiswa. Ia menutup mata sejenak, mengambil napas dalam-dalam, dan membayangkan dirinya menatap langit penuh bintang di malam hari. Gambar bintang-bintang yang ia cintai memberinya ketenangan dan fokus.
Lomba dimulai dengan serangkaian soal yang menguji pemahaman peserta tentang berbagai cabang sains, mulai dari fisika, biologi, hingga astronomi. Andik berusaha keras untuk menjawab setiap soal dengan tenang dan teliti. Meskipun beberapa soal terasa sangat sulit, Andik tidak menyerah. Ia terus berusaha hingga waktu habis.
Lalu setelah menyelesaikan serangkaian soal, Andik merasa ada beban yang terangkat dari pundaknya. Ia tahu bahwa ia telah memberikan yang terbaik dalam lomba ini. Ketika pengumuman pemenang semakin dekat, hatinya berdebar-debar. Ia duduk di kursi, menggigit bibir, merasakan campuran antara harapan dan ketidakpastian. Di sekelilingnya, peserta lain juga terlihat gelisah. Suara pengumuman lomba akhirnya membuat semua orang terdiam.
Pihak panitia mulai membacakan nama-nama pemenang. "Dan pemenang untuk lomba sains tingkat kabupaten adalah..." Suara juri mengalun, setiap detiknya terasa seperti satu tahun. "Andik Samin dari SD Desa Cinta!" Suasana di dalam ruangan seketika menjadi gaduh dengan sorakan dan tepuk tangan. Andik terdiam sejenak, tidak percaya. Ia berdiri dengan gemetar, seolah tubuhnya tidak mampu menahan kebahagiaan yang meluap. Rasa syukur dan bangga menyelimuti hatinya saat ia melangkah ke depan untuk menerima piala dan sertifikat beasiswa.
Bu Ani berdiri di sampingnya, dengan air mata haru di pipinya. "Aku tahu kamu bisa, Andik! Kamu telah berjuang keras dan pantas mendapatkannya," katanya, memeluk Andik dengan erat. Andik merasa bangga tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kedua orang tuanya yang telah berjuang keras untuk memberikan kehidupan yang lebih baik.
Setelah acara selesai, Andik membawa pulang piala dan sertifikat beasiswa. Ketika ia sampai di rumah, ia langsung berlari memeluk ayah dan ibunya. "Ayah, Ibu! Andik menang! Andik dapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah!" Ucapnya dengan penuh semangat. Wajah Pak Samin dan Bu Ratna seketika bersinar, keduanya tidak dapat menahan air mata kebahagiaan.
"Anakku, kami sangat bangga padamu," kata Bu Ratna sambil mengusap air mata. "Ini adalah hasil kerja kerasmu. Kamu telah membuktikan bahwa semua usaha tidak akan sia-sia." Malam itu, mereka merayakan kemenangan Andik dengan makan malam sederhana yang lebih meriah dari biasanya. Dalam suasana penuh syukur, Andik merasa bahwa impiannya semakin dekat.
Dengan beasiswa yang didapat, Andik mulai menyiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah terbaik di kota. Ia sangat bersemangat, tetapi juga merasa cemas karena akan berpisah dengan teman-teman di desa. Sebelum pergi, Andik mengunjungi perpustakaan desa untuk mengucapkan terima kasih kepada buku-buku yang telah mengubah hidupnya.
"Terima kasih, teman-teman," ucap Andik pada buku-buku yang selalu memberinya inspirasi. "Kalian telah mengajarkan saya banyak hal, dan aku akan terus mengejar mimpi ini." Andik berjanji akan kembali ke desa dan berbagi pengetahuan dengan anak-anak lainnya di masa depan.
Hari pertama di sekolah menengah baru sangat menggembirakan, tetapi juga menakutkan. Ketika Andik memasuki gedung sekolah yang megah, ia merasa sedikit tersisih. Banyak siswa yang datang dari latar belakang yang berbeda, dan fasilitas yang mereka miliki jauh lebih baik daripada yang ada di sekolah desanya. Namun, Andik tidak membiarkan rasa takut itu menghentikannya. Ia bertekad untuk memanfaatkan semua peluang yang ada.